Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Nasib 4 Sekolah Swasta Ditutup Pemkab Padahal Sudah Puluhan Tahun Berdiri, Tak Ada Murid Sama Sekali

Empat sekolah swasta ditutup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) baru-baru ini.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Ani Susanti
TribunLombok.com/Sirtupillaili
SEKOLAH SWASTA TUTUP - Foto ilustrasi terkait berita Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), melakukan penutupan 4 sekolah swasta karena tidak memiliki siswa atau peserta didik. 
Ringkasan Berita:
  • Penutupan empat sekolah swasta di Nusa Tenggara Barat (NTB)
  • Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur mengungkap alasan di balik penutupan tersebut
  • Kasus lain terkait sekolah

TRIBUNJATIM.COM - Kabar kurang baik kembali datang dari dunia pendidikan.

Empat sekolah swasta ditutup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) baru-baru ini.

Penyebabnya pun membuat miris.

Rupanya, empat sekolah itu sudah tak memiliki murid sama sekali.

Baca juga: Guru Mogok Ngajar Imbas Tunjangan, Sekolah Ditutup hingga Siswa Telantar, Pemerintah Belum Menjawab

Hal ini dibenarkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Disdikbud) Lombok Timur, Hasni.

"Penutupan 4 sekolah tersebut karena tak memenuhi standar penyelenggaraan pendidikan, alias tak lagi memiliki siswa," kata Hasni, Rabu (19/11/2025).

Ia mengatakan penutupan sekolah tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur.

Sekolah yang ditutup tersebut yaitu SD Islam Terpadu Ittihadul Ummah Al-Akbar di Lenek, Kecamatan Lenek, dan SD Islam Darul Khair NW Embung Ganang di Sambelia.

Selain itu, SMP IT Al-Wustho Telaga Waru di Kecamatan Pringgabaya, serta SMP IT Islahul Ummah Hidayatullah di Padag Guar, Kecamatan Sambelia.

"Keputusan ini bukan diambil secara mendadak, tetapi merupakan tindak lanjut dari usulan Unit Pelaksana Teknis (UPT) kecamatan, setelah melalui verifikasi lapangan secara komprehensif," kata dia, melansir dari TribunLombok via Kompas.com.

Dari hasil verifikasi tersebut, menurut Hasni, sekolah-sekolah tersebut tidak lagi memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan formal.

Bahkan beberapa di antaranya telah berdiri puluhan tahun, namun tidak menunjukkan perkembangan signifikan dari segi jumlah murid maupun kualitas layanan.

"Salah satu penyebab menurunnya minat masyarakat adalah persaingan ketat dengan sekolah lain yang dinilai lebih berkembang, baik dari segi fasilitas, kualitas tenaga pendidik, maupun program pembelajaran," katanya.

"Termasuk jarak antar-sekolah yang terlalu dekat juga membuat beberapa lembaga pendidikan kesulitan menarik peserta didik baru," katanya

Karena pendirian sekolah saat ini, menurut Hasni, ketentuannya sangat ketat, termasuk masalah jarak minimal 1,5 kilometer antar-sekolah, serta kecukupan populasi calon peserta didik.

"Sekolah yang ditutup justru berada sangat dekat dengan sekolah lain dan kurang diminati masyarakat. Kami berharap penutupan ini tidak mengganggu layanan pendidikan karena lembaga-lembaga lain di sekitar lokasi masih mampu menampung kebutuhan belajar siswa," katanya.

Temuan 11 Sekolah Fiktif

Sementara itu, pelaksana Tugas (PLT) Kepala Bidang Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Tolikara, Simson Wandik menemukan hal yang tak biasa saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah distrik di Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan.

Dalam kunjungan yang dilakukan, Simson Wandik menemukan sedikitnya 11 sekolah dasar negeri fiktif alias tak ada bangunan sekolah, rumah guru, dan sarana prasarana.

Namun, anehnya, 11 sekolah ini justru terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) lengkap dengan kepala sekolah, guru, dan siswanya.

Tak hanya itu, 11 sekolah ini pun menerima dana operasional selama bertahun-tahun tanpa adanya aktivitas belajar mengajar.

Adapun 11 sekolah fiktif itu antara lain SD Inpres Yogweme, SD Negeri Wina, SD Inpres Yali, SD Inpres Gelok, SD Negeri Gatini.

Kemudian, SD Negeri Tinalome, SD Negeri Abena, SD Inpres Umaga, SD Negeri Pokegi, SD Inpres Arigi, dan SD Negeri Kagineri.

“Setelah ditunjuk sebagai PLT Kabid SD di Dinas Pendidikan Tolikara, saya melakukan kunjungan ke beberapa distrik dan menemukan ada 11 sekolah negeri fiktif. Sekolah ini tidak ada gedung sekolah, rumah guru, apalagi sarana dan prasarana. Namun di Dapodik terdaftar lengkap, baik administrasi hingga operasional berjalan lancar,” katanya kepada Kompas.com pada Rabu (19/11/2025).

Baca juga: Guru SDN Cemas Baru Dapat 1 Murid dari SPMB 2025, Kades Sebut Ortu Tak Mau Berjudi Nasib Anaknya

Tak hanya sekolah negeri fiktif, Simson Wandik menemukan belasan sekolah dalam kondisi rusak parah dan harus direnovasi agar anak-anak bisa bersekolah di gedung yang layak.

“Dalam kunjungan itu, ada 30 sekolah yang saya datangi. Dari jumlah itu, saya mendapati bahwa 11 sekolah fiktif dan 19 sekolah lainnya rusak parah dan harus diperbaiki agar anak-anak kita di sana bisa sekolah dengan layak,” ujar dia. 

Akibat sekolah fiktif ini, kata Simson, ratusan anak tak bisa mendapatkan pendidikan karena hingga kini tak ada bangunan sekolah dan guru.

“Dampak dari sekolah fiktif ini, puluhan anak-anak kami tak bisa sekolah. Mereka tidak tahu menulis, membaca, menghitung, dan tentunya angka pengangguran semakin tinggi,” tuturnya.

Atas temuan sekolah fiktif dan rusak itu, Simson Wandik sudah melapor ke Bupati Tolikara dan menyurat ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk membantu proses pembangunan sekolah dan rehabilitasi bangunan sekolah yang rusak.

“Temuan kami sudah dilaporkan kepada Pak Bupati Tolikara dan kami juga menyurat ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Harapan kami agar Kemendikdasmen bisa membantu kami membangun sekolah yang baru dan merehabilitasi bangunan sekolah yang rusak,” tuturnya.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved