Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Terkini

Sosok Gus Dur yang Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional, Dikenal sebagai Tokoh Pluralisme

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
PROFIL GUS DUR - Penerima gelar pahlawan nasional yang dianugerahkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Prabowo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur.
  • Simak sosok dan karier Gus Dur.
  • Sejak kecil, Gus Dur dikenal gemar membaca. Sebagai presiden, Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralisme.

TRIBUNJATIM.COM - Berikut ini sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Gus Dur, Presiden ke-4 RI ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Penganugerahan dilakukan dalam upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

"KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah tokoh bangsa yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Indonesia," ujar pembawa acara saat Prabowo menyerahkan gelar pahlawan nasional kepada ahli waris Gus Dur.

Prabowo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur yang diserahkan kepada istrinya, Sinta Nur Wahid.

Baca juga: Sosok HOS Tjokroaminoto, Pahlawan Nasional yang Diziarahi Al Ghazali, Ternyata Sang Buyut

Berikut ini 10 nama yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Prabowo:

  1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
  2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik
  3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
  4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
  5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
  6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
  7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)
  8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
  9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)
  10. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi).

Baca juga: Marsinah Bakal Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional Tepat di Hari Pahlawan 10 November

Sosok Gus Dur

PROFIL GUS DUR - Penerima gelar pahlawan nasional yang dianugerahkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
PROFIL GUS DUR - Penerima gelar pahlawan nasional yang dianugerahkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)

Dikutip dari laman Perpustakaan Nasional RI, Gus Dur lahir di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940.

Ia merupakan putra sulung dari enam bersaudara. Ayahnya, KH Wahid Hasyim, dikenal sebagai tokoh penting pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara ibunya, Sholehah, adalah putri pendiri Pesantren Denanyar, KH Bisri Syamsuri.

Sejak kecil, Gus Dur dikenal gemar membaca. Ia menghabiskan banyak waktu di perpustakaan pribadi ayahnya maupun perpustakaan umum di Jakarta. Memasuki usia remaja, ia sudah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel, dan buku-buku sastra.

Selain membaca, ia juga menyukai sepak bola, catur, dan musik, bahkan sempat diminta menjadi komentator sepak bola di televisi.

Masa remaja Gus Dur dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo, Magelang, yang menjadi periode penting perkembangan intelektualnya.

Setelah menempuh pendidikan di Pesantren Tambak Beras, Jombang, Gus Dur melanjutkan studi ke Timur Tengah. Ia tercatat belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada 1964–1966, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Baghdad, Irak, hingga 1970. Ia juga sempat melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda.

Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur memilih berkarier sebagai pendidik. Pada 1971 ia mengajar di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng, Jombang.

Tiga tahun kemudian, pamannya KH Yusuf Hasyim meminta Gus Dur menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng. Pada periode ini pula ia mulai aktif menulis dan terlibat dalam berbagai kegiatan LSM, termasuk di LP3ES dan pendirian P3M yang fokus pada pengembangan pesantren dan masyarakat.

Pada 1979, Gus Dur hijrah ke Jakarta dan merintis Pesantren Ciganjur. Setahun kemudian, ia dipercaya menjadi wakil katib syuriah PBNU.

Di organisasi ini, Gus Dur banyak terlibat dalam diskusi lintas agama, suku, dan disiplin ilmu, sambil terus memperkuat kiprahnya di dunia pemikiran, kebudayaan, dan politik.

Momentum besar datang pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984, ketika Gus Dur terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Ia akhirnya melepas posisi tersebut ketika menjabat Presiden ke-4 RI, menggantikan BJ Habibie.

Sebagai presiden, Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralisme. Salah satu contohnya ketika mencabut larangan perayaan Imlek melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2001 yang menjadikan Imlek sebagai hari libur.

Namun masa jabatannya tidak berlangsung lama. Setelah memimpin selama 21 bulan, Gus Dur diberhentikan oleh MPR pada 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Delapan tahun kemudian, pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di usia 69 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved