Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bakal Gugat Aturan Rapid Test, Cak Sholeh Sebut Perketat Protokol Kesehatan Jauh Lebih Baik

Muhammad Sholeh dalam overview live Tribunnews.com, Kamis (2/7/2020) mengaku lebih baik memperketat protokol kesehatan.

Penulis: Akira Tandika | Editor: Taufiqur Rohman
TRIBUNJATIM.COM/AKIRA TANDIKA
tangkap layar overview live Tribunnews.com, yang mengangkat tema "Terjepit Biaya Tes Rapid", Kamis (2/7/2020). Dalam overview tersebut, turut hadir Juru Bicara Satgas COVID-19 RS UNS Tonang Dwi Ardyanto dan Advokat Muhammad Sholeh 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Akira Tandika

TRIBUNJATIM.COM, Surabaya - Pengacara penggugat aturan rapid test, Muhammad Sholeh dalam overview live Tribunnews.com, Kamis (2/7/2020) mengaku lebih baik memperketat protokol kesehatan daripada meminta masyarakat untuk sering melakukan rapid test.

Terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan ke luar kota.

Bagi pria yang akrab disapa Cak Sholeh itu, mematuhi protokol kesehatan saja sudah cukup daripada harus mengeluarkan banyak biaya untuk melakukan rapid test.

Diparkir Sebentar Pemilik di Depan Rumah, Honda Vario Cewek Surabaya Raib Seketika, Digondol Maling

Sistem Reimburse BPJS Buat Pasien Covid-19, Gubernur Khofifah Tegaskan Cukup Sekali Swab Negatif

"Kita bicara kondisi ekonomi masyarakat, setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini setengah lumpuh. Orang masih takut keluar kota dan belum tentu punya duit apalagi diperberat aturan yang mahal," terangnya.

Menurut Cak Sholeh, berdasar aturan Menteri Kesehatan, melakukan social distancing dan memberlakukan protokol kesehatan saja sudah cukup aman.

"Menjaga protokoler kesehatan termasuk juga menjaga imunitas tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Jangankan Covid-19, kita pun tidak akan terkena flu jika memiliki imunitas tinggi," imbuhnya.

Ngopi Bareng, Tokoh Lintas Sektoral di Gresik Berkomitmen Jaga Persaudaraan dan Kerukunan

Curhat Calon Mahasiswa Soal Wajib Bawa Hasil Rapid atau Swab Buat UTBK SBMPTN, Tak Semua Orang Mampu

Selain itu, Cak Sholeh juga membicarakan tentang perekonomian masyarakat yang sangat tidak memungkinkan mereka untuk melakukan rapid test secara rutin.

"Kita bicara kondisi ekonomi masyarakat. Pasca PSBB ini setengah lumpuh. Orang masih takut keluar kota dan belum tentu punya duit apalagi diperberat aturan yang mahal," ujarnya.

Cak Sholeh juga menyorot adanya perbandingan harga yang mencolok antara rumah sakit dan maskapai dalam menyediakan layanan rapid test.

Ia menanyakan, seberapa akurat kualitas dari rapid test dengan berbeda harga itu.

Kedapatan Simpan Sabu, 2 Pria Ini Dibekuk Polsek Wiyung

Masuk New Normal, Meeber Teknologi Beri Solusi Bisnis Baru Lewat Contactless Store

"Di luar negeri ini nggak ada aturan rapid test. Ini yang berbicara anggota ombudsman nasional," tutur Cak Sholeh.

Menurutnya, sebagai warga negara perlu menguji dan mengoreksi hal tersebut.

Advokat kondang ini mengaku rapid tes tidak ada gunanya.

Apalagi dibebankan kepada calon penumpang baik pesawat maupun kereta api.

Pemkab Malang Buka Wacana Pintu Masuk TNBTS Dipindah ke Jemplang, Bupati Sanusi Beber Alasannya

"Pekan lalu di salah satu stasiun televisi nasional ada diskusi dengan pakar epidimologi. Dia mengatakan rapid test tidak ada gunanya. Menurutnya, yang bagus itu anti-gen. Saya melihatnya begini, rapid test massal sudah dilakukan pemerintah, kemudian diwajibkan ke penumpang yang akan melakukan perjalanan. Ini tidak logis. Kalau saya di mall apa jaminannya. Nanti muncul lagi bisa-bisa keluar rumah rapid test lagi," terangnya.

Oleh karenanya, menurut Cak Sholeh sangat tidak tepat bila gugus tugas Covid-19 turut mewajibkan rapid test bagi calon penumpang.

Padahal Kemenhub dan Kemenkes tidak mewajibkan hal tersebut.

Jual Sabu 0,32 Gram, Remaja di Gresik Dituntut Hukuman Delapan Tahun Penjara

Reaksi Calon Mahasiswa Soal Aturan UTBK SBMPTN Bawa Hasil Rapid atau Swab, Syok dan Memberatkan

Rencananya, Senin (7/7/2020) pekan depan, Cak Sholeh akan menggugat kebijakan rapid test ke Ombudsman agar dihapus.

"Kita akan mendatangi Ombudsman, supaya mencabut surat edaran nomor 7 dan 9. Kalau memang ada masukan yang harus dilalui operator. Bukan domain gugus tugas. Setelah itu kami tetap bersuara supaya Mahkamah Agung (MA) segera memutus gugatan kita. Supaya ada kepastian hukum untuk puluhan ribu calon penumpang dan masyarakat," tandasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved