Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Daftar Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu Soeharto yang Jadi Alasan Penolakan Gelar Pahlawan Nasional

Sejumlah kasus pelanggaran HAM menjadi alasan utama penolakan usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

Dok. KOMPAS.com
DAFTAR KASUS HAM SOEHARTO - Foto arsip Presiden ke-2 RI, Soeharto. Pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mendapat penolakan sejumlah pihak dikarenakan adanya sejumlah catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu. Soeharto sendiri masuk dalam daftar 40 nama yang diajukan Dewan Gelar kepada Presiden ke-8 RI, Senin (10/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto memicu kontroversi.
  • Akademisi menyebut Soeharto memiliki keterlibatan dalam sejumlah pelanggaran HAM berat.
  • Sejumlah kasus pelanggaran HAM ini menjadi alasan utama penolakan usulan gelar terhadap Soeharto.

 

TRIBUNJATIM.COM - Rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto memicu kontroversi.

Usulan ini masuk dalam daftar 40 nama yang diajukan Dewan Gelar kepada Presiden ke-8 RI.

Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menyatakan penolakan melalui deklarasi di Kantor LBH, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).

“Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto harus dibatalkan. Presiden seharusnya menolak usulan ini,” tegas Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia (AII).

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis Suseno, atau umum dikenal Romo Magnis menekankan, Soeharto memiliki keterlibatan dalam sejumlah pelanggaran HAM berat.

Mulai dari pembunuhan aktivis pasca-1965-1966, represi mahasiswa 1970-an, kasus penembakan misterius (petrus) 1980-an, hingga penanganan demonstrasi 1998.

“Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab satu dari lima genosida terbesar di abad 20,” ungkap Magnis.

Berdasarkan catatan KontraS, sejumlah kasus pelanggaran HAM ini menjadi alasan utama penolakan usulan gelar tersebut.

Kontroversi ini memicu perdebatan di publik sebagian menilai Soeharto berkontribusi besar bagi negara, sementara yang lain menekankan pentingnya memperhatikan catatan pelanggaran HAM selama rezimnya.

Lantas, catatan pelanggaran HAM berat apa yang menyeret nama Soeharto?

Berdasarkan catatan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang dikutip Kompas.com pada 25 Mei 2016, berikut daftar berbagai kasus pelanggaran HAM yang mana diyakini terdapat keterlibatan Soeharto di dalamnya.

Baca juga: PDIP Tak Setuju Rencana Penyematan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Hasto: Bukan Soal Politik

Daftar Kasus Pelanggaran HAM Soeharto

1. Kasus Pulau Buru (1965–1966)

Sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Soeharto disebut bertanggung jawab atas kebijakan penangkapan dan penahanan massal terhadap mereka yang dituduh terlibat dalam peristiwa 30 September 1965.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 179/KOTI/65, ribuan orang ditangkap tanpa proses hukum dan dibuang ke Pulau Buru di Maluku.

Laporan Komnas HAM tahun 2003 menyebutkan bahwa kebijakan ini mengakibatkan banyak korban pembunuhan, penyiksaan, dan pembuangan paksa.

2. Penembakan misterius (1981-1985)

Pada awal 1980-an, muncul kebijakan penindakan terhadap preman dan kriminal tanpa proses pengadilan yang dikenal sebagai penembakan misterius (petrus).

Kontras menilai kebijakan ini berasal dari perintah langsung Soeharto, sebagaimana tersirat dalam pidato kenegaraan Agustus 1981.

Ia menyatakan bahwa pelaku kriminal harus dihukum dengan cara yang sama seperti memperlakukan korbannya.

Dalam otobiografinya Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), Soeharto bahkan menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk “shock therapy”.

Menurut laporan Amnesty International (1983), sekitar 5.000 orang menjadi korban pembunuhan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bandung.

Baca juga: Ramai Penolakan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Gelar Apa yang Lebih Tepat? ini Kata Pengamat

3. Peristiwa Tanjung Priok (1984–1987)

Kontras menyebut Soeharto menggunakan Kopkamtib sebagai alat politik untuk menekan kelompok yang menolak kebijakan asas tunggal Pancasila.

Dalam Rapat Pimpinan ABRI di Riau (27 Maret 1980), Soeharto memerintahkan tindakan tegas terhadap kelompok Islam yang dianggap ekstrem.

Imbasnya, pada Peristiwa Tanjung Priok 1984, sedikitnya 24 orang meninggal, 36 luka berat, dan 19 luka ringan, berdasarkan laporan Komnas HAM (2003).

4. Peristiwa Talangsari (1984-1987)

Kebijakan represif terhadap kelompok Islam juga memicu tragedi Talangsari di Lampung.

Berdasarkan laporan Komnas HAM (2008), peristiwa ini menyebabkan 130 orang tewas, 77 orang diusir secara paksa, serta puluhan lainnya mengalami penyiksaan dan penganiayaan.

Baca juga: Daftar 40 Nama Tokoh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, ada Marsinah, Soeharto Hingga Gus Dur

5. Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh (1989-1998)

Kebijakan DOM Aceh diberlakukan setelah mendapat persetujuan langsung dari Soeharto.

Operasi ini bertujuan menumpas pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tetapi berdampak luas bagi warga sipil.

Laporan Komnas HAM (2003) mencatat sedikitnya 781 orang tewas, 163 hilang, 368 mengalami penyiksaan, dan 102 perempuan menjadi korban pemerkosaan selama operasi berlangsung selama satu dekade.

6. DOM Papua (1963-2003)

Soeharto juga disorot dalam operasi militer di Papua yang ditujukan untuk menumpas Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Berbagai tragedi terjadi di wilayah tersebut, seperti Teminabun (1966-1967) dengan 500 orang hilang, Kebar (1965) dengan 23 orang tewas, serta Manokwari (1965) dengan 64 orang dieksekusi.

Selain itu, dalam Operasi Tumpas (1970-1985) di Wamena Barat, tercatat pembantaian di 17 desa.

7. Peristiwa 27 Juli 1996

Peristiwa ini terjadi saat konflik internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Suryadi.

Soeharto mendukung DPP PDI pimpinan Suryadi dan menekan kelompok Megawati.

Kerusuhan di kantor PDI Jakarta Pusat menyebabkan 11 orang meninggal, 149 luka-luka, 23 orang hilang, dan 124 orang ditahan, menurut catatan Kontras.

GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Foto arsip Presiden ke-2 RI, Soeharto. Pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mendapat penolakan sejumlah pihak dikarenakan adanya sejumlah catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu. Pengamat menyebut Soeharto lebih tepat diberi gelar Pahlawan Kemerdekaan, Sabtu (8/11/2025).
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Foto arsip Presiden ke-2 RI, Soeharto. Pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mendapat penolakan sejumlah pihak dikarenakan adanya sejumlah catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu. Pengamat menyebut Soeharto lebih tepat diberi gelar Pahlawan Kemerdekaan, Sabtu (8/11/2025). (Dok. KOMPAS.com)

8. Penculikan dan penghilangan paksa (1997-1998)

Menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998, muncul aksi penculikan terhadap aktivis pro-demokrasi yang menentang kekuasaan Soeharto.

Sebanyak 23 aktivis diculik oleh satuan Kopassus di bawah operasi “Tim Mawar”.

Laporan Komnas HAM (2006) menyebutkan 9 orang dikembalikan, 1 meninggal dunia, dan 13 masih hilang hingga kini.

Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Umumkan Soeharto dan 9 Nama Tokoh Lainnya, Terima Gelar Pahlawan Nasional

9. Peristiwa Trisakti (12 Mei 1998)

Aksi mahasiswa Universitas Trisakti yang menuntut reformasi total berujung tragedi setelah aparat keamanan menembaki demonstran.

Empat mahasiswa, Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hertanto, tewas tertembak.

Peristiwa ini menjadi titik balik yang mempercepat kejatuhan Soeharto dari kekuasaan.

10. Kerusuhan Mei 1998 (13–15 Mei 1998)

Rangkaian kekerasan pasca Trisakti meluas menjadi kerusuhan nasional yang menewaskan ratusan orang dan menyebabkan ribuan bangunan terbakar.

Kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar ini disertai penjarahan, pembunuhan, penganiayaan, serta kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa.

Kontras menilai pemerintah saat itu membiarkan kekacauan sebagai bentuk “pembiaran politik”.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved