Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ponijo Beli Air 5 Liter Harga Rp 150 Ribu, Derita Warga Krisis Air Ternak Sampai Dijual Rp 700 Ribu

Ponijo membeli air 5 liter seharga Rp 150 ribu, penderitaan warga yang sedang alami krisis air bersih di Gunung Kidul sungguh miris.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Tangki air bersih yang dijual ratusan ribu setelah warga Gunungkidul alami krisis air bersih sejak masuk musim kemarau. 

TRIBUNJATIM.COM - Kekeringan terus melanda warga di Jawa Tengah dan sekitarnya.

Warga alami krisis hingga membeli air dengan harga yang sangat mahal.

Warga padukuhan Nglumbung, Kalurahan Giricahyo, Kapanewon Purwosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, sudah merasakan dampak kemarau sejak Maret 2024 lalu.

Warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tak sedikit yang menjual ternak demi bisa membeli air bersih dan pakan ternak.

“Sudah sejak Maret kami mulai merasakan kekeringan,” kata Dukuh Nglumbung, Walidi Mustofa saat ditemui di Nglumbung, Senin (26/8/2024).

Berada di Kawasan perbukitan karst dan berongga, wilayah ini tidak memiliki sumber air.

Ada beberapa kali penelitian yang dilakukan di kawasan ini.

Hasilnya, tidak ditemukan sumber air yang diharapkan masyarakat.

Selain itu, pipa PDAM pun belum masuk wilayah tersebut.

Baca juga: Imbas Kemarau, 93 Desa di Lamongan Terancam Kekeringan dan Krisis Air Bersih, ini Langkah BPBD

 Bahkan telaga pun tidak ada.

Praktis, warga Padukuhan Nglumbung yang terdiri dari 178 Kepala keluarga di 7 RT hanya mengandalkan bak penampungan air hujan (PAH) untuk memenuhi kebutuhan.

PAH milik warga hanya bertahan beberapa minggu setelah hujan terakhir mengguyur.

“Tidak ada sumber air, karena wilayah kami berbatu, dan berongga,” kata Walidi.

Warga krisis air
Warga krisis air (Kompas.com)

Walidi berharap, ke depan ada solusi nyata yang diberikan pemerintah maupun pihak swasta. Mengingat air adalah kebutuhan mendasar hidup.

Walidi mengatakan, rata-rata warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih yang dibeli dari pihak swasta. Selain itu mengandalkan bantuan dari swasta dan pemerintah.

“Bantuan kami prioritaskan untuk warga kurang mampu, setiap RT kami minta mendata warganya yang kurang mampu untuk mendapatkan bantuan air bersih,” ucap dia.

Salah satu warga Nglumbung, Ponijo mengaku, sudah membeli air bersih lebih dari 10 tangki sejak beberapa bulan lalu.

Sebagai pekerja serabutan, dirinya harus menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli air.

“Air itu kebutuhan utama, yang lain ditunda terlebih dahulu,” kata Ponijo.

Ponijo menuturkan, 5.000 liter air dibeli dengan harga Rp 130.000-150.000. Itu pun harus mengantre dan bergantian giliran dengan warga lain.

“Harus antre karena banyaknya warga yang membutuhkan air bersih,” kata dia.

Sementara warga lain, Kukuh Harsono mengatakan, setiap musim kemarau dirinya terpaksa menjual 1-2 ekor ternak agar bisa beli air dan pakan.

Belum lama ini, dirinya menjual seekor anak kambing seharga Rp 700.000.

Dia terpaksa menjual ternak karena saat musim kemarau dipastikan ladang miliknya tidak bisa ditanami apapun. Artinya tidak ada penghasilan yang bisa diperoleh dari situ.

“Saat musim kemarau panjang, itu ada yang menjual ternak hanya untuk membeli air,” kata Kukuh.

Kukuh bersama warga lainnya antusias menunggu bantuan dari pihak swasta.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Purwono mengatakan, sampai saat ini sudah menyalurkan 768 tangki air bersih untuk warga di 7 Kapanewon.

Adapun paling banyak di wilayah Tepus dengan 232 tangki dan disusul Panggang dengan 172 tangki.

“Purwosari baru masuk hariini, dan kita sedang mengatur jadwal pengiriman,” kata dia.

Baca juga: Krisis Air Bersih Tiap Tahun di Kunjorowesi Mojokerto, Bupati Ikfina Bantu 300 Tangki Dropping Air

Tak hanya warga Gunungkidul saja, tetapi juga kekeringan menyerang warga Semarang, Jawa Tengah.

Krisis air bersih melanda Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Warga bernama Uswatun Khasanah (45) ikut merasa sedih.

Wanita yang tinggal di Rowosari, Kecamatan Tembalang ini mengakui bahwa tempat tinggalnya mengalami kekeringan.

Hal itu membuatnya kelimpungan jika mau mencuci baju di rumahnya.

Terkadang dia meminta air ke tetangga untuk mencukupi kebutuhan air bersih.

Namun, saat ini tetangganya pun sama-sama kesulitan mendapatkan air bersih.

Kekeringan yang melanda tempat tinggalnya itu terpaksa membuat Uswatun jalan kaki sekitar 1 kilometer untuk mendapatkan air bersih. 

"Susah kalau nyuci baju, kita pasti ke Kali Babon, jaraknya satu kilometer dengan jalan kaki," jelas Uswatun, Jumat (23/8/2024), melansir dari Kompas.com.

Terkadang, warga setempat juga membeli air dengan cara patungan agar tidak mengeluarkan biaya besar.

Baca juga: Antisipasi Bencana Kekeringan, BPBD Kota Blitar Siapkan 21 Tandon Air untuk Tampung Hasil Dropping

Air galonan yang dibeli tersebut kemudian dibagi kepada warga yang ikut iuran.

Dengan cara urunan itu, harga air lebih murah dibanding beli satuan.

Namun, cara seperti itu tak bisa digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Karena warga mempunyai kondisi ekonomi yang berbeda-beda.

Hal yang sama juga dirasakan Busro (40), tetangga Uswatun. Tempat tinggalnya sudah langganan kekeringan ketika kemarau.

"Sudah langganan tahun (kekeringan saat kemarau)," kata dia.

Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti memasak, mandi dan mencuci, dia juga mengambil air di Kali Babon.

"Untuk minum kami membeli air mineral," ujar dia.

Baca juga: 2 Bulan Dilanda Kekeringan, Warga Desa Karangpatihan Ponorogo Lega, Dapat Bantuan Air Bersih

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, Endro Pudyo Martanto mengatakan, Kota Semarang menerapkan darurat kekeringan.

"Sementara ada lima kelurahan yang meminta bantuan air bersih," jelas Endro kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2024).

Dia memperkirakan, puncak musim kemarau akan tiba di September 2024. BPBD Kota Semarang juga sudah melakukan langkah mitigasi agar masyarakat bisa terbantu.

"Perkiraan bukan Agustus, malah September di minggu awal puncak kemaraunya," ujar dia.

Melihat tahun sebelumnya, permintaan bantuan air bersih bakal mengalami peningkatan di September 2024 mendatang.

"Ya biasanya mulai setelah Agustus ada peningkatan permintaan di wilayah lain. Bisa jadi seperti Jabungan, Banyumanik, Genuk dan Gunungpati misalnya," kata dia.

Warga Rowosari, Kota Semarang, Jawa Tengah mengalami kekeringan.

Sementara itu, pekerja di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur dan warga sekitar juga kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Namun, di tengah kesulitan tersebut menjadi peluang bisnis bagi beberapa orang.

Satu di antaranya Eko Hadi, warga Tulungagung, Jawa Timur.

Eko sengaja datang ke Kalimantan Timur untuk memulai usaha, tetapnya di wilayaj Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU).

Ia yang memiliki bisnis di Palembang, Sumatera Selatan, datang ke Sepaku enam bulan lalu yang awalnya ingin membuat kos-kosan.

Tetapi setelah melihat kondisi lapangan, Ia mengubah rencana bisnisnya menjadi penyedia air bersih dan kini pun telah mempekerjakan 12 orang di depo penyedia air bersih yang dibukanya.

Baca juga: Imbas Kemarau, 93 Desa di Lamongan Terancam Kekeringan dan Krisis Air Bersih, ini Langkah BPBD

Keputusan ini membuatnya mendulang rupiah, karena tingginya permintaan air bersih.

"Jika dirata-rata sebulan ya seratusan juta omzetnya. Depo kami hanya satu dari puluhan depo penyuplai air bersih," kata Eko dikutip dari TribunKaltim, Senin (19/8/2024).

Pemerintah telah membangun Bendungan Sepaku Semoi sebagai calon air baku. Tapi diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan di IKN.

Mengambil air baku dari Sungai Sepaku yang keruh, anak buah Eko Hadi membuat dua kolam penampungan sekaligus penjernihan.

Air yang sudah dijernihkan menggunakan bahan kimia aluminium sulfat ditampung di kolam kedua.

Dari kolam kedua, air disedot ke bak penampungan di depo tepi jalan Sepaku 2, dan langsung bisa diisikan ke mobil-mobil pembawa tandon atau tangki air yang datang dan pergi hampir tanpa putus.

Baca juga: Dusun di Tengah Hutan di Ponorogo Kekeringan, Sempat Manfaatkan Air Keruh, BPBD Dropping Air Bersih

Rata-rata satu tandon atau tangki air berkapasitas 1.200 liter dan ada yang 5.000 liter.

Satu tangki 1.200 liter harga bayarnya hanya Rp 20.000 dari depo.

Tangki volume 5.000 liter bayarnya Rp 100.000 di depo.

Distribusi air bersih di mobil tangki itu kemudian juga jadi bisnis baru bagi warga Sepaku.

Mereka berkeliling mengirim ke pembeli rumahan maupun ke perusahaan dengan harga lebih tinggi.

Jika dihitung termasuk penjualan eceran di tingkat pengedar air bersih, nilai putaran uang di bisnis air bersih di kawasan IKN ini bisa berlipat-lipat miliaran rupiah.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved