"Alhamdulillah banyak hal yang dijelaskan tadi, tambahan pasalnya bagaimana juga dijelaskan banyak dijelaskan. Nantinya akan kami sampaikan ke Aremania terkait informasi ini," jelasnya.
Baca juga: 2 Pemain Arema FC Beri Surprise Ulang Tahun untuk Korban Tragedi Kanjuruhan Alfiansyah
Baca juga: Alasan Tim Gabungan Aremania Bersama Federasi KontraS Tolak Hasil Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan
Sementara itu, Kajari Kabupaten Malang Diah Yuliastuti menerangkan, bahwa tindak lanjut penanganan perkara saat ini sudah masuk dalam pra penuntutan.
Dimana penyidik Polda Jawa Timur sudah mengirimkan berkas kembali atau pengembalian berkas ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, pada Senin (28/11/22).
"Namun ternyata berkas yang dikembalikan banyak petunjuk dari Kejati Jatim yang belum sepenuhnya dipenuhi, sehingga masih perlu dikembalikan dengan berita acara kordinasi," jelas Diah Yuliastuti.
Terkait apa saja yang belum dipenuhi, Diah mengatakan adanya pemenuhan alat bukti yang belum lengkap.
Serta terkait dengan konstruksi pasal, serta petunjuk alat bukti lain untuk membuat terang benderang perkaran ini.
"Secara detail kami tidak bisa menyampaikan. Pada intinya bahwa semua petunjuk itu belum bisa terpenuhi, sehingga jika nanti kita sampaikan bahwa perkara ini sudah lengkap nanti khawatir pada proses penuntutan akan mengalami kegagalan sehingga harus kita kembalikan lagi dengan berita acara kordinasi kepada penyidik," tandasnya.
Disisi lain, Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama dengan Federasi KontraS, resmi menolak hasil autopsi korban Tragedi Stadion Kanjuruhan, yaitu Natasya Debi Ramadhani (16) dan Nayla Debi Anggraeni (13).
Anggota Tim Hukum Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky mengungkapkan, ada beberapa catatan terkait hasil autopsi itu.
Yaitu yang pertama, sikap penyidik Polda Jatim yang lamban dan cenderung tidak serius dalam menangani perkara Tragedi Kanjuruhan.
Dimana seharusnya, autopsi bisa dilakukan sejak awal pasca peristiwa Tragedi Kanjuruhan itu serta tidak perlu menunggu persetujuan atau permintaan dari pihak keluarga korban.
Baca juga: Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan: Aremania Kembali Turun ke Jalan Suarakan Tiga Tuntutan
"Hal itu sesuai dengan apa yang ada dalam Pasal 133 sampai Pasal 135 KUHAP. Tetapi apa yang terjadi, penegak hukum dalam hal ini penyidik tidak ada inisiatif untuk melakukan autopsi,"
"Dan perlu dicatat, autopsi yang hasilnya diumumkan tersebut merupakan autopsi atas dasar permintaan Devi Athok dan itu pun melalui proses yang berbelit dan panjang. Tentu, proses yang lama ini dapat mempengaruhi, karena semakin lama kondisi jenazah dimakamkan akan mempengaruhi hasil autopsinya seperti yang telah disampaikan yaitu fase pembusukan lanjut," ujarnya dalam keterangan rilis yang disampaikan di video dalam akun Instagram resmi Tim Gabungan Aremania (TGA) @usuthinggatuntas, Kamis (1/12/2022).
Lalu yang kedua, pihaknya memiliki jurnal ilmiah yang dapat membuktikan serta menjelaskan bahaya gas air mata.
Baca juga: Wajah Arema FC Pasca Tragedi Kanjuruhan: Aremania Suarakan Usut Tuntas, Manajemen Fokus Pemulihan
"Bahkan ada jurnal ilmiah yang meneliti, bahwa gas air mata mengakibatkan suatu hal yang fatal yaitu kematian. Dan kalau saat ini penegakan hukum tidak mampu mengungkapkan bahwa gas air mata itu berbahaya, maka kami punya pembanding dan akan kami bagikan di akun media sosial TGA," terangnya.
Lalu yang berikutnya, hasil autopsi yang telah diumumkan itu tidak dapat menjadi kesimpulan untuk keseluruhan korban lainnya.
"Artinya kami mau bilang, kepada para keluarga korban jangan patah semangat. Dua hasil autopsi yang telah diumumkan tersebut, tidak bisa mewakili atau tidak bisa menjadi titik kesimpulan bahwa kondisi ratusan korban adalah sama," jelasnya.
Oleh sebab itu, perjuangan untuk mencari keadilan Tragedi Kanjuruhan masih terus berjalan.
"Ini sama halnya dengan korban selamat dan korban luka. Hingga saat ini, belum satupun ada yang divisum. Kita semua ingat, ada mata merah, ada sesak nafas, dan ada iritasi kulit. Kalau sekarang baru divisum, ya jelas sudah hilang sesaknya dan mata merahnya," tegasnya.
"Kita tetap berjuang, masih banyak alternatif lain yang bisa ditempuh. Resume medis kita perjuangkan. Selain itu, pihak rumah sakit jangan mempersulit akses korban mendapat resume medis," bebernya.
Sementara itu, Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengungkapkan, bebrrapa hal yang membuat pihaknya meragukan serta menolak hasil autopsi tersebut.
Baca juga: TERPOPULER BOLA: Persebaya Terancam Jadi Tim Musafir - Wajah Arema FC Pasca Tragedi Kanjuruhan
Dirinya menjelaskan saat usai pelaksanaan ekshumasi (gali kubur), pada Sabtu (5/11/2022) lalu, saat itu pihak dokter menyampaikan bahwa hasil autopsi paling lama akan keluar setidaknya delapan minggu.
"Namun, ini baru tiga minggu lebih sudah diumumkan hasilnya. Kita tidak mengetahui alasan kenapa hal ini dipercepat," tambahnya.
Dirinya juga menerangkan, bahwa pihaknya meragukan independensi laboratorium yang digunakan untuk autopsi.
Pasalnya, apakah laboratorium tersebut terbukti independen dan sepenuhnya menghasilkan produk ilmiah yang semestinya.
"Dari dua hal itu, kami di sini menolak hasil autopsi tersebut. Khususnya mempertanyakan, apakah memang benar benar ilmiah dan otentik," ungkapnya.
Dirinya juga menambahkan, mayoritas korban yang ada di Gate 13 dan meninggal di tribun memiliki tanda yang hampir sama. Yaitu, muka hitam dan keluar cairan di mulut.
Baca juga: Kisah Kengerian di Pintu 13 Kanjuruhan Disorot, Bak Kuburan Massal, ini Alasan Ditutup Versi PSSI
Baca juga: VIRAL TERPOPULER: Yel-yel Suporter Arema FC Firasat Tragedi Kanjuruhan? - Kengerian di Pintu 13
Selain itu, banyak tanda yang menunjukan adanya ketidakwajaran yang bisa menyebabkan para korban meregang nyawa.
"Kami menuntut dilakukan autopsi ulang, dengan laboratorium yang benar-benar independen dan kami tidak percaya PDFI bisa bersikap independen," tandasnya.
Penolakan tersebut disampaikan Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama dengan Federasi KontraS, setelah Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jawa Timur dr Nabil Bahasuan SpFM telah menyampaikan hasil autopsi korban Tragedi Stadion Kanjuruhan, yaitu Natasya Debi Ramadhani (16) dan Nayla Debi Anggraeni (13) pada Rabu (30/11/2022) lalu.
Dimana secara umum, Nabil memastikan bahwa kematian kedua korban Tragedi Kanjuruhan tersebut bukan karena gas air mata, melainkan karena adanya kekerasan benda tumpul.
Selain itu, juga tidak ditemukan residu gas air mata di paru-paru kedua korban tersebut.
Tersangka Tragedi Kanjuruhan
Enam orang telah ditetapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai tersangka atas kerusuhan usai pertandingan 'Derbi Jatim' Arema FC melawan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, hingga menewaskan 133 orang suporter Aremania dan Aremanita, Kamis (6/10/2022).
Para tersangka diduga melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP tentang menyebabkan orang mati ataupun luka-luka berat karena kealpaan, dan Pasal 103 Ayat 1 Jo pasal 52 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2022 tentang keolahragaan.
1) Akhmad Hadian Lukita (AHL), sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB).
AHL dianggap bertanggungjawab untuk memastikan setiap stadion memiliki sertifikat layak fungsi.
Saat memilih lokasi Stadion Kanjuruhan Malang sebagai lokasi Derbi Sepak Bola tersebut pada Sabtu (1/10/2020).
AHL diduga tidak mengeluarkan sertifikasi layak fungsi stadion terbaru, pada tahun 2022.
Namun, mengandalkan, hasil sertifikasi layak fungsi stadion yang dikeluarkan terakhir pada tahun 2020 silam.
Bahkan, penggunaan stadion tersebut, juga tanpa adanya perbaikan hasil rekomendasi evaluasi sesuai hasil surat sertifikasi layak fungsi, dua tahun lalu.
2) Abdul Haris (AH), sebagai Ketua Panitia Panpel (Panpel)
AH diduga tidak membuat peraturan mengenai regulasi keamanan dan keselamatan penonton sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) sebagai panpel.
Padahal tupoksi tersebut tertuang dalam Pasal 6 No 1 Regulasi Keselamatan dan Keamanan tahun 2021. Panpel wajib membuat peraturan keselamatan dan keamanan atau panduan keselamatan dan keamanan.
Bahkan, temuan penyidik, Panpel diduga menjual dan menyediakan tiket sejumlah 42 ribu tiket, melebihi kapasitas dari data tampung stadion yang hanya 38 ribu daya tampung penonton dalam stadion.
3) Suko Sutrisno (SS), merupakan Security Officer
SS diduga tidak membuat dokumentasi penilaian resiko. Selain itu, SS juga diduga tidak maksimal menjalankan tugasnya dalam mendayagunakan petugas penjaga pintu stadion (Steward).
Sehingga, ditemukan fakta bahwa sejumlah steward pada pintu stadion 3, 11, 12, 13, dan 14, meninggalkan posisi tempat tugasnya, sebelum semua penonton keluar, sekitar pukul 22.00 WIB.
4) Komisaris Polisi (Kompol) Wahyu Setyo (WS) merupakan (Kepala Bagian Operasi) Kabag Ops Polres Malang
Kompol SS diduga mengetahui adanya peraturan FIFA atas adanya pelarangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Namun, dalam konteks pengamanan pada Sabtu (1/10/2022) kemarin. Kompol SS tidak melakukan pengecekan terhadap personel yang akan berjaga, sehingga penggunaan gas air mata masih diberlakukan dalam mengendalikan massa di dalam stadion hingga malam itu.
5) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Has Darmawan (HD), Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jatim.
AKP HD diduga memerintahkan anggotanya melakukan penembakan gas air mata, hingga memicu kepanikan para suporter yang masih berada di atas tribun.
6) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Bambang Sidik Achmadi (BSA) Kasat Samapta Polres Malang.
AKP BSA, diduga memerintahkan anggotanya melakukan penembakan gas air mata, hingga memicu kepanikan para suporter yang masih berada di atas tribun.
Sementara itu, sejumlah 20 orang anggota Polri menerima sanksi etik atas buntut kerusuhan usai pertandingan 'Derbi Jatim' Arema FC melawan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, hingga menewaskan 131 orang suporter Aremania dan Aremanita.
Mereka diduga lalai dalam menjalankan tugas hingga terpaksa menerima sanksi etik, setelah pihak internal; Irwasum dan Divisi Propam Polri, melakukan pemeriksaan terhadap 31 orang personel yang terlibat pengamanan pertandingan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan secara maraton di mulai sehari setelah insiden nahas itu terjadi Sabtu (1/10/2022), yakni pada Minggu (2/10/2022) hingga berlanjut terus sampai Kamis (6/10/2022) sore.
Dari 20 orang terduga pelanggar itu, ia mengungkapkan, empat orang diantaranya merupakan pejabat utama (PJU) Polres Malang, yakni AKBP FH, Kompol WS, AKP PS, dan Iptu PS. Kemudian, dua orang perwira pengawas, dan pengendali, yakni AKBP AW dan AKP D.
Lalu, tiga orang anggota lainnya yang bertindak melakukan perintah tembakan pemerintah tembakan gas air mata, yakni AKP H, AKP US, dan Aiptu PP. Dan terakhir, 11 orang anggota yang melakukan eksekusi penembakan gas air mata.
Rantai komando anggota tersebut, menyebabkan 11 orang penembakan gas air mata melontar gas air mata.
Tujuannya, membubarkan sekaligus mengendalikan massa suporter yang berupaya memasuki tengah lapangan usai pertandingan.
Penembakan gas air mata itu dilakukan sebanyak 11 kali. Ditengarai penembakan tersebut dilakukan oleh masing-masing dari sebelas orang tersebut, sebanyak satu kali.
Rinciannya, tujuh kali tembakan ke arah tribun selatan, satu kali tembakan ke arah tribun utara, dan tiga kali tembakan ke arah tengah lapangan.
Dari aspek persiapan pertandingan, pada Senin (12/9/2022) Panpel Arema FC bersurat ke Polres Malang atas permohonan rekomendasi sepak bola Arema FC VS Persebaya Surabaya, yang akan dilakukan pada jam 20.00 WIB, Sabtu (1/10/2022).
Kemudian, Polres Malang memberikan jawaban kepada panpel tersebut dengan mengirimkan secara resmi untuk mengubah jadwal pelaksanaan menjadi pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan faktor keamanan.
Namun demikian, permintaan tersebut ditolak oleh PT LIB, dengan alasan, apabila waktunya digeser tentu akan ada pertimbangan terkait masalah penayangan langsung, ekonomi, mengakibatkan terjadinya penalti atau ganti rugi, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, Polres Malang melakukan persiapan pengamanan dengan melakukan berbagai macam rapat koordinasi (Rakor) dengan berbagai stakeholder.
Hasil dari rakor tersebut, Polres Malang memutuskan menambah jumlah personel dari semula 1.073 menjadi 2.034 orang personel. Kemudian, disepakati, bahwa suporter dari Arema FC yang diperbolehkan hadir. Selain itu, tidak boleh.
Akhirnya, proses pertandingan berjalan lancar, skor 2 untuk Arema FC dan 3 untuk Persebaya Surabaya. Namun di akhir pertandingan muncul reaksi atau penonton dari hasil yang ada.
Berita tentang tragedi Kanjuruhan dan Berita Jatim lainnya