Berita Viral
Pulang ke Jember dari Singapura, Tangan dan Kaki Septia PMI Menghitam dan Lumpuh, Berawal Kena Bisul
Pulang ke Jember dari Singapura setelah menjadi PRT atau Pembantu Rumah Tangga, Septia seorang PMI lumpuh dan jari-jarinya menghitam.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Air mata Septia Kurnia Rini dan keluarga akhirnya tak dapat dibendung.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Ungkapan ini mungkin cukup untuk menggambarkan apa yang dialami Septia Kurnia Rini (38).
Perempuan asal Jember, Jawa Timur, ini sebelumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura sejak tahun 2021.
Namun, dia terpaksa pulang pada Oktober 2024 karena sakit.
"Saya awalnya sakit karena kena bisul, lalu diobati di rumah sakit di Singapura," ungkap Septia di kediamannya di Perumahan Taman Gading, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Jumat (21/12/2024).
Septia menjelaskan, setelah menjalani operasi bisul, ia koma selama sembilan hari, sebelum akhirnya kembali siuman.
Namun, sejak saat itu hingga kini, kondisi fisik Septia kian memprihatinkan. Dia menjadi lumpuh, dengan kaki dan tangan yang berwarna kehitaman.
Dia berkisah, setelah dirawat di Singapura, dia lalu dipulangkan ke RS di Batam, sebelum akhirnya kembali ke rumahnya di Jember.
Kisah miris Septia rupanya terdengar oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, yang kemudian mendatangi rumahnya.
Baca juga: 18 Pekerja Migran Ilegal Asal NTT Dipulangkan, usai Digrebek Polisi di Rumah Kos di Blitar
Abdul Kadir Karding menjelaskan, Septia adalah pekerja migran yang berangkat secara ilegal.
"Saya sengaja menengok Mbak Septia karena Kementerian P2MI bertanggung jawab terhadap semua proses, mulai dari sebelum keberangkatan hingga kepulangan," kata Karding.
Ia menekankan, keberangkatan yang tidak prosedural mengakibatkan pekerja migran kehilangan hak perlindungan, termasuk asuransi kerja.
Karding juga mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur oleh janji-janji manis dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Kalau mau bekerja, ketahui betul prosedurnya. Jangan sampai tergoda iming-iming online atau janji gaji tinggi yang justru membahayakan nyawa sendiri," papar Karding.
Sebagai langkah pencegahan terhadap pekerja migran ilegal, kata dia, Pemerintah berencana untuk memperketat regulasi dan meningkatkan sosialisasi di desa-desa, juga melalui media sosial.
"Kita harus menegakkan hukum bagi pelaku sindikasi atau individu yang melakukan penyelundupan pekerja migran," tegas dia.
Kini, meskipun secara legal sulit untuk memberikan bantuan karena keberangkatan Septia tak prosedural, Kementerian P2MI tetap melakukan pendampingan melalui pemerintah daerah atas dasar kemanusiaan.
"Kami tetap akan mendukung atas dasar kemanusiaan," sebut Karding tanpa menyebut lebih rinci bentuk dukungan yang akan diberikan.
Baca juga: Buntut Kaburnya 6 Calon Pekerja Migran, Polisi Segera Panggil Manajemen PT CKS Malang
Siang itu, sebuah rumah sederhana di Komplek Taman Gading, terlihat lebih ramai dari biasanya.
Sesosok wanita yang hanya bisa terduduk lemah di atas ranjang, menjadi pusat perhatian para tamu.
Dia adalah Septia Kurnia Rini, perempuan 38 tahun yang kini mengalami kelumpuhan.
Kamar tidurnya yang berukuran 3x3 meter kian terasa sempit ketika Menteri P2MI Abdul Kadir Karding dan rombongan datang menjenguknya, Jumat (20/12/2024).
Kaki dan jari jemari Septia terlihat berwarna hitam pekat, sulit digerakkan, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kesehatan perempuan ini.
Baca juga: Buntut Kaburnya 6 Calon Pekerja Migran, Polisi Segera Panggil Manajemen PT CKS Malang
Penyebab pasti dari kondisi yang dialami Septia hingga kini masih menjadi misteri. Namun, dugaan malapraktik saat menjalani operasi di Singapura terus membayanginya.
Septia adalah seorang pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Singapura sejak tahun 2021.
Demi memenuhi kebutuhan keluarga, ia meninggalkan kedua anaknya di Jember.
"Awalnya saya bekerja dengan kontrak selama dua tahun, lalu tahun ketiga perpanjang kontrak kedua," ungkap dia mengawali kisahnya.
Penderitaan ini berawal ketika Septia merasakan ada bisul di bagian paha, tak lama setelah dia memperpanjang kontraknya.
Bisul yang dideritanya ini dirasa berbeda, karena berwarna merah tanpa mata dan nyeri.
"Selama empat hari masih terasa nyeri, saya gak tahan, akhirnya saya ngasi tau majikan dan minta obat pereda nyeri," kata dia.
Namun, meski telah mengonsumsi obat, bisul tersebut tidak kunjung sembuh. Akhirnya, Septia disarankan untuk pergi ke rumah sakit di Singapura.
Singkatnya, dia lalu menjalani operasi. Namun setelah itu, Septia mengalami koma selama sembilan hari.
Ketika ia tersadar, kondisi tangan dan kakinya sungguh mengejutkan, berwarna hitam pekat, diikat dan dibungkus kain.
"Saya juga tidak tau kenapa kaki saya sampai diikat hingga tidak bisa bergerak," ujar dia.
Selama dirawat, tidak ada satu pun petugas dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang menjenguknya.
Terpisah jauh dari keluarga dan dalam keadaan lemah, Septia mengaku merasa amat terasing.
Setelah 13 hari, ia dipulangkan ke Indonesia oleh majikannya, namun tidak ke Jember, melainkan ke rumah sakit di Batam menggunakan kapal ferry.
"Saya istilah kata dibuang ke Batam. Baju, HP, dan gelang saya diambil majikan, saya tidak bawa apa-apa," ungkap dia sedih.
Di Batam, ia dirawat selama seminggu dengan biaya ditanggung sang majikan.
Ironisnya, majikannya sempat meminta uang kepada keluarga Septia untuk menutupi biaya perawatan di Singapura, tetapi Septia menolak.
"Saya merasa seharusnya majikan bertanggung jawab dengan kondisi saya," cetus dia.
Akhirnya, pada bulan Oktober 2024, Septia dijemput keluarganya dan kembali ke Jember. Meski sudah di rumah, kondisi kesehatan Septia tak kunjung membaik.
Ia menggambarkan kakinya yang terasa keras seperti kayu yang terbakar, kaku, dan tak bisa digerakkan.
"Mungkin ini karena malapraktik, setiap saat ini terasa nyeri. Saya tidak bisa merentangkan jari," tutur dia.
Septia yang kini masih berjuang melawan rasa nyeri berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah.
Ia menyampaikan kisahnya kepada Abdul Kadir Karding dan berharap ada solusi untuk mengurangi beban hidupnya.
Kisah Septia adalah salah satu dari banyak cerita pahit yang dialami oleh PMI ilegal di luar negeri.
Mendengar cerita ini, Abdul Kadir Karding menjanjikan akan memberikan dukungan lewat kerja sama dengan Pemerintah Daerah.
Namun dia tak merinci dukungan seperti apa yang akan diberikan nantinya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
| Tubuh Siswa SD Melepuh Diduga Dibully Dsiram Air Panas Bekas Masak Mie, Ortu Tak Terima Respons Guru |
|
|---|
| Bekas Terminal Disulap Jadi Warkop Plus-plus Digerebek Satpol PP, Bupati Bereaksi: Tutup |
|
|---|
| Akhir Nasib Maling Motor yang Dibakar Warga usai Diikat, Sempat Ditolak Sejumlah Rumah Sakit |
|
|---|
| Kekayaan Abdul Wahid Gubernur Riau yang Minta Jatah Preman Rp7 M, Ancam Copot Jabatan Jika Tak Nurut |
|
|---|
| Sosok Imam Shamsi Ali, Ustaz asal Indonesia yang Doakan Zohran Mamdani Sebelum Pilwalkot New York |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.