Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Polemik Tagihan Listrik PLN Jombang

Alasan PLN Tetap Tagih Denda Rp7 Juta ke Buruh Bangunan Wasis, Sebut Ada Pelanggaran Golongan 2

Atas pelanggaran tersebut, istri Wasis, Nur Hayati, diminta membayar denda sebesar Rp6.944.015.

Editor: Alga W
TribunJatim.com/Anggit Pujie Widodo - KOMPAS.COM/MOH SYAFIÍ
TAGIHAN LISTRIK PLN - Nur Hayati (kanan), istri dari buruh bangunan asal Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, didampingi kerabatnya, saat ditemui Kompas.com, Senin (13/10/2025). Aliran listrik di rumahnya diputus PLN dan juga diminta membayar denda Rp6.944.015. 

Nur Hayati sendiri mengaku masih syok dengan tuduhan yang dilayangkan kepadanya.

Ia menegaskan, selama ini selalu membayar tagihan listrik rutin sekitar Rp150 ribu setiap bulan.

Namun tiba-tiba, ia dituduh melakukan pelanggaran sejak 2017 dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp6,9 juta.

"Waktu itu saya kaget. Petugas datang, langsung potong listrik, tanpa ada surat atau panggilan dulu."

"Saya bahkan harus berutang Rp2,2 juta untuk bayar uang muka supaya listrik bisa nyala lagi," katanya.

Kini, Nur Hayati hanya ingin nama baik keluarganya dipulihkan.

Ia tidak meminta penghapusan tagihan tanpa dasar, melainkan proses yang adil dan transparan.

"Kami rakyat kecil cuma ingin diperlakukan manusiawi. Kalau memang ada bukti kami salah, tunjukkan. Tapi jangan tuduh kami tanpa dasar," imbuhnya.

Baca juga: PLN Jombang Tegaskan Tak Pernah Tuduh Nur Hayati Mencuri Listrik, Pastikan Sesuai Prosedur

Sehari-hari, Nur Hayati menanggung beban hidup bersama lima anggota keluarga lain, tiga anak kandung, seorang anak angkat yatim piatu, dan satu anak asuh tanpa keluarga.

Penghasilan mereka hanya mengandalkan sang suami, Wasis, yang bekerja sebagai buruh bangunan.

Dengan penghasilan tidak menentu, keluarga ini masih harus membayar utang untuk melunasi denda listrik yang belum tuntas.

Di tengah tekanan itu, kehilangan ibunda menjadi pukulan berat.

"Dari awal kami sudah merasa diperlakukan tidak adil. Sekarang Mbah sudah enggak ada, tapi luka ini belum sembuh," jelasnya.

Keluarga berharap PLN belajar dari kasus ini dan menerapkan pendekatan yang lebih humanis terhadap masyarakat kecil.

Pemutusan listrik, apalagi tanpa dialog dan pembuktian jelas, dinilai dapat menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang besar.

"Kami hanya ingin PLN terbuka dan menghormati hak warga. Jangan langsung hukum orang tanpa proses yang benar," pungkas Joko.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved