Berita Surabaya
Penyandang Disabilitas Bekali Gakin Skill Jahit Bikin Seragam, AH Thony: Langkah Cerdas Surabaya
Sebanyak 21 penyandang disabalitas berpengalaman di Surabaya membekali 42 warga dari keluarga miskin (gakin) skill menjahit.
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nuraini Faiq
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA -
Sebanyak 21 penyandang disabilitas berpengalaman di Surabaya membekali 42 warga dari keluarga miskin (gakin) skill menjahit.
Ke-21 karyawan Asyadina, rumah konveksi di Simo Sidomulyo, Kecamatan Sawahan ini, mengajari warga kurang mampu itu membuat baju dan seragam.
Pemkot Surabaya melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan dinas teknis terkait, menggandeng Asyadina dan berhasil mengangkat para penyandang disabilitas menjadi pribadi-pribadi terampil.
Kini mereka menularkan ilmu dan keterampilan menjahitnya kepada warga gakin.
Baca juga: HJKS 730, Natalia Soetjipto Kolaborasi dengan Pemkot Surabaya
"Ini sangat kami apresiasi. Pemkot Surabaya telah menunjukkan langkah cerdas dan taktis dalam memberdayakan warga gakin. Kalau sudah punya skill, mereka semakin berpengharapan," kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A Hermas Thony, Minggu (11/6/2023).
Pimpinan DPRD ini mengunjungi rumah konveksi Asyadina, Sabtu (10/6/2023) lalu.
Sebuah rumah untuk pemberdayaan masyarakat dari keluarga kurang mampu atau gakin. Selama 4 hari, sebanyak 42 warga gakin dari sejumlah kecamatan seperti Sawahan dan Sukomanunggal mengikuti kursus menjahit ini.
Thony menaruh hormat kepada pihak-pihak terkait hingga mengantarkan para penyandang disabilitas yang kini mahir bikin baju.
Asyadina kemudian merekrutnya menjadi karyawan konveksi. Lebih mulia lagi, kini dilakukan program pemberdayaan masyarakat gakin dalam meningkatkan ekonomi.
Baca juga: Warga di Rungkut Sambat Urus Perizinan Masjid Masih Sulit, ini Solusi dari Pemkot Surabaya
AH Thony menyebut ada kecerdasan hati dan pikiran dalam program pemberdayaan warga yang secara fisik kurang sempurna maupun warga dari keluarga kurang mampu ini. DPRD menaruh empati atas pemberdayaan keduanya.
"Ada kolaborasi dan sinergi dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di kota dengan banyak perusahaan, banyak pusat perbelanjaan, dan banyaknya pusat ekonomi, maka saya yakin upaya pengentasan kemiskinan bisa dilakukan secara berkelanjutan," katanya.
Politisi Gerindra ini meminta kepada Pemkot Surabaya untuk selalu mendampingi gakin usai mendapatkan skill seperti menjahit.
Tujuannya, agar mereka lebih percaya diri dalam mendapatkan income melalui skill atau keterampilannya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, semua kegiatan dari Pemkot Surabaya saat ini telah melibatkan UMKM.
Misalnya, pengadaan seragam, kemudian makanan atau jajanan. Dan ketika sudah melibatkan UMKM di dalam wilayah sendiri, tentu Pemkot Surabaya tidak perlu lagi mengadakan barang yang berasal dari luar Surabaya dengan alasan lebih murah.
"Sekarang sudah ada tenaga yang bisa membuat seragam walaupun sedikit mahal (harganya), saya pikir tidak ada salahnya untuk memesan ke warganya sendiri yang sudah terlatih. Ini semata-mata untuk pemberdayaan dan meningkatkan ekonomi warga," ujarnya.
Yeni Ria, seorang peserta pelatihan gakin mengaku sudah mengikuti pelatihan selama 4 hari dan dilatih oleh penyandang disabilitas yang profesional. Dia mengaku selama ini belum pernah menjahit.
Ketika dilatih, Yeni mengaku tak ada kendala, bahkan mudah dipahami. Namun diakui bahwa ada keterbatasan dalam hal penyampaian secara langsung. Sebab rata-rata mentor disabalitas adalah tuna rungu dan wicara. Ada juga yang tuna grahita.
"Saya ikut untuk menambah pengalaman. Mudah-mudahan bisa menjadi bekal untuk menambah penghasilan," ujar Yeni.
Perempuan warga Kecamatan Sukomanunggal itu mendapatkan pelatihan mulai dari memotong kain, membuat pola, gambar hingga menjahit. Dia berharap nantinya bisa mendapatkan penghasilan tetap dari usaha menjahit.
Bikin Kaus Tembus Luar Negeri
Sementara itu owner rumah konveksi Asyadina, Muta'alliqu Rusydina menjelaskan, awal merekrut penyandang disabilitas karena kesulitan mencari pekerja.
Karena UMKM miliknya merupakan binaan dari Pemkot Surabaya, sehingga ia memilih untuk mencari orang yang mau bekerja dari data dan info dari Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) dan Dinas Sosial (Dinsos).
"Karena kita binaan Pemkot Surabaya, jadi pekerjanya harus warga Surabaya. Akhirnya, bertemulah dengan anak muda yang terampil ini. Lalu berkembanglah, kami juga merekrut teman-teman disabilitas secara getok tular. Sekalian kami mewadahi mereka yang mempunya skill," terang Mita, sapaan akrabnya.
Para disabilitas itu telah bekerja selama 8 bulan. Mereka semula didampingi pegawai yang di luar disabilitas sebanyak 4 orang. Mereka dengan telaten mengajari hingga terbentuk karakter, skill, dan membuahkan hasil.
Ada yang bagian menjahit hingga memotong kain. "Jadi, mereka ada tugasnya masing-masing, dan saya melihat mereka sangat antusias," kata Mita.
Selama ini pihaknya menerima pesanan dari Pemkot Surabaya seperti seragam sekolah, rompi, kaus, jilbab untuk Kader Surabaya Hebat (KSH) hingga bendera. Tak hanya itu, pesanan dari swasta juga ia terima.
Asyadina kemudian menerima tantangan dari istri Wali Kota Surabaya, Rini Indriyani, untuk memroduksi kaos batik motif Surabaya yang kemudian dipasarkan ke Singapura dan Malaysia.
"Alhamdulillah ternyata bisa. Akhirnya, kami mengikuti pameran kaos batik motif Surabaya ke luar negeri. Kalau per satuannya harga Rp 150.000," katanya.
Dorong Pasar Tunjungan Jadi Sentra Produk Difabel
Salah satu masalah yang tidak mudah adalah, bagaimana memasarkan produk hasil karya warga.
Baik warga keluarga miskin (gakin) maupun penyandang disabilitas yang sudah profesional. Solusinya adalah, pihak ketiga harus diajak berkolaborasi.
Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya AH Thony, untuk memasarkan produk difabel di Surabaya harus ada terobosan.
Apalagi Pemkot Surabaya memiliki banyak aset dan tempat. Saat ini sebenarnya sudah ada Rumah Prestasi Semolowaru.
Namun untuk meluaskan jaringan pasar, harus makin masif. "Saya sudah matur Dirut PD Pasar, agar bisa memfasilitasi tempat yang strategis untuk pemasaran hasil usaha dari para penyandang disabilitas. Seperti di Pasar Tunjungan, saya pikir bisa dijadikan Gerai Difabel Surabaya (GDS)," kata Thony.
Dia menyebutkan, nantinya GDS tidak sekadar berisi produk pakaian, tas, dompet, lukisan, foto, produk makanan dan lain lain. Tapi juga ada refleksi, pentas seni, fashion show, DJ, cafe (roasting, grinder kopi biji).
Sementara itu, Camat Sukomanunggal Dwi Anggara Widyasukma yang ikut meninjau rumah konveksi Asyadina mengaku akan intens memberikan pendampingan.
Bahkan ia mempunyai gagasan untuk menitipkan gakin yang sudah terlatih kepada perusahaan agar mereka lebih percaya diri dan mendapatkan ilmu lebih untuk menjadi entrepreneur.
"Kami tetap akan mendampingi. Terutama untuk pemilihan tempat yang selama ini masih menggunakan aset Pemkot Surabaya. Tapi ke depan kami ingin mereka mandiri dengan melihat dan memilih tempat yang strategis untuk menjual produknya. Kami juga akan titipkan mereka ke pembina yakni pengusaha," katanya.
5 Tempat Wisata Hits di Surabaya Wajib Dikunjungi, Atlantis Land hingga Adventure Land Romokalisari |
![]() |
---|
Sosok Suami Tumini yang 15 Tahun Tinggal Ponten Umum, Nasib Kini Harus Pindah, Bakal Dapat Bantuan |
![]() |
---|
Nasib Pengantin Nyaris Gagal Nikah Gegara Ditipu WO hingga Rugi Rp 74 Juta, Sosok Pelaku Terungkap |
![]() |
---|
Beda Cara Eri Cahyadi & Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal, Jabar Ada Barak Militer, Surabaya Buka Asrama |
![]() |
---|
Lokasi Jan Hwa Diana Sembunyikan 108 Ijazah Eks Karyawan Terjawab, Terancam Hukuman 4 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.