Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Penjelasan Dosen UGM soal Efek Mikroplastik di Tubuh Manusia, Paparan Tinggi di Kota Besar

Ternyata keberadaan mikroplastik tidak bisa diremehkan, dampak dan bahayanya bagi tubuh manusia tidak main-main.

Penulis: Ignatia | Editor: Ignatia Andra
TribunJatim.com/ Sugiyono
PAPARAN TINGGI - Foto hanya ilustrasi. Tim peneliti di Lembaga Ecoton menyaksikan layar monitor yang menunjukkan adanya mikroplastik, Senin (22/11/2021). Ternyata kota-kota besar berpotensi bisa mendapatkan paparan mikroplastik yang lebih tinggi. 

TRIBUNJATIM.COM -  Mikroplastik yang saat ini sedang dalam perbincangan karena menjadi ancaman terbaru umat manusia diteliti oleh para saintis.

Di Indonesia sendiri, keberadaan mikroplastik dikonfirmasi muncul.

Tetapi apa sebenarnya dampak paling berbahaya bagi tubuh manusia?

Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK–KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Annisa Utami Rauf, menanggapi temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai air hujan di Jakarta yang mengandung mikroplastik.

"Ancaman mikroplastik terhadap kesehatan manusia sangat besar. Pada studi hewan, partikel ini sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi," ujar Annisa dalam keterangan tertulis Humas UGM, Senin (27/10/2025), seperti dilansir TribunJatim.com dari Kompas.com

Annisa menjelaskan, sejumlah penelitian global telah menemukan mikroplastik dalam darah dan organ manusia, termasuk sistem pencernaan.

Temuan itu memperkuat dugaan bahwa partikel plastik dapat masuk dan menetap di tubuh dalam jangka waktu lama.

"Saat ini bukti ilmiah mengenai dampak spesifik terhadap kesehatan manusia masih terus dikembangkan," tuturnya.

"Beberapa penelitian memang menunjukkan adanya akumulasi dalam tubuh manusia, tetapi efek pastinya belum jelas karena penelitian masih berlangsung," tambahnya.

Ia menyebut, perbedaan respons tubuh terhadap paparan mikroplastik membuat penelitian di bidang ini menjadi lebih kompleks.

Baca juga: Curhat Wanita Batal Nikah H-4 Padahal Telanjur Resign Kerja, Ternyata Calon Suami Pinang Orang Lain

Setiap individu memiliki kemampuan berbeda dalam melepaskan atau menahan partikel yang masuk ke tubuh.

"Kita belum tahu pasti seperti apa efeknya, tapi yang jelas upaya preventif harus dijalankan sedini mungkin," urainya.

Menurut Annisa, risiko paparan mikroplastik lebih tinggi di wilayah perkotaan yang padat penduduk dan masih bergantung pada plastik sekali pakai.

"Risikonya memang tinggi di kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta. Namun, upaya mengganti plastik dengan bahan ramah lingkungan sudah mulai terlihat di beberapa tempat, dan hal ini perlu terus didukung," ungkapnya.

MIKROPLASTIK - Tim peneliti di Lembaga Ecoton menyaksikan layar  monitor yang menunjukkan adanya mikroplastik, Senin (22/11/2021).
MIKROPLASTIK - Tim peneliti di Lembaga Ecoton menyaksikan layar monitor yang menunjukkan adanya mikroplastik, Senin (22/11/2021). (TribunJatim.com/ Sugiyono)

Ia menjelaskan, sumber utama paparan mikroplastik sehari-hari berasal dari kemasan makanan dan minuman berbahan plastik.

"Paparan paling tinggi biasanya dari makanan dan minuman yang dikemas plastik. Kebiasaan ini memang perlu diubah secara bertahap," tuturnya.

Dari sisi kesehatan masyarakat, Annisa menilai tantangan terbesar dalam mengendalikan paparan mikroplastik adalah rendahnya kesadaran dan kebiasaan konsumsi masyarakat.

"Kita bisa mulai dari hal kecil seperti membawa botol minum sendiri atau menghindari kantong plastik saat berbelanja. Upaya kecil ini berkontribusi besar dalam menekan akumulasi mikroplastik di lingkungan," ujarnya.

Baca juga: Batal Nikah karena Gaji Calon Suami Kecil, Wanita Tak Mau Kembalikan Uang Lamaran Rp 465 Juta

Ia juga menyoroti pentingnya tanggung jawab industri dalam pengelolaan limbah plastik.

Produsen dinilai perlu mengembangkan sistem pengembalian kemasan dan daur ulang produk.

"Produsen yang menghasilkan plastik semestinya punya program taking back trash. Pemerintah dan industri harus bekerja sama agar sampah tidak berakhir di tempat pembuangan akhir," ucapnya.

Annisa menilai konsep reduce dan reuse masih menjadi strategi paling efektif dalam mengurangi potensi akumulasi mikroplastik di alam.

Beberapa negara telah memberi insentif bagi masyarakat yang mengembalikan produk lama atau mendaur ulang limbah plastik.

Menurutnya, pola semacam itu bisa diterapkan di Indonesia sesuai konteks sosial dan budaya masyarakat.

"Program pengurangan sampah bisa dilakukan lewat kolaborasi industri dan masyarakat. Intinya, sampah harus dikurangi dari sumbernya," ungkapnya.

Ia menambahkan, mikroplastik kini bahkan ditemukan di atmosfer, air hujan, dan awan, menandakan bahwa polusi plastik telah bersifat global.

"Mikroplastik sudah menyebar di berbagai media lingkungan, termasuk udara dan awan. Kalau kita tidak menghentikan sumbernya, dampaknya bisa semakin luas," urainya.

Annisa menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif, mulai dari individu hingga pembuat kebijakan.

Pemerintah daerah, menurutnya, dapat mengambil langkah konkret dengan membatasi penjualan air minum dalam kemasan plastik di sekolah atau fasilitas publik.

"Kesadaran harus dibangun dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kalau sejak anak-anak sudah dibiasakan membawa botol minum sendiri, kita bisa berharap generasi berikutnya lebih peka terhadap isu plastik," pungkasnya.

Baca juga: Dirman Girang Diangkat Jadi PPPK Meski Bulan Depan Pensiun, Sudah 5 Tahun Jaga Gerbang Sekolah

Mikroplastik adalah potongan plastik berukuran sangat kecil, biasanya berdiameter kurang dari 5 milimeter.

Mikroplastik yang berasal dari degradasi limbah plastik berukuran besar atau dari produk yang memang dibuat dalam ukuran mikro, seperti scrub wajah, pasta gigi, atau serat sintetis dari pakaian.

Mikroplastik dapat ditemukan hampir di mana-mana, di laut, tanah, udara, air minum, bahkan dalam makanan seperti garam laut dan ikan.

Partikel ini sangat sulit diuraikan secara alami karena sifat kimia plastik yang tahan lama, sehingga terus menumpuk di lingkungan dan memasuki rantai makanan.

POPOK - Direktur Utama Ecoton Foundation Prigi Arisandi, menunjukan lokasi tumpukan sampah popok di badan sungai Kali Bodor, Dusun Mojorejo, Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk. Popok tersebsut bisa menjadi mikroplastik, Minggu (1/11/2020)
POPOK - Direktur Utama Ecoton Foundation Prigi Arisandi, menunjukan lokasi tumpukan sampah popok di badan sungai Kali Bodor, Dusun Mojorejo, Desa Plosoharjo, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk. Popok tersebsut bisa menjadi mikroplastik, Minggu (1/11/2020) (ISTIMEWA/TRIBUNJATIM.COM)

Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia bisa terjadi melalui inhalasi (terhirup lewat udara), ingesti (ditelan lewat makanan atau air), serta kontak kulit.

Setelah masuk, sebagian partikel mikroplastik berukuran sangat kecil (disebut nanoplastik) dapat menembus jaringan biologis dan menyebar melalui aliran darah.

Penelitian menemukan adanya mikroplastik di paru-paru, darah, plasenta, bahkan feses manusia, menunjukkan bahwa partikel ini telah menjadi bagian dari sistem biologis manusia tanpa disadari.

Dampak mikroplastik terhadap tubuh manusia belum sepenuhnya diketahui secara pasti karena penelitian masih berlangsung.

Tetapi berbagai studi menunjukkan potensi risiko serius.

Mikroplastik bisa bertindak sebagai pembawa zat kimia berbahaya seperti bisfenol A (BPA), ftalat, atau logam berat yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker) dan dapat mengganggu sistem hormon (endokrin).

Selain itu, partikel mikroplastik juga dapat memicu stres oksidatif, peradangan jaringan, serta gangguan sistem kekebalan tubuh akibat reaksi tubuh terhadap benda asing.

Dalam jangka panjang, paparan terus-menerus dikhawatirkan bisa meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, gangguan reproduksi, bahkan kerusakan organ vital seperti hati dan ginjal.

Secara keseluruhan, mikroplastik adalah ancaman tersembunyi bagi kesehatan manusia dan lingkungan, yang berasal dari kebiasaan konsumsi dan pembuangan plastik yang berlebihan.

Upaya mengurangi dampaknya tidak hanya memerlukan pengelolaan limbah yang lebih baik, tetapi juga perubahan perilaku konsumsi, seperti menghindari plastik sekali pakai, memilih bahan alami, dan mendukung kebijakan pengurangan plastik di tingkat nasional maupun global.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved