Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Taruna Merah Putih Jatim Sebut Kunjungan Ganjar ke Surabaya Bukan Napak Tilas Biasa

Perjuangan Kota Pahlawan untuk diakui sebagai tempat kelahiran Sang Proklamator bukanlah langkah yang mudah.

Editor: Januar
Istimewa/ TribunJatim.com
Wakil Sekretaris Taruna Merah Putih Jawa Timur, Tarmuji 

Berdirinya Posko Pandegiling dipicu terjadinya Kongres PDI dari faksi Soerjadi, Buttu Hutapea, Fatimah Ahmad dan Latief Pudjosakti, di Medan, April 1996.

"Tujuan kongres, mendongkel Megawati Soekarnoputri dari Ketua Umum DPP PDI Megawati Soekarnoputri. Pemerintahan Orde Baru disebut santer mensponsori, melindungi dan memfasilitasi kongres," urai Tarmuji.

Megawati sendiri terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI, tahun 1993, dalam Kongres Luar Biasa di Asrama Haji, Sukolilo, Kota Surabaya.

"Masa-masa itu, dikenang sebagai fase sulit nan panjang, yang menggembleng PDI Pro Mega. Karena mereka hidup di bawah pengawasan dan tekanan keras militer dan birokrasi. Bahkan, salah satu tokoh PDIP Surabaya yaitu Bambang DH sempat terkurung di posko tersebut beberapa hari karena dikepung aparat.Jika di Jakarta pecah Tragedi 27 Juli 1996 (Kudatuli), yang menelan banyak korban, di Kota Surabaya terjadi, Minggu 28 Juli 1996. Banyak korban ditangkap dan mengalami tindakan represif," jelas pria yang juga manta jurnalis ini.

Di Posko Pandegiling pula, para eksponen dan warga PDI Pro Megawati dipimpin oleh Ir Sucipto dan L Soepomo melakukan cap jempol darah.

Itu terjadi tahun 1996 dan 1999. Kemudian, berlangsung lagi tahun 2004, saat Pemilihan Presiden.

Sementara Balai Pemuda, tempat yang juga menjadi titik temu para pendukung Ganjar Pranowo, tak kalah bersejarah dengan lokasi lain.

Mengutip buku "Surabaya: Di mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?” karya Ady Setyawan, Frank Clune mencatat, Simpang Club dikenal sebagai tempat eksekutif dan mewah bagi warga Belanda dan tamu Eropa lainnya. Mereka yang gemar bermain tenis, billiard, dansa atau bermain kartu akan berkumpul di Simpang Club.

Di halamannya terdapat dua papan hitam dengan tulisan cat putih bertuliskan kalimat yang senada. “Verboden voor Inlander en hond!”.

Bila diartikan dalam bahasa mengatakan “Dilarang masuk bagi pribumi dan anjing”.

Menurut Tarmuji, tulisan dalam papan ini dinilai sangat merendahkan, diskriminatif dan sangat rasialis.

Walau demikian, tulisan pada papan plakat ini, juga mendapat tentangan dan protes dari beberapa orang Belanda.

"Balai Pemuda di era Orde Baru terkenal sebagai tempat pameran dan hiburan dengan adanya bioskop mitra yang cukup terkenal," ujarnya.

Sementara itu, menurut pemerhati sejarah dari Begandring Surabaya, Kuncarsono Prasetyo, di era Walikota Bambang DH, dilakukan pengembalian fungsi sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda melalui aktivitas seni kebudayaan.

Bambang DH memang diketahui menghentikan kerjasama dengan EO sekaligus membongkar bioskop Mitra untuk dijadikan gedung seni yang bisa dimanfaatkan sampai sekarang.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved