Siswa Bunuh Begal di Malang
Siswa yang Aniaya dan Bunuh Begal di Malang Dibina LKSA Darul Aitam Setelah Putusan Hukum Inkracht
Terdakwa pembunuh begal, ZA (17) rencananya akan ditempatkan di LKSA Darul Aitam setelah putusan hukumnya berkekuatan tetap (inkracht).
Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Elma Gloria Stevani
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Kukuh Kurniawan
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Terdakwa pembunuh begal, ZA (17) rencananya akan ditempatkan di LKSA Darul Aitam setelah putusan hukumnya berkekuatan tetap (inkracht).
"Harus inkracht dahulu putusan hukumnya. Saat ini putusannya tersebut masih belum inkracht sehingga kita belum bisa melaksanakannya," ujar Pembimbing Kemasyarakatan (PK ) Madya Balai Pemasyarakatan Malang, Indung Budianto kepada TribunJatim.com usai persidangan, Kamis (23/1/2020).
Indung Budianto menjelaskan, ZA tetap bersekolah seperti biasa meskipun ditempatkan di LKSA Darul Aitam.
"Jadi di dalam LKSA Darul Aitam, ZA masih bisa bersekolah di tempat sekolahnya. Namun untuk tempat tinggalnya sementara ada di LKSA, jadi mirip seperti anak kos lah," jelasnya.
Dan di dalam LKSA Darul Aitam tersebut nantinya ZA akan menjalani kegiatan pembinaan mental dan keagamaan seperti mengaji dan shalat berjamaah layaknya mengikuti pondok pesantren.
Dalam kesempatan tersebut, Indung Budianto juga menambahkan, bahwa kondisi psikis ZA tidak terlalu terguncang.
"Memang terguncang tapi sifatnya hanya ringan saja. Namun bila memang dibutuhkan bantuan psikologi maka akan kita berikan bantuan psikolog dari Bapas Malang," pungkasnya.
• Siswa Bunuh Begal di Malang, Hakim Tolak Alasan Noodweer atau Membela Diri, Ada Unsur Penganiayaan?
• Kondisi Kejiwaan Siswa Bunuh Begal di Malang Saat Sidang Putusan, Bapas: Normal, Tapi Dia Shock
Informasi sebelumnya, remaja berinisial ZA yang membunuh seorang begal di Malang divonis satu tahun pembinaan di LKSA Darul Aitam.
Selama di LKSA Dairul Aitam, remaja berusia 17 tahun itu akan dibina layaknya santri.
Adapun LKSA Darul Aitam berada tepat di Jalan Raya Klakah RT 1 RW 1 Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Jika melihat kasus ZA, mungkin sebagian dari pembaca mempertanyakan mengapa ZA dikenai hukuman meski posisinya sebagai korban begal.
• Divonis Setahun Pembinaan di LKSA Darul Aitam Malang, Siswa Bunuh Begal Bakal Dibina Layaknya Santri
• Siswa Bunuh Begal di Malang Dituntut Setahun Pembinaan, Pihak LKSA Darul Aitam Belum Dapat Informasi
Padahal jika dilihat secara hukum, korban seharusnya tidak bersalah dan tidak dikenai hukuman.
Pun secara hukum, Noodweer atau membela diri boleh dilakukan ketika nyawa seseorang terancam.
Sebelum beranjak lebih jauh, alangkah baiknya jika kita mengetahui pengertian dari 'Noodweer'.
Dilansir dari HukumOnline.com, noodweer atau pembelaan terpaksa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu noodweer (pembelaan terpaksa) dan noodweer-exces (pembelaan darurat yang melampaui batas) terdapat dalam Pasal 49 KUHP berbunyi:
- Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
- Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Namun, Humas Pengadilan Negeri Kepanjen Yoedi Anugrah Pratama menerangkan ada pertimbangan Majelis Hakim, yang membuat pasal 49 ayat 1 KUHP tentang pembelaan diri atau noodweer tidak terbukti, Kamis (23/1/2020).
"Ini tidak hanya keadilan bagi pelaku tapi keadilan bagi korban. Baik juga pada masyarakat pada umumnya. Kami melihat tetap pada titik beratnya. Dalam dakwaanya kemarin, ada unsur penganiayaan yang menyebabkan korban (Misnan) meninggal dunia," ujar Humas Pengadilan Negeri Kepanjen, Yoedi Anugrah Pratama saat ditemui.
Unsur menghilangkan nyawa seseorang lewat penganiayaan lebih tampak.
Sehingga Majelis Hakim menyebut ZA terbukti bersalah sesuai pasal 351 KUHP.
Karena ZA berusia di bawah umur atau kategori perkara anak, Majelis Hakim memutuskan untuk dilakukan pembinaan, di LKSA Darul Aitam Wajak.
"Itu sudah dalam pertimbangan majelis hakim. Maka dari itu dipilih dilakukan pembinaan. Hakim sudah membuat pertimbangan," kata Yoedi yang juga seorang hakim itu.
Jangka waktu pembinaan selama satu tahun, terdapat alasan menyertai. Yoedi menerangkan, putusan pembinaan selama satu tahun dirasa cukup.
• BREAKING NEWS - Siswa Bunuh Begal di Malang Jalani Sidang Putusan di Pengadilan Negeri Kepanjen
• Disebut untuk Membina Siswa Malang Bunuh Begal, LKSA Darul Aitam:Tak Ada Metode Khusus Pembinaan ABH
"Kenapa satu tahun, mungkin dirasa rentang waktu tersebut dirasa cukup bagi anak agar dapat memperbaiki dirinya. Namun menghilangkan nyawa orang termasuk kategori berat," kata Yoedi.
Di sisi lain, kuasa hukum ZA, Bhakti Riza menerangkan pihaknya masih pikir-pikir selama 7 hari, menyikapi hasil putusan sidang kliennya.
"Kami tidak menerima dan kami tidak menolak. Yang jelas kami hormati prosedur hukum di pengadilan. Kami masih pikir-pikir dalam waktu 7 hari. Kami akan berunding dengan pihak keluarga," kata Bhakti.
Bhakti mengungkapkan kekecewaanya, terkait hakim tidak mempertimbangkan adanya 49 ayat 1 KUHP tentang pembelaan diri atau noodweer.
Menurutnya, ZA melakukan tindakan tersebut karena responsif.
"Di situ ada ancaman pemerkosaan, ancaman diberikan hartanya, sehingga ZA melakukan pembelaan,"
Dengan adanya putusan tersebut, harapan sebelumnya mendapat​ putusan lepas atau onslag​ van recht vervolging pupus.
• Keluarga Siswa Bunuh Begal di Malang Berharap Putusan Hakim Seadil-adilnya
• Sidang Putusan Siswa SMA Bunuh Begal di PN Kepanjen Dijaga Jajaran Polres Malang
"Kami masih berunding dulu," tutupnya.
Penulis: Kukuh Kurniawan
Editor: Elma Gloria Stevani