Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pemilu 2024

Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 Indonesia di Malaysia, Tarif Satu Suara Hingga 50 Ringgit, WNI Bingung

Fenomena kecurangan di Pemilu 2024 terjadi di Malaysia. Diduga ada jual beli surat suara yang dibanderol dengan harga mulai dari 25 hingga 50 Ringgit

|
Editor: Torik Aqua
tribunjatim.com/danendra kusuma
Ilustrasi surat suara - KPU Kota Probolinggo mulai melakukan proses sortir lipat surat suara, Rabu (10/1/2024). 

TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Fenomena kecurangan di Pemilu 2024 terjadi di Malaysia.

Diduga ada jual beli surat suara yang dibanderol dengan harga mulai dari 25 hingga 50 Ringgit Malaysia.

Berdasarkan kurs Rp 3.276, maka harga surat suara di kisaran Rp 81.900 hingga Rp 163.800.

Fenomena itu diungkap oleh Migrant Care.

Baca juga: Cara Cek TPS Pemilu 2024 Online agar Tahu Mencoblos Dimana, Bagaimana Jika Tak Dapat Undangan?

"Per surat suara bisa berharga 25-50 ringgit," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta kemarin  . 

Sebagai informasi, pada Pemilu 2024, jumlah pemilih total di luar negeri adalah 1.750.474. Dari jumlah itu, terbesar ada di Kuala Lumpur dengan jumlah 474.000 pemilih. 

Ia mengungkapkan surat suara yang diperjualbelikan oleh makelar suara berasal dari surat suara metode pos.

Surat suara itu tidak terdistribusi dengan baik, sehingga tidak diterima oleh warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia.

Menurut Wahyu, motif utama dalam praktik yang selalu terjadi dalam setiap pemilu ini adalah uang.

"Yang terjadi adalah memanfaatkan surat suara yang nganggur di kotak-kotak pos, di apartemen-apartemen. Mereka (makelar) ambilin dan kemudian terkumpul banyak," jelasnya.

Fenomena itu disebut Wahyu merupakan pelanggaran pemilu.

Namun, penuntasan masalah tersebut menurutnya terkendala dari sisi yurisdiksi hukum karena terjadi di Malaysia.

Dalam kesempatan yang sama, Manager Program Migrant Care Mulyadi menjelaskan surat suara yang dikirim panitia penyelenggara pemilihan luar negeri (PPLN) di Malaysia ke tempat WNI pada akhirnya menumpuk di kotak pos apartemen.

Hal itu disebabkan satu kotak pos apartemen di Malaysia diperuntukkan untuk beberapa penghuni.

Oleh karena itu, WNI tidak dapat mengetahui dengan pasti saat surat suara dikirim ke alamat mereka.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved