Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Anaknya Tak Lolos PPDB Zonasi, Ibu Nangis Unjuk Rasa di Sekolah, Ditolak karena Usia? Kasek: Sistem

Viral lagi kasus anak tak lolos PPDB 2023 hingga ibunya unjuk rasa di depan sekolah. Si ibu unjuk rasa karena anaknya tersingkir dari PPDB zonasi.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI
Ratunnisa, warga Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat mengatakan anaknya ditolak masuk SD saat mendaftar melalui PPDB jalur zonasi, Jumat (14/7/2023). 

Sementara itu, Staf Tata Usaha SDN Kedaung Kaliangke 14 Agus Trisanto menyampaikan, batas usia minimal untuk mendaftar sekolah dasar 6 tahun.

Namun, pada tahap seleksi, dilakukan berdasarkan usia yang paling tua.

"Setiap tahap pendafataran semua bisa dilihat di ppdb.jakarta.go.id, jadi semua transparan. Hasil seleksi di hari terakhir di tahap zonasi usia terendahnya 7 tahun 6 bulan di SDN Kedaung Kaliangke 14," papar Agus.

Baca juga: Anak Tak Diterima PPDB Zonasi, Orang Tua Nekat Ukur Jarak dari Rumah ke Sekolah Pakai Meteran: Kacau

Sementara itu, permasalahan PPDB akan terus berlanjut apabila pemerintah tidak fokus ke permasalahan mendasar, seperti kesenjangan kualitas dan minimnya jumlah sekolah di perkotaan.

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriansyah menjelaskan, masalah dalam PPDB jalur zonasi terjadi akibat minimnya sekolah negeri yang terjangkau di suatu kecamatan atau kelurahan.

Bukan hanya soal kualitas yang belum merata, pemberlakuan PPDB zonasi juga terus bermasalah karena sistem ini tidak dibarengi dengan pertambahan jumlah sekolah, khususnya di perkotaan.

Hal ini menjadi beban ganda bagi calon peserta didik dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah karena banyak dari mereka bergeser pindah ke daerah pinggiran kota.

Rata-rata sekolah negeri yang berkualitas ada di pusat kota, sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di pinggiran.

"Katakanlah rumah mereka dekat sekolah pun, mereka tetap kalah, karena kuota penerimaan terbatas. Kuota yang terbatas ini melahirkan persaingan yang tidak sehat,” ucap Feriansyah, dilansir dari Kompas.id, Sabtu (15/7/2023).

Menurut Feri, persaingan PPDB zonasi banyak terjadi di tingkat sekolah menengah atas negeri (SMAN) karena jumlahnya yang sedikit, tidak sesuai dengan proporsi jumlah sekolah dasar dan SMP.

Belum lagi, mayoritas SMA dimiliki oleh swasta, bukan pemerintah.

Tidak hanya itu, penerapannya pun dinilai tidak transparan karena verifikasi calon siswa yang dilakukan sistem sulit dipantau oleh masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, jumlah SMA di Indonesia tercatat sebesar 13.865 sekolah, dengan 50,24 persen atau sekitar 6,966 sekolah adalah milik swasta.

Dengan ini, kesempatan untuk memperoleh pendidikan semakin terbatas bagi kelompok tertentu. Untuk itu, celah-celah persaingan ini yang harus ditutup.

"Bila tidak mampu membangun sekolah negeri, setidaknya ada mekanisme beasiswa bagi masyarakat tidak mampu untuk menempuh pendidikan di sekolah swasta karena jumlahnya lebih banyak,” tambah Feri.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved