Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kota Malang

Renovasi Jam Kota di Kawasan Kayutangan Kota Malang, Dinas LH: Dibahas Perlu Digeser Atau Tidak

Penataan kawasan Kayutangan sebagai tempat tujuan wisata heritage terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang.

Penulis: Benni Indo | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/BENNI INDO
Penataan kawasan Kayutangan sebagai tempat tujuan wisata heritage terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang. Terbaru, Pemkot Malang tengah merenovasi jam yang berada di tengah jalan. Jam tersebut sering disebut jam kota atau dalam bahasa Belanda disebut stadsklok. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Penataan kawasan Kayutangan sebagai tempat tujuan wisata heritage terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang.

Terbaru, Pemkot Malang tengah merenovasi jam yang berada di tengah jalan. Jam tersebut sering disebut jam kota atau dalam bahasa Belanda disebut stadsklok.

Jam kota telah berdiri sejak 1926.

Pada bagian atas, terdapat penunjuk waktu berupa jam analog. Di bagian bawahnya, ada sejumlah penunjuk arah seperti ke Blitar, Bululawang, Lawang dan banyak lagi.

Seorang pemerhati cagar budaya, Tjahjana Indra Kusuma mengharapkan, renovasi di kawasan Kayutangan tidak memindahkan atau bahkan menghilangkan lokasi jam kota.

Ia awalnya mengaku mendengar informasi adanya rencana penggeseran jam kota. Tjahjana lantas datang ke lokasi untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut, Kamis (23/11/2023). Di lokasi, ia bertemu dengan para pekerja yang sedang beraktivitas.

Baca juga: Tekankan Netralitas, Kapolresta Malang Kota Larang Anggotanya Foto Bersama Peserta Pemilu

Nampak bagian bawah jam kota telah digali. Bongkaran bongkahan dan gundukan tanah berada di dekat jam kota. Dari lokasi, Tjahjana juga mendapatkan informasi bahwa jam kota telah berstatus sebagai cagar budaya pada 2021.

Meskipun belum terlihat secara resmi di dalam daftar publikasi, menurutnya jam kota tersebut sudah masuk kriteria benda diduga cagar budaya.

Bangunan di dekat jam kota, kantor PLN, justru telah berstatus cagar budaya. Gedung PLN Kota Malang tahun 1930.  Empat tahun setelah dibangunnya jam kota. Dulunya kantor PLN adalah gedung milik kantor N. V. Handlesvennootschap.

"Informasi dari pekerja, tidak dilanjutkan dulu galian jam kota karena masih dirapatkan tentang boleh atau tidaknya geser jam itu," ungkap Tjahjana.

Dipaparkan Tjahjana, seyogianya renovasi di kawasan Kayutangan Heritage melibatkan Tim Ahli Cagar Budaya dan pemerhati cagar budaya. Di kawasan Kayutangan, banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan kolonial.

Tjahjana menceritakan, jam kota dibangun secara bersamaan dalam paket pembangunan Gemeente/Kotapraja Malang pada 1926. Arsitek atau perancang yang membuatnya adalah Van Os.

Jam kota secara resmi digunakan sejak awal tahun 1927, dengan berpenggerak listrik dan dilengkapi petunjuk arah (afstandwijzer) dan tempat iklan di kolom badannya. 

Baca juga: Terjerat Pencucian Uang Gembong Narkoba Fredy Pratama, 2 Pria dari Malang Didakwa Pasal Berlapis

"Penggunaan listrik saat itu juga ada latar belakangnya, karena daya listrik sudah mencukupi dan dapat menyala 24 jam di seantero kota, yang sebelumnya karena keterbatasan hanya dinyalakan bergilir. Jam kota menjadi patokan waktu standar warga kota dan marak dipasang pula pada kota-kota lain pada saat yang sama," ujarTjahjana.

Patokan dan petunjuk waktu menjadi penting setelah sebelumnya hanya bergantung pada lonceng-lonceng gereja dan untaian adzan di rumah-rumah ibadah seantero kota. Jam kota ini juga menjadi ‘landmark selamat datang’ saat memasuki batas kota menuju pusatnya Malang, yang awalnya dibelah oleh batas alam berupa Sungai Brantas di utaranya. 

Lokasinya pun strategis di pertigaan penghubung Jalan Pos utama (grootepostweg) yang menghubungkan pelintas dari arah barat (Batu dan Kediri) serta dari utara (Surabaya dan Pasuruan). Jam kota ini ibarat pintu masuk dari Celaket ke dalam kawasan Kayutangan menuju pusat pemerintahan dan perkantoran di seputaran alun-alun Kota Malang.

"Rencana penggeseran jam ini hendaknya memenuhi kaidah-kaidah Cagar Budaya yang melekat pada obyek tersebut, mengingat obyek tersebut berkriteria Cagar Budaya menurut UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 5. Sudahkah pelaksana dan pemerintah kota dalam kegiatan ini didampingi Tenaga Ahli Pelestarian? Sudahkah mendokumentasikan sebelum upaya penggeseran obyek ini seperti regulasi yang melekat pada obyek ini? Kiranya unsur manfaat serta pertimbangan elemen-elemen lain pendukungnya dapat disepakati bersama, disertai kajian dan rekomendasi pendukung dari TACB, sebelum itikad baik tersebut menjadi polemik tentang pelestarian, perlindungan, dan pemanfatan Cagar Budaya," ujarnya

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Noer Rahman menyatakan hingga Kamis sore, pihaknya masih belum menentukan apaka jam kota akan digeser atau tidak. Ia mengatakan sedang ada diskusi internal yang akan memutuskan rencana digeser atau tidak terhadap jam kota.

"Posisinya masih didiskusikan, yang pasti mau dipasang pembatas jalan," ujar Rahman.

Rahman mengatakan bahwa rencana renovasi kawasan jam kota telah melibatkan banyak pihak yang diajak bicara seperti Forum Lalu Lintas Angkutan Jalan, warga sekitar, serta kepala perangkat daerah. Rahman tidak menyebutkan ada nama TACB atau pemerhati cagar budaya yang dilibatkan.

"Jadi proses pembangunan ini sudah melalui rapat koordinasi dengan Forum lalu lintas, warga sekitar, dan perangkat daerah yang lain. Jam itu tidak masuk cagar budaya. Cuma untuk melestarikan tinggalan lama. Soal digeser atau tidak, Itu masih kami diskuskan," paparnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved