Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Pantas Warga Kecam Tambang Nikel di Raja Ampat, Pulau Piaynemo Diduga Dikeruk, Bahlil: Jaraknya Jauh

Warga protes tambang nikel di Raja Ampat. Foto Pulau Piaynemo dikeruk sulut emosi. Ini jawaban Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Editor: Hefty Suud
KOLASE KOMPAS.com/Dian Erika - Tribunnews/Greenpeace
TAMBANG NIKEL RAJA AMPAT - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat (foto kanan) menuai kritik keras dari masyarakat Indonesia. Ikon pariwisata, Pulau Piaynemo diduga dikeruk. Begini respon Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (foto kiri). 

KLH tidak menyebut luasan aktivitas pertambangan PT Mulia Raymond Perkasa.

Dalam keterangan resminya, KLH menyatakan PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. 

Seluruh kegiatan eksplorasi pun sudah dihentikan. 

Kantor perusahaan ini tercatat berada di The Boulevard Office, Jakarta Pusat.

4. PT Kawei Sejahtera Mining

Presiden Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pulau Pianemo, Raja Ampat beberapa waktu lalu
Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pulau Pianemo, Raja Ampat. (Dokumen Tim Komunikasi)

Pemilik tambang nikel Raja Ampat keempat adalah PT Kawei Sejahtera Mining.

Sama halnya dengan PT Mulia Raymond Perkasa, tak banyak informasi yang bisa ditelusuri dari PT Kawei Sejahtera Mining.

Mengutip laman Kementerian ESDM, PT Kawei Sejahtera Mining adalah perusahaan tambang yang terdaftar di Direktorat Jenderal Minerba dengan izin usaha pertambangan (IUP) untuk operasi produksi bijih nikel.

IUP tersebut memiliki nomor 5922.00 dan valid hingga 26 Februari 2033.

Sementara KLH menyebut, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektar di Pulau Kawe.

Aktivitas PT Kawei Sejahtera Mining tersebut menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai.

KLH memberikan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan, dan perusahaan terancam dikenakan pasal perdata.

Greenpeace: Masih Ada 5 Izin Tambang Lain di Raja Ampat

Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik mengkritisi keputusan Mineral ESDM Bahlil Lahadalia yang menghentikan sementara izin pertambangan nikel PT Gag di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Menurut Iqbal, penghentian sementara tersebut berpotensi menimbulkan kesimpangsiuran baru karena saat ini ada lima izin tambang nikel di Raja Ampat yang masih aktif.

"Saya ingin menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Pak Menteri Bahlil, yang katanya mau membuat ketidak-simpangsiuran, itu memungkinkan untuk membuat kesimpangsiuran baru atau kekeliruan," ujar Iqbal dilansir tayangan Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (6/6/2025). 

"Tak hanya satu, saat ini ada lima izin yang aktif, yang izinnya diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Ada Pulau Gag, ada Pulau Kawe, Pulau Manuran, ada Pulau Batang Pele, dan ada di Waigeo Besar," lanjutnya.

Iqbal menuturkan, meski pemerintah menyebut lokasi tambang nikel cukup jauh dari lokasi wisata Raja Ampat, tetapi aturan resmi melarang adanya pertambangan di pulau-pulau kecil.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun menurutnya memperkuat larangan itu.

Aturan yang dimaksud merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). 

Sementara itu, Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat aturan ini.

Di sisi lain, Iqbal mengungkapkan deforestasi di Raja Ampat mencapai 500 haktare.

"Ini angka yang besar lho untuk pulau-pulau kecil. Dan 500 hektare ini besar. (Sebanyak) 300 hektare sendiri itu (deforestasi) ada di Pulau Gag," ungkap Iqbal. 

"Bahkan kami melihat secara langsung, teman-teman scuba diving di sekitar Pulau Gag, itu sudah terlihat kehancuran terumbu karang di sana. Kita tahu bahwa 70 persen biodiversitas terumbu karang di dunia itu ada di Raja Ampat. Dan ini mau kita hancurkan?" lanjutnya. 

Sehingga Iqbal mendorong agar pemerintah, terutama Kementerian ESDM tidak lemah terhadap perusahaan BUMN yang memiliki izin tambang di Pulau Gag.

"PT Gag kan kita tahu ya, saham mayoritasnya dimiliki oleh PT Antam. Ini punya negara, punya BUMN. Kementerian ESDM yang mengeluarkan (izin), BUMN yang punya. Kenapa sih tidak bisa duduk bersama untuk membicarakan Pulau Gag. Jadi posisi pemerintah tidak boleh lemah," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, hanya beroperasi satu, yang dimiliki oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Ia menjelaskan, ada beberapa izin pertambangan di wilayah Raja Ampat, tetapi saat ini hanya satu yang beroperasi yakni Kontrak Karya (KK) yang dimiliki PT Gag Nikel. 

"Yang beroperasi sekarang itu hanya satu, yaitu PT Gag Nikel, ini yang punya adalah Antam, BUMN," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Dia menuturkan, PT Gag Nikel awalnya merupakan pemegang kontrak karya yang dimiliki oleh pihak asing pada periode 1997-1998. Ketika pihak asing itu berhenti mengelola tambang, kemudian diambil alih oleh negara.

Setelahnya, negara memberikan kontrak karya tersebut kepada PT Antam. BUMN sektor pertambangan ini pun mendelegasikan pengelolaan tambang ke anak perusahaannya, PT Gag Nikel. 

"Sekarang, tim kami sudah turun, mengecek. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba, untuk status daripada IUP PT Gag yang sekarang lagi mengelola, itu kan cuma satu ya. Itu untuk sementara kita hentikan operasinya," tutur Bahlil.

"Sampai dengan verifikasi lapangan. Kita akan cek, tetapi apa pun hasilnya nanti akan kami sampaikan setelah kroscek lapangan terjadi," tambahnya.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com

Berita tentang Raja Ampat lainnya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved