Dipuji Ketua MKMK
Gugatan Brahma Aryana mendapat pujian dari Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie.
Dalam sidang pemeriksaan pelapor di MKMK, Jimly mengaku tak pernah terpikir langkah yang diambil Brahma Aryana. Yaitu menggugat pasal yang baru saja direvisi melalui gugatan.
"Hal baru ini. Anda tidak kepikiran ini, pengajuan judicial review terhadap undang-undang yang baru diputus kemarin," kata Jimly, Kamis (2/11/2023).
"Kalau sudah diregistrasi, harus disidang. Anda bisa membayangkan, kan, kreatif itu," ucapnya.
Baca juga: Sosok Suhartoyo, Ketua MK yang Baru Usai Anwar Usman Diberhentikan dari Jabatan, ini Jejak Karirnya
Apa yang Digugat Brahma Aryana?
Pada gugatannya, Brahma Aryana meminta frasa baru yang ditambahkan MK pada putusan 90, yaitu "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada" dinyatakan inkonstitusional.
Dikutip dari Kompas, Brahma Aryana juga meminta pada bagian itu diganti menjadi lebih spesifik, yakni hanya jabatan gubernur.
"Sehingga bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma Aryana dalam gugatannya, dikutip dari situs resmi MK.
Sebelumnya nasib Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024 tampaknya bakal aman.
Hal itu setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan mereka tak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.
Sehingga, keputusan MK terkait hal tersebut tetap sah berlaku.
Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," tulis putusan tersebut yang ditampilkan dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023) dikutip dari Kompas.com
"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com