Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Reaksi Keras JIAD Jatim Soal Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Cederai Perasaan

JIAD Jawa Timur menyatakan penolakan keras terhadap penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. 

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Ndaru Wijayanto
Tribunjatim.com/istimewa
SOEHARTO PAHLAWAN NASIONAL - Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, Aan Anshori, kritik pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, Senin (10/11/2025). Penganugerahan gelar tersebut bukan sekadar persoalan simbolik, melainkan punya dampak moral dan politik besar. 

 

Ringkasan Berita:
  • Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jatim menolak keras penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto
  • Koordinator JIAD, Aan Anshori, menekankan bahwa pengakuan pahlawan harus mempertimbangkan rekam jejak secara objektif, termasuk noda sejarah
  • Organisasi ini berencana melakukan konsolidasi dengan masyarakat sipil untuk advokasi dan langkah hukum agar pemerintah meninjau ulang keputusan

 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), Jawa Timur menyatakan penolakan keras terhadap penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto

Organisasi ini menilai keputusan tersebut terlalu terburu-buru dan berpotensi membuka luka lama para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa pemerintahannya.

Koordinator JIAD Jawa Timur, Aan Anshori, menyebut langkah pemerintah memberikan gelar tersebut tidak sensitif terhadap sejarah kelam bangsa. 

"Setiap presiden memang berpeluang menjadi pahlawan nasional, tetapi pengakuan itu seharusnya menimbang rekam jejak secara objektif, termasuk noda sejarah yang melekat. Bung Karno saja membutuhkan waktu puluhan tahun sebelum diakui sebagai pahlawan," ucapnya saat dikonfirmasi TribunJatim.com, pada Senin (10/11/2025).

Menurut Aan, selama lebih dari dua dekade pascarezim Orde Baru berakhir, belum ada upaya nyata dari negara maupun keluarga Soeharto untuk mengakui kesalahan masa lalu atau melakukan rekonsiliasi dengan para korban. 

"Justru yang terjadi sekarang, Soeharto kembali dijadikan komoditas politik oleh pihak-pihak yang ingin memutihkan sejarah secara instan," tegasnya.

Baca juga: Serikat Pekerja Jatim Soal Gelar Pahlawan Nasional Untuk Masrinah: Perjuangannya Akan Kita Teruskan

JIAD menilai penganugerahan gelar tersebut bukan sekadar persoalan simbolik, melainkan juga memiliki dampak moral dan politik yang besar. 

"Bagi kami, ini pil pahit bagi bangsa Indonesia. Gelar pahlawan untuk Soeharto mencederai perasaan para penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM yang belum mendapat keadilan," ungkap Aan.

Karena itu, JIAD menyerukan masyarakat untuk bersuara dan menolak langkah pemerintah tersebut. "Kita tidak menolak penghargaan bagi pemimpin bangsa, tapi waktu dan prosesnya harus tepat. Soeharto belum saatnya disebut pahlawan," katanya melanjutkan. 

Sebagai tindak lanjut, JIAD berkomitmen melakukan konsolidasi bersama jaringan masyarakat sipil lainnya guna menyiapkan langkah hukum dan advokasi untuk mendesak pemerintah meninjau ulang keputusan tersebut. 

"Kami akan terus memperjuangkan agar kebenaran sejarah tidak dikaburkan demi kepentingan politik sesaat," pungkas Aan Anshori.

Melansir Kompas.com, Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Ia menjadi satu dari 10 tokoh yang diberikan gelar pahlawan nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). 

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved