Ibu Nangis Anaknya Stres Korban PPDB Zonasi, Wadul ke DPRD Jember, Siswa Rumah Jauh Malah Diterima
Seorang ibu rumah tangga menangis ketika berkeluh kesah kepada Komisi D DPRD Jember, Kamis (2/7/2020).
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Seorang ibu rumah tangga menangis ketika berkeluh kesah kepada Komisi D DPRD Jember, Kamis (2/7/2020).
Ibu rumah tangga bernama Dwi Riska itu mengeluhkan tentang sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA di Kabupaten Jember.
Dwi meneteskan air mata, dan sesenggukan ketika menceritakan kondisi psikologis sang anak ketika tidak diterima di sebuah SMA Negeri di Kelurahan/Kecamatan Sumbersari.
Dwi menuturkan, anaknya berkeinginan masuk ke sebuah SMA negeri di Kelurahan Sumbersari.
• PPDB SMA/SMK Negeri Usai, Daftar Ulang Otomatis: Dianggap Mengundurkan Diri Jika Buat Pernyataan
Jarak SMA itu ke rumahnya yang ada di Jl Baturaden Kecamatan Sumbersari hanya 1,5 Km. Tetapi anaknya tidak diterima masuk ke SMA tersebut.
Usut punya usut, dan dari penuturan sang anak, teman-teman anaknya yang rumahnya jauh dari SMA tersebut malah diterima.
Dwi menyebutkan, teman anaknya yang berasal dari Kecamatan Ajung dan Wuluhan malah diterima. Padahal secara jarak, rumah mereka lebih jauh.
"Ternyata karena mereka memakai surat keterangan domisili (SKD) dengan jarak lebih pendek ke SMA itu, hanya ratusan meter. Padahal mereka sebenarnya rumahnya ada di Ajung, di Wuluhan yang itu jaraknya sudah puluhan kilometer dari sekolah. Karena anak saya tidak diterima di SMA itu sekarang stres, nangis sendiri, lebih banyak menyendiri. Gimana perasaan sebagai seorang ibu melihat anaknya seperti itu," ujar Dwi.
• Emosi Cewek Ditinggal Nikah Mantan, Hantam Mempelai Pria Sampai Nangis, Ending Malah Mengharukan
• Inikah Pesan Terakhir Aleesya untuk Laudya? Diposting Erra Fazira, Panggilan Khusus Bella Terekspos
Dwi mengatakan, indikasi pemalsuan dan manipulasi SKD itu terjadi secara massif pada PPDB SMA tahun ini.
Mereka yang memakai SKD itu ditengarai memanfaatkan celah jalur zonasi, yang membolehkan SKD tanpa adanya verifikasi faktual terhadap alamat tersebut.
Akibatnyanya, sejumlah anak menjadi korban zonasi. Anak yang rumahnya hanya berjarak 1 Km dari sekolah, kalah sama mereka yang memakai SKD.
"Anak yang rumahnya dekat, dan memang rumahnya asli sekitar sekolah kan tidak perlu pakai SKD, karena KTP dan KK sudah menunjukkan jarak rumah," imbuhnya.
• PPDB SMPN Tulungagung 2020, SMPN 2 Rejotangan Cuma Dapat 3 Siswa, 28 Sekolah Lain Masih Kekurangan
Kepada anggota Komisi D, Dwi meminta ada keadilan bagi mereka yang menjadi korban zonasi.
Dwi menegaskan supaya ada PPDB ulang, adanya verifikasi faktual terhadap SKD, juga adanya anulir kepada mereka yang diketahui memanipulasi SKD atau memalsukan data domisili.
Dwi mengadu ke KOmisi D tidak sendiri. Dia bersama belasan orang tua yang tergabung dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Popena) Jember.
Popena Jember menitikberatkan keluhan mereka terhadap indikasi adanya pemalsuan atau manipulasi SKD untuk masuk ke SMA negeri di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari.
• Banyak Siswa Tulungagung Gagal Lolos PPDB Jalur Zonasi, Dipicu Numpang KK, Dewan: Harus Ada Aturan
Mereka yang mengadu ke Komisi D itu rata-rata, rumahnya hanya berjarak 1 - 1,5 Km dari SMA negeri di Kelurahan Sumbersari. SMA negeri tersebut dikenal sebagai SMA favorit di Jember.
Dwi menambahkan, anaknya kini diterima di SMA negeri yang jaraknya lebih jauh. Namun anaknya tidak mau masuk ke SMA tersebut.
Sementara itu, Dikcy, warga Jl Gatot Subroto mengatakan, rumahnya hanya berjarak sekitar 1,1 Km dari salah satu SMA Negeri di Kelurahan Sumbersari.
Nasib anaknya seperti halnya nasib anak Dwi. Anaknya tidak diterima di SMA itu, karena kalah dengan beberapa anak lain yang diketahui berasal dari kecamatan di luar Sumbersari.
• Daftar Ulang PPDB Japres Hari Ini Terakhir, Dindik Surabaya: Tak Lolos Bisa Lanjut Daftar Zonasi
"Karena berbekal SKD itu. Ada seorang anak yang rumahnya Kecamatan Wuluhan (berjarak sekitar 20 Km) malah bisa masuk. Karena dia ngikut pada alamat sebuah tempat di dekat SMA itu, hanya berjarak beberapa puluh meter saja. Bisa ngikut di alamat itu berbekal SKD. Sedangkan saya yang jelas rumahnya hanya berjarak 1,1 Km dari sekolah itu, malah anak saya tidak masuk. Sekarang anak saya diterima di SMA yang jaraknya lebih jauh dari rumah. Anak saya sebenarnya tidak mau, harus merayu supaya dia mau," ujarnya.
SKD tersebut dikeluarkan oleh pihak kelurahan atau desa. SKD bisa dikeluarkan, jika warga bersangkutan sudah tinggal di daerah setempat lebih dari enam bulan.
Itu pun juga harus disertai dengan keterangan pihak RT dan RW. Sebab pihak RT dan RW yang dipercaya mengetahui jika warga yang bersangkutan memang benar-benar tinggal di daerah setempat.
Tetapi Popena menemukan indikasi manipulasi SKD, berupa bahwa yang bersangkutan sebenarnya tidak tinggal di alamat tertera.
• Advokat Surabaya Gugat Kebijakan Rapid Test Bagi Calon Penumpang ke Ombudsman, Minta Tak Diperberat
Nama dalam SKD ditengarai merupakan 'titipan' di alamat disebut yang terletak berjarak dekat dengan SMA yang hendak dituju.
"Karenanya, kami meminta ada tindaklanjut dugaan manipulasi KK dan SKD yang terjadi di wilayah Sumbersari. Kedua, menuntut Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk memverifikasi faktual KK dan SKD bagi siswa yang lolos PPDB SMA Negeri di Jember," tegas Ketua Popena David K Susilo.
Tuntutan ketiga, jika terdapat unsur bukti yang mengarah kepada manipulasi data kependudukan, supaya diselesaikan melalui jalur hukum.
Keempat, mereka menuntut PPDB sistem zonasi yang berdasarkan jarak dan keabsahan KK bukan SKD.
• Aturan Rapid Test Bagi Penumpang Disebut Advokat Surabaya M Sholeh Tak Ada Gunanya: Nggak Jamin
Ketua Komisi D DPRD Jember Hafidi menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti keluhan warga tersebut.
"Kami akan menindaklanjuti ini, termasuk melakukan rapat gabungan dengan Komisi A, karena ini berkaitan dengan kependudukan. Persoalan ini harus diusut tegas untuk perbaikan ke depan," tegas Hafidi.
Meskipun hanya melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi D, para orang tua itu membawa poster, dan banner besar menyuarakan ketidakadilan sistem zonasi pada PPDB SMA.
Penulis: Sri Wahyunik
Editor: Arie Noer Rachmawati