Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

UMKM di eks Lokalisasi Dolly Surabaya

Kisah Sutrisno Warga di Kawasan eks Dolly Temukan Harapan Baru Jadi Pelatih Batik

Kawasan eks Dolly tak hanya menyimpan cerita kelam masa lalu, tetapi juga kisah bangkitnya warga yang berusaha membangun hidup baru

|
Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Fikri Firmansyah
MEMBATIK - Aktivitas Sutrisno saat mengajar teknik membatik. Mantan pelaku usaha batik di eks Dolly ini kini berperan membina UKM baru binaan Pemkot Surabaya sebagai pelatih batik tulis. 

Ringkasan Berita:
  • Sutrisno, warga eks Dolly, kini beralih profesi sebagai pelatih batik di Rumah Batik Surabaya.
  • Pendapatan lebih stabil dengan gaji Rp4 juta per bulan serta jaminan BPJS Ketenagakerjaan.
  • Hidup lebih sederhana, namun ia merasa lebih barokah dan tenang dibanding masa lalu.

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Kisah Sutrisno (44), warga asli kawasan Putat Jaya Surabaya membagikan kisahnya jatuh bangun menjadi pengusaha di kawasan eks lokalisasi Dolly

Kawasan eks Dolly tak hanya menyimpan cerita kelam masa lalu, tetapi juga kisah bangkitnya warga yang berusaha membangun hidup baru setelah lokalisasi tersebut resmi ditutup pada 2014.

Sutrisno kini dikenal sebagai pelatih batik di Rumah Batik Surabaya.

Namun sebelum memegang profesi itu, perjalanan Sutrisno melalui dunia usaha tidak selalu mudah.

Pada 2014, saat Dolly ditutup, Sutrisno termasuk warga yang mengikuti program pemberdayaan Pemerintah Kota Surabaya.

Baca juga: Terjunkan Tim Gabungan, Pemkot Surabaya Bantu Lengkapi Adminduk Anak Eks Lokalisasi Dolly

Dari pelatihan hingga bantuan peralatan membatik, ia kemudian membuka usaha batik tulis bernama Alpujabar.

Usaha itu berkembang dan bertahan beberapa tahun, menjadi salah satu wajah baru eks Dolly yang mencoba meleburkan identitas lamanya.

“Waktu itu saya dapat bantuan peralatan lengkap. Dari situ saya mulai buka usaha sendiri,” kenangnya saat menceritakan kisahnya kepada Tribun Jatim Network, Selasa (18/11/25).

Namun menjalankan UKM batik di tengah lingkungan kota besar tidak semudah membatik di atas kain.

Baca juga: Ditinggal Kabur Temannya, Maling Motor Asal Bangkalan Jadi Bulan-bulanan Warga Kenjeran Surabaya

Dalam sehari-hari, pendapatan Sutrisno yang rata-rata hanya Rp3,5 juta harus dibagi untuk membayar pekerja dan membeli bahan baku.

Kondisi tersebut kemudian membuat penghasilan sebagai pemilik usaha tidak selalu stabil.

Usaha Alpujabar akhirnya berhenti pada 2018.

Namun bukan karena sepi pesanan atau gagal bersaing. Justru sebaliknya, Sutrisno memilih menutup usahanya demi memberi ruang bagi UKM binaan baru yang dibentuk Pemkot Surabaya.

“Kalau saya terus buka, nanti UKM baru kalah. Nama Alpujabar yang keluar terus. Saya tutup supaya mereka bisa muncul,” ujarnya.

Keputusan itu membawa Sutrisno pada peran baru: pelatih batik di Rumah Batik Surabaya yang berlokasi di Jalan Putat Jaya Barat VIII B No. 31, Kecamatan Sawahan, Surabaya.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved