Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Melukis untuk Menyembuhkan, Rahmawati Riree Bercerita dengan Kanvas

Rahmawati Riree sadar telah memiliki sosok yang akan terus mendengarkan ceritanya, yakni kanvas.

Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Elma Gloria Stevani
Surya/Sugiharto
Pelukis Rahmawati Riree menyelesaikan lukisannya di sebuah kaca di kawasan Ngagel Jaya Utara Surabaya, Kamis (2/1/2020). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejak 2015, Rahmawati Riree, seniman alumnus Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya (STKW), mengetahui bahwa dirinya menyandang bipolar.

"Sejak akhir 2015, saya rutin berobat ke psikiater. Suatu ketika, saya berada di titik yang paling rendah. Saya capek dengan berbagai masalah yang kompleks," kata Rahmawati Riree saat ditemui wartawan TribunJatim.com dalam pameran tunggalnya di Co'lab Space, Kamis (2/1).

Ketika itu, Rahmawati Riree menelan langsung 23 pil dari dokter.

Hampir overdosis, Rahmawati Riree mengatakan.

Untungnya nyawanya masih tertolong.

"Setelah 20 jam, saya baru sadar. Waktu itu dirujuk ke RSJ Menur. Selang lima hari, saya pulang. Saat itu saya sudah cuti kuliah dan tidak lagi berkegiatan. Berbagai pengobatan alternatif juga saya jalani, tapi hasilnya tidak maksimal," kata Rahmawati Riree.

Saat titik rendahnya itu, perempuan 23 tahun ini mengatakan, orang-orang di sekitarnya datang silih berganti.

Pada akhirnya, ia merasa percuma panjang lebar bercerita.

Toh, ujung-ujungnya mereka pergi.

Baru Empat Bulan Keluar dari Penjara, Residivis Surabaya Kuras Rp 800 Ribu dan HP dari Toko Bangunan

Eksekusi Gedung Astranawa Surabaya, SCWI Temukan Unsur Gratifikasi: Harusnya Jadi Aset Pemkot

Sampai akhirnya Rahmawati Riree sadar telah memiliki sosok yang akan terus mendengarkan ceritanya, yakni kanvas.

"Pada 2016, saya mulai merasa bahwa melukis ialah medium (penyembuhan) bagi saya. Ketika orang-orang datang dan pergi, kanvas tetap ada. Saya ngerasa ngrobol sama mereka," katanya.

Emosi-emosi yang dulu ia lampiaskan dengan cara membuang barang, memecahkan kaca, dan lainnya, bisa tereduksi gara-gara melukis.

Bongkar Pasang Pejabat di Lingkungan Polda Jatim, 13 Pejabat Dimutasi

Puluhan Papan Reklame Bodong Dibongkar Paksa Satpol PP Kota Mojokerto

Pelukis Rahmawati Riree menyelesaikan lukisannya di sebuah kaca di kawasan Ngagel Jaya Utara Surabaya, Kamis (2/1/2020).
Pelukis Rahmawati Riree menyelesaikan lukisannya di sebuah kaca di kawasan Ngagel Jaya Utara Surabaya, Kamis (2/1/2020). (Surya/Sugiharto)

"Emosinya tersalurkan lewat melukis, meskipun memang dengan marah dan sebagainya. Saya merasa perlu berterima kasih kepada kanvas karena menyelamatkan saya," tuturnya.

Saat itu, Rahmawati Riree belum mengenal istilah art theraphy (terapi psikis menggunakan seni sebagai media).

Istilah tersebut baru ia dengar pada tahun 2018.

"Tahunya istilah itu ketika saya magang. Saya cerita-cerita ke psikiater juga dianjurkan untuk melukis," ungkapnya

Sejak tahun 2014 hingga tahun 2018, seniman kelahiran 26 Januari 1996 ini mengusung konsep goa pada karya lukisnya.

"Saya suka warna biru. Kemudian saya mencari objek yang identik dengan warna tersebut. Ketemulah goa," katanya.

Selain itu ada empat poin yang melatarbelakanginya.

Poin pertama, goa Rahmawati Riree ibaratkan sebagai diri sendiri.

"Goa ialah ruang kosong. Orang bisa datang silih berganti. Saya merasa sendiri dan hampa. Saat itu tidak ada teman bercerita," kata Rahmawati Riree.

Gara-gara Anak Bawa Lilin, Mobil Toyota Kijang Hangus Terbakar di Trenggalek

Tampil Cerah dengan White Laser dari Profira Aesthetic & Anti Aging Clinic Trunojoyo

Poin kedua, goa merupakan sebutan untuk diri sendiri (gua) yang digunakan masyarakat, khususnya Jabodetabek.

"Oleh karena itu, saya (Rahmawati Riree) ingin mendeklarasikan bahwa goa (gua) ialah saya," kata Rahmawati Riree

Poin ketiga, goa merupakan tempat yang pas untuk menyepi, di samping sebagai tempat wisata.

Sebagai penyandang bipolar, Rahmawati Riree memerlukan meditasi dengan cara menghadap kanvas.

"Poin keempat, yakni berangkat dari istilah goa kenikmatan yang merupakan istilah untuk vagina. Kebanyakan anggota keluarga saya ialah perempuan sehingga mungkin alam bawah sadar saya lebih familiar dengan perempuan," paparnya.

Namun, sejak 2018 hingga sekarang, bentuk yang Rahmawati Riree usung mengarah ke repetisi garis.

Hal itu tak lepas dari sosoknya yang juga gemar menulis jurnal.

"Suatu ketika, ada dosen yang bilang kenapa medianya (buku jurnal) nggak diganti ke seni rupa. Akhirnya menulis buku di jurnal saya ganti melukis garis di kanvas. Oleh karena itu bentuknya menyerupai garis-garis," Rahmawati Riree menyampaikan.

Meski berbeda bentuk dan warna, namun lukisan-lukisan karya Riree cenderung tampak gelap.

Rekomendasi White Laser dari Profira Aesthetic & Anti Aging Clinic Mampu Menghilangkan Bekas Jerawat

Apa Perbedaan Lingkaran Hitam di Bawah Mata dan Kantung Mata? Simak Cara Menghilangkannya!

"Mungkin warna tersebut menggambarkan yang saya rasakan selama ini, ketika sedih dan berada pada kondisi yang sangat down," ungkap Rahmawati Riree.

Meski demikian, selalu ada warna ikonik yang menggambarkan kondisi hatinya.

Misalnya, warna merah muda yang dipilihnya ketika jatuh cinta dan warna tosca ketika berada pada kondisi yang paling bawah.

"Rona lukisannya tergantung suasana perasaan. Karena saya sedang jatuh cinta dan tidak ingin mengatakannya ke orang lain, ya ceritanya ke melalui lukisan," kata Rahmawati Riree.

Rahmawati Riree berharap yang ia lakukan bisa menular kepada para penyintas kesehatan mental lainnya.

"Seburuk apapun situasinya, sesakit apapun rasanya, pasti ada keindahan di baliknya. Kalau merasa ingin meluapkan sesuatu, luapkan melalui gambar, melalu lukisan. Nanti jika sudah terkumpul, kita akan tahu ciri khas kita," pungkasnya.

Ingat! Tilang Elektronik di Surabaya Akan Diterapkan Mulai Januari 2020

Daftar Lengkap UMSK di 5 Wilayah Jawa Timur yang Sudah Berlaku di Tahun 2020

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved