Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sound Horeg

Muhammadiyah Dukung Fatwa Haram Sound Horeg MUI Jatim: Berdasarkan Kajian Ilmiah dan Dampak Negatif

Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur turut mendukung fatwa MUI Jatim yang mengharamkan sound horeg lantaran mengganggu dan bising. 

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Sudarma Adi
ISTIMEWA
SOUND HOREG - Wakil Ketua PWM Jatim Bidang tarjih dan Tajdid, kepesantrenan dan pembinaan Haji-Umroh DR KH Syamsudin (tengah). Kiai Syamsudin menyatakan Muhammadiyah mendukung fatwa haram MUI Jatim terhadap sound horeg yang mengganggu.  

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur turut mendukung fatwa MUI Jatim yang mengharamkan sound horeg lantaran mengganggu dan bising. 

Muhammadiyah menilai fatwa tersebut sudah melalui tahapan yang tepat, termasuk juga telah mempertimbangkan banyak hal. 

Wakil Ketua PWM Jatim Bidang tarjih dan Tajdid, kepesantrenan dan pembinaan Haji-Umroh DR KH Syamsudin mengungkapkan, Muhammadiyah memahami bahwa keluarnya fatwa tersebut tentu ada sebabnya. Yaitu, laporan sejumlah elemen masyarakat yang merasa dirugikan oleh penggunaan sound horeg

"Muhammadiyah menghormati bahkan mendukung fatwa haram MUI Jawa Timur atas fenomena sound horeg," kata Kiai Syamsudin kepada Tribun Jatim.com, Jumat (18/7/2025). 

Baca juga: Respons Muhammadiyah Trenggalek Terkait Fatwa Haram Sound Horeg

Dalam fatwa MUI Jatim sebelumnya, penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar dan diiringi jogetan pria dan wanita dihukumi haram. 

Intensitas suara yang berlebihan itu dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan bahkan kerusakan fasilitas umum atau barang milik orang lain. 

Kiai Syamsudin mengungkapkan, fatwa yang dikeluarkan MUI Jatim itu telah melalui mekanisme yang tepat.

Bahkan, sebelum mengeluarkan fatwa, MUI turut mengundang pihak-pihak yang dirasa penting untuk digali informasinya. Diantaranya, perwakilan masyarakat yang dirugikan, praktisi sound horeg dan dokter spesialis THT. 

Setelah mendengar keterangan dari sejumlah pihak itu, para ulama bermusyawarah dan berikutnya dikeluarkan fatwa. Sehingga, Kiai Syamsudin menegaskan bahwa Muhammadiyah memahami fatwa itu bukan atas dasar like and dislike. Tapi, hasil kajian ilmiah, dalam, obyektif, terbuka, holistik dan komprehensif. 

Baca juga: Universitas Muhammadiyah Malang Siapkan Belasan Skema Beasiswa

Secara prinsip, Kiai Syamsudin mengungkapkan, dalam kacamata muhammadiyah, masalah sound horeg adalah masalah mu’amalah duniawiyah. 

Sehingga berlaku kaidah, 'hukum asal segala sesuatu dalam masalah mu’amalah duniawiyah adalah boleh saja/mubah, sampai ada dalil yang mengharamkannya'.

Sehingga memanfaatkan kemajuan teknologi audio digital dalam kegiatan sosial keagamaan, dan budaya adalah boleh-boleh saja selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.

"Fakta di lapangan memberikan data bahwa sound horeg telah menyalahi prinsip-prinsip syari’ah itu," jelasnya. 

Ada sejumlah alasan yang mendukung hal itu. Diantaranya adalah data ahli, bahwa tingkat kebisingan sound horeg melebihi batas wajar. Yakni, bisa mencapai 120-135 desibel (dB) bahkan lebih. Sedangkan batas aman yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) adalah 85 dB untuk paparan selama 8 jam. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved