Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Cara Riko Driver Ojol Gen Z Lolos IPB University Tanpa Tes, Awalnya Gengsi Kerja

Inilah kisah inspiratif, Riko Jandika, Gen Z yang jadi driver ojol lalu lolos IPB University tanpa tes.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Laman IPB University
KISAH INSPIRATIF - Riko Jandika, Gen Z yang jadi driver ojol lalu lolos IPB University tanpa tes. Riko Jandika awalnya gengsi menjadi driver ojol. Namun ia sadar tak bisa terus menggantungkan orangtua. 

TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah inspiratif, Riko Jandika, Gen Z yang jadi driver ojol lalu lolos IPB University tanpa tes.

Riko Jandika awalnya gengsi menjadi driver ojol.

Namun ia sadar tak bisa terus menggantungkan orangtua.

Riko  memilih menjadi driver ojol setelah tiga bulan lulus SMA.

Di sela-sela itu, ia juga berusaha masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Jerih payahnya terbayar dengan lolos masuk IPB University di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Riko sempat menjadi pengemudi ojol untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus meraih kemandirian finansial.

Selama masa jeda tiga bulan setelah lulus SMA, Riko memutuskan untuk tidak tinggal diam.

Ia memanfaatkan waktu luang itu dengan bekerja.

“Saya berpikir untuk mencari pekerjaan. Awalnya ingin kerja di restoran, tapi saya khawatir dengan sistem kontrak dan gaji yang tidak jelas,” kata alumnus SMAN 9 Kota Bogor ini, dilansir dari laman IPB University, Selasa, (15/7/2025) via Kompas.com.

Baca juga: Daftar 18 Kampus Bergengsi yang Terima Hisyam Pemuda Sukabumi, dari IPB hingga George Washington

Ia memilih menjadi driver ojol karena fleksibel dan bisa menyesuaikan waktu. Keputusan itu diambil agar ia tidak bergantung pada orangtua.

“Saya ingin mandiri dan tidak dimanja oleh kehidupan. Saya juga ingin membantu orang tua,” ujarnya.

Hasil kerja sebagai ojol digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi serta membantu keluarga.

“Saya beli kebutuhan sendiri, seperti makanan dan transportasi. Kadang saya juga kasih orang tua beras, minyak, atau uang,” jelasnya.

Ia diterima di IPB University tanpa tes, berkat Jalur Talenta berkat prestasinya di bidang Pramuka.

Jalur Talenta memberi kesempatan siswa atau lulusan SMA sederajat, mengembangkan potensi secara akademik dan nonakademik. Peserta yang diterima wajib mengikuti pelatihan dan pengembangan sesuai bidang prestasinya.

Jalur Talenta terdiri dari beberapa kategori seleksi. Kategori tersebut yaitu Juara Olimpiade/Prestasi Akademik, Hafizh Quran, Pramuka (Kwarda Jawa Barat), Olahraga, Seni, Debat Bahasa, dan Talent Scouting (khusus penerima Golden Ticket IPB). Debat Bahasa mencakup bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Rusia, Prancis, dan Spanyol.

Baca juga: Sosok Dhaniswara Murid SMA Kebayoran Diterima 21 Universitas Luar Negeri, Sekolah Bangga

Namun memasuki masa kuliah, Riko berencana mengurangi aktivitas sebagai ojol agar fokus pada pendidikan.

“Untuk sekarang, saya akan berhenti sementara. Mungkin nanti saya lanjutkan saat libur atau jika ada waktu luang,” ungkapnya.

Ia mengaku sempat merasa gengsi menjadi ojol di usia muda. Namun, pengalaman itu justru membentuk mental dan kemandirian.

“Awalnya gengsi, tapi saya sadar harus kuat. Saya tidak bisa terus dimanjakan,” katanya.

Riko juga menyampaikan pesan untuk mahasiswa lain yang sedang berjuang.

“Tetap semangat. Saya yakin, teman-teman yang berada dalam kondisi sulit punya mental yang kuat dan tidak mudah menyerah,” tuturnya.

Kisah Riko Jandika menjadi contoh nyata bahwa tekad dan kerja keras bisa membuka jalan menuju pendidikan tinggi.

Perjuangannya sebagai driver ojol tak hanya membentuk kemandirian, tapi juga membentuk karakter tangguh dalam menghadapi masa depan.

Sebelumnya, kisah Dea, anak nelayan diterima di ITB ini viral dibagikan akun Instagram Dosen ITB, Imam Santoso, dikutip Tribunjabar.id, Selasa (15/7/2025).

Imam Santoso terkejut saat melihat kondisi rumah Dea yang berada di pesisir pantai Bali.

Dosen ITB itu juga syok saat mengetahui kisah pilu keluarga Dea yang rumahnya terancam tergusur.

"Dari rumah yang mau digusur di pesisir antai Bali, ada Dea anak nelayan juara debat nasional piala MK dan keterima FTI, ITB," tulis Imam.

Dalam tayangan video yang dibagikan, Dea menangis terharu saat didatangi langsung tim ITB dan Paragon Corp.

Keluarga Dea pun menyambut hangat dengan mempersilakan tim melihat kondisi rumah mereka.

Sementara gadis Bali itu pun tampak masih tak percaya jika dirinya bisa berkuliah di ITB.

Padahal Dea sendiri memiliki segudang prestasi.

Baca juga: Anak Penjual Es Keliling Diterima di ITB, Belajar hingga Tengah Malam sampai Rumah Penuh Piala

Bahkan tim ITB dan Paragon Corp mendapati fakta mengejutkan saat melihat tumpukan Piagam Penghargaan yang milik Dea.

"Piagam satu lantai tidak muat. Benar-benar Mutiara dari Bali," tulis Imam Santoso.

Tak ayal, setumpukan prestasi Dea tersebut dapat mengundang kedatangan tim ITB dan Paragon Corp tersebut untuk memberikan beasiswa pendidikan kepada Dea selama kuliah di ITB.

Dea siswi lulusan SMAN 1 Singaraja, Bali tersebut merupakan siswi berprestasi.

Jajaran piala hingga setumpukan Piagam Penghargaan di rumah Dwa berhasil membuat tim dan Imam Santoso melongo kagum.

Satu di antara jajaran piala tersebut adalah piala dari Mahkamah Konstitusi (MK) saat Dea Juara Debat Nasional.

Diketahui Dea diterima di Fakultas Teknologi Industri (FTI).

Di tengah keterbatasan ekonomi, Dea menceritakan motivasinya untuk berjuang meraih pendidikan tinggi tak leas dari kondisi keluarganya.

Baca juga: Gegara Buat Takjub Dosen ITB, Avan Anak Penjual Es Dipanggil Bupati Giri, Pulang Full Senyum

Selain itu, Dea juga termotivasi berkuliah di TB dari sosok senior di SMA-nya.

Sosok senior Dea itu adalah Nyoman Adi Arsana yang amsuk ITB pada tahun angkatan 1999.

Dea mengatakan senironya itu kerap memberikan motivasi dan kiat-kiat agar masuk ITB.

Hal tersebut memompa semangat Dea untuk meraih cita-citanya.

Selain itu, Dea juga termotivasi karena melihat orangtuanya yang bertaruh nyawa di laut.

Dalam lubuk hati yang terdalam, Dea selalu mengkhawatirkan kondisi ayahnya ketika melaut.

Dengan kondisi itu, Dea berpikir bahwa pendidikan menjadi harapan dan pembuka jalan dirinya untuk mengubah nasib keluarganya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved