Kenaikan Pajak 1000 Persen di Jombang
Aktivis Jombang Nilai Bupati Warsubi Tak Bisa Lepas Tangan, Ingatkan Potensi Penolakan seperti Pati
Aan Anshori meminta Bupati Jombang, Warsubi ikut bertanggung jawab terkait kenaikan pajak hingga 1000 persen yang mencekik warganya.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
“DPRD harus berpihak pada warga yang menolak kenaikan PBB, bukan terus mengamini keputusan bupati,” pungkasnya.
Baca juga: Bupati Warsubi Merespons Kenaikan PBB P2 hingga 1000 Persen di Jombang, Sebut Melanjutkan Kebijakan
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Jombang tahun 2024 membuat sejumlah warga kelimpungan.
Di beberapa kasus, lonjakan mencapai lebih dari 1000 persen.
Heri Dwi Cahyono (61), warga Desa Sengon, Kecamatan/Kabupaten Jombang, mengaku kaget ketika menerima tagihan PBB untuk dua aset milik keluarganya.
Properti tersebut meliputi tanah seluas 1.042 meter persegi beserta rumah 174 meter persegi di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo, serta sebidang tanah 753 meter persegi di Dusun Ngesong VI.
Nilai pajak yang harus dibayar tahun ini melonjak hingga 1.202 persen dibanding 2023.
“Kalau naik wajar, tapi ini melompat sampai 12 kali lipat. Siapa yang harus bertanggung jawab kalau Bapenda sendiri mengakui datanya tidak sesuai?” ucap Heri saat dikonfirmasi pada Rabu (13/8/2025).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, Hartono, tak membantah adanya lonjakan signifikan.
Dari sekitar 700 ribu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang beredar, separuh mengalami kenaikan, sedangkan sisanya justru turun.
Beberapa objek pajak bahkan tercatat naik hingga ribuan persen.
Hartono menjelaskan, perubahan tarif tersebut dipicu oleh penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdasarkan survei tim appraisal pada 2022.
Namun, hasil penilaian pihak ketiga itu ternyata tidak selalu selaras dengan kondisi nyata di lapangan.
“Sejak tahun ini kami melibatkan pemerintah desa untuk mendata ulang NJOP secara menyeluruh. Prosesnya ditargetkan selesai November 2024,” ungkapnya.
Meski begitu, hasil pendataan baru bisa digunakan untuk menghitung PBB tahun 2026.
Artinya, untuk 2024 dan 2025, warga tetap akan membayar pajak sesuai perhitungan lama yang dinilai bermasalah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.