Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Anak Dicabuli Satu Keluarga di Surabaya, Anggota DPD RI Merasa Geram: ini Fenomena Gunung Es

Pelaku pelecehan anak wajib dijatuhi hukuman berat. Bahkan, hukuman kebiri diharapkan bisa diterapkan ke pelaku.

Editor: Torik Aqua
Istimewa
Senator DPD RI, Ahmad Nawardi akui miris dengan kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh satu keluarga 

TRIBUNJATIM.COM -  Pelecehan seksual anak di bawah umur yang dilakukan oleh ayah, kakak, serta dua pamannya, kini disoroti oleh Senator DPD RI, Ahmad Nawardi.

Menurutnya, pelaku wajib dijatuhi hukuman berat.

Bahkan, hukuman kebiri diharapkan bisa diterapkan ke pelaku.

Menurut Ahmad Nawardi, hukuman itu bisa membuat efek jera untuk pelaku.

Baca juga: Nasib Anak yang Jadi Korban Pelecehan Sekeluarga, Wali Kota Surabaya : Anaknya akan Dirawat Pemkot!

"Saya atas nama Senator DPD RI minta aparat hukum untuk menjerat predator anak ini dengan hukuman yang sangat berat. Bahkan dihukum kebiri, sehingga kalau keluar dari penjara mereka tidak bisa melakukan kejahatan yang sama" ujar senator Dapil Jawa Timur, Sabtu (27/1/2023).

Apalagi kasus di Surabaya ini melibatkan keluarga yang seharusnya menjadi pelindung utama anak-anak.

" Jika dibiarkan, kasus seperti ini akan tumbuh dan ada terus. Ini seperti fenomena gunung es. Saya yakin kasus di surabaya ini baru, masih banyak kasus yang belum terungkap. Karena kasus di Surabaya ini berlangsung 4 tahun dan tidak ada yang tahu, seperti keluarga dekat apalagi kepolisian," tegas Politikus asal Madura ini.

Ahmad Nawardi yang juga Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD RI ini bersedia akan mengawal langsung.

"Saya sebagai anggota DPD RI dari Jatim akan fokus memperhatikan kasus seperti ini ditingkat kepolisian hingga pengadilan," tegas Nawardi.

Tokoh muda NU ini juga mengimbau untuk masyarakat agar mengawasi dan memperhatikan lingkungan sekitar.

"Jangan terlalu cuek dengan keadaan lingkungan sekitar. Jika ada sesuatu yang mencurigakan segera koordinasi dengan RT RW dan lapor polisi. Jika tidak ada tanggapan unggah di medsos. Saya akan mengawal kasus seperti ini," pungkasnya.

Korban alami trauma

Remaja perempuan berusia 12 tahun di Tegalsari, Surabaya, yang menjadi korban pelecehan seksual ayah, kakak, serta dua pamannya, kini dalam pantauan psikiater.

Tim Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dari kepolisian dan dinas terkait mengatakan, korban mengalami trauma.

Kasus ini memang cukup membuat banyak pihak terenyuh.

Pendik (43), yang merupakan ayah korban ketika ditanya alasan tega menyutubuhi anaknya menjawab kalau tidak sengaja.

Dia mengaku mengira anaknya sebagai istrinya. 

"Saya cuma pegang-pegang, gak pernah menyetubuhi. Saya kira badan anak adalah istri," ujar Pendik, Senin (22/1/2024). 

Sehari-hari, korban dan pelaku hidup di rumah lantai 2 yang luas bangunannya sekitar 4x6 meter.

Rumah itu dihuni beberapa keluarga.

Hampir tak ada ruangan di rumah itu.

Korban serta keluarganya menempati salah satu kamar di lantai 2.

Baca juga: Nasib Gadis di Surabaya Dilecehkan Ayah dan Paman hingga Kakak, 1 Orang Diperbolehkan Pulang

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono menyebut, alasan Pendik tidak sengaja melakukannya pada sang anak sangat tidak masuk akal.

AKBP Hendro Sukmono mengatakan, Pendik melakukan hal itu berulang-ulang selama bertahun-tahun.

Hasil dari serangkaian penyelidikan polisi, Pendik melakukan perbuatan pelecehan seksual sejak korban kelas 3 SD.

"Anak kok dikira istri, ya beda," ucap AKBP Hendro Sukmono.

Jawaban sekenanya juga terlontar dari dua paman korban, yakni IW (43) dan MR (49).

Mereka tidak mengakui pernah menyetubuhi korban. Mereka mengatakan 'hanya' meraba-raba.

Kata mereka, perbuatan itu dilakukan atas dasar bercanda dan khilaf.

Hasil dari penyelidikan, korban mengalami pelecehan seksual saat kondisi rumah sepi.

Terutama bila ibu korban sedang tidak ada di rumah.

Ibu korban diketahui memang sempat sering dirawat di rumah sakit akibat menderita stroke.

Bukannya fokus mengobati ibu korban, para pelaku malah melakukan pelecehan seksual pada korban.

Kasus tersebut terungkap awal Januari 2024 lalu.

Mulanya, MNA (17), kakak korban pulang ke rumah dalam kondisi mabuk dan mengajak korban berhubungan badan.

Korban saat itu menolak, karena dalam keadaan menstruasi.

"Pelaku (MNA) kemudian melampiaskan hasrat dengan cara meraba-raba badan korban," ucap AKBP Hendro Sukmono.

Usai kejadian itu, korban terlihat murung, menyendiri, dan kerap menangis.

Sampai akhirnya sang ibu curiga.

Setelah ditanyai secara detail, barulah saat itu korban mengaku bertahun-tahun dilecehkan oleh ayah, kakak, serta dua pamannya.

Ada kisah miris dalam pengakuan korban.

Korban mengaku sang ayah pernah merekam saat korban disetubuhi anak pertamanya.

Ayah bernama Pendik itu juga mengetahui kalau dua saudaranya (paman korban) kerap melecehkan korban. 

"Jadi mereka saling tahu, tapi saling menutupi dan tidak pernah saling membahas," terang AKBP Hendro Sukmono.

Kakak korban, yaitu MNA telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, dia tidak ditahan di Polrestabes Surabaya.

Alasan polisi tidak menahan tersangka karena kakak korban masih usia 16 tahun.

Sehingga penahanan terhadap MNA dilaksanakan di shelter atau tempat khusus untuk menahan anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas PPA Kota Surabaya, Lingga Mahawa mengatakan, korban saat ini dalam kondisi sangat terpuruk, dan tidak bisa didekati banyak orang.

Pihaknya mengaku siap mendampingi hingga korban benar-benar pulih.

"Kami juga akan memastikan korban bisa terus mengenyam pendidikan," tandasnya.

Sementara itu, polisi menjerat 4 pelaku dengan Pasal 81 dan atau 82 UU RI No 17 Tahun 2016, tentang Persetubuhan atau Pencabulan terhadap Anak.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved