Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Melihat Sentra Tembakau di Desa Purworejo Ponorogo, Dijaga hingga Turun-temurun

Langkah kakinya tegap menuju area persawahan, mata dimanjakan dengan tanaman tembakau jenis virgin terlihat menghijau

TribunJatim.com/Pramita Kusumaningrum
SURGA TEMBAKAU - Petani Tembakau di Desa Purworejo saat memanen di lahannya di Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jatim, Selasa (16/9/2025). Lahan di Desa Purworejo totalnya adalah 100 hektar. Dan 98 persen lahan di Desa Purworejo ditanami tanaman tembakau. 

Poin Penting : 

Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Pramita Kusumaningrum 

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO - Pagi itu, matahari masih malu-malu muncul. Namun, kehidupan di Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jatim mulai sibuk.

Warga mulai keluar dari rumah masing-masing. Mereka menggunakan topi hingga masker dan sarung tangan. Pun sepatu boot terpasang di kaki mereka.

Langkah kakinya tegap menuju area persawahan. Saat di sawah, mata dimanjakan dengan tanaman tembakau jenis virgin terlihat menghijau. Juga daun tembakau virgin yang semakin tinggi.

Ada petani yang sibuk mengairi lahannya. Ada yang mulai memetik tanaman tembakau

Ya, bulan ini adalah masa panen pertama bagi petani tembakau di Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jatim.

Baca juga: 150 Kg Tembakau Kehujanan saat Dijemur, Petani di Bondowoso Pasrah Merugi: Paling Laku Rp15 Ribu

“Mulai panen memang ini para petani di Desa Purworejo. Pertanian adalah tulang punggung desa ini, terutama tanaman tembakau,” ungkap Kepala Desa Purworejo, Didik Subagio, Selasa (16/9/2025).

Dia menjelaskan bahwa lahan di Desa Purworejo totalnya adalah 100 hektar. Dan 98 persen lahan di Desa Purworejo ditanami tanaman tembakau.

“Bahkan diantaranya ada yang berani menyewa lahan di luar Desa Purworejo. Mereka menanami dengan tembakau juga,” katanya.

Hal itu bukan tanpa sebab, karena menanam tembakau cukup menguntungkan. Terlebih warga Desa Purworejo telah kerjasama dengan pihak ketiga.

“Lahan di Purworejo 100 Hektar. 98 persen ditanami tembakau. Kami itu menanamnya cuma dua, padi dan tembakau,” urai Didik saat ditemui di lokasi.

Menurutnya, dari 2.000 warga Desa Purworejo, 1.000 diantaranya adalah petani tembakau. Sisanya merupakan mereka yang masih sekolah.

Baca juga: Cuaca Tak Bersahabat, Harga Tembakau di Lereng Gunung Lawu Magetan Terjun Bebas

“Kalau kk nya ada 500. Dalam satu keluarga itu kan kadang ada 2 sampai 3 petani tembakau,” papar Didik.

Didik berkisah bahwa Desa Purworejo sudah menjadi sentra tanaman tembakau bertahun-tahun. 

“Mulai dari tembakau yang kecil-kecil itu sampai tembakau virgin,” ucapnya.

Sehingga, kata dia, sentra tanaman tembakau itu masih dipegang oleh Desa Purworejo sampai sekarang. Ada anak hingga cucu yang meneruskan.

“Dalam satu tahun itu, kami ada 2 tanaman. Padi dan tembakau. Nanti kalau musim penghujan sekitar bulan Desember kami menanam padi,” terangnya.

Kemudian pada bulan Maret atau April, jelas dia, warga mulai menanam tembakau. Bukan rahasia umum lagi, lantaran di Desa Purworejo adalah salah satu daerah yang susah dengan air.

Menurutnya, warga Desa Purworejo pun tidak susah untuk menjual hasil tanaman tembakau. Dimana, mulai 2009 lalu sudah kerjasama dengan pihak ketiga.

“Perihal harga tergantung pihak ketiga. Tahun ini sudah 3 kali petik harganya per kilogram Rp 35 ribu. Harga itu bisa naik, semakin daun atas semakin harganya bagus,” ucapnya.

Bahkan, jelas dia, 2024 lalu harganya cukup fantastis. Pihak ketiga berani membeli tembakau seharga Rp 45 ribu per kilogram.

Ketika ditanya, berarti setiap masa panen, warga Desa Purworejo mendadak jadi jutawan? “Warga Desa Purworejo mendadak jutawan, iya mungkin,” tambahnya sambil tersenyum.

Dia berharap seluruh warga yang menggantungkan hidup terhadap tembakau bisa lancar. Terlebih saat ini, BMKG menyebutnya kemarau basah.

Dimana kemarau yang sesekali terjadi hujan. 

“Semoga panen lancar. Petani sukses lulus sampai selesai panen . Setelah panen beli macam-macam, bisa motor, mobil maupun umroh,” tambahnya.

Walaupun terlihat hasil fantastis, namun bukan berarti petani tembakau di Desa Purworejo tidak pernah gagal panen. 7 tahun lalu, pernah banjir.

“7 tahun lalu pernah banjir. 2017-2018 sempat banjir dan gagal panen. Sempat panen beberapa kali. Ditengah perjalanan terkena banjir,” paparnya.

Pihak ketiga, tetap membeli yang telah dipanen. Namun harganya tidak sebagus biasanya. “Ya rugi, menutupi modal saja ndak bisa saat itu,” urainya

Dia menjelaskan satu kali panen, dalam satu kotak mencapai Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. Kemudian dipotong untuk modal awal, pembelian bibit, perairan dan lain-lain mencapai Rp 5 juta dalam satu kotak 

“Hasil Rp 25 juta sampai Rp 30 juta itu untuk satu kali masa panen. Ya seperti saya bilang semakin banyak tentu semakin mahal,” tambahnya.

Namun, Didik tidak berani blak-blakan, berapa penghasilan keseluruhan warganya. “Sebenarnya tinggal dikalikan saja. Ada 100 hektar, 1 hektar 7 kotak. 1 kotaknya Rp 20 juta. Hasilnya banyak pokoknya,” tutupnya.

Satu di antara petani, Alip Hidayanto mengaku bahwa proses sampai bisa dijual tidak mudah. Dimana mulai petik, kemudian dibiarkan atau diperam.

“Itu selama 3 hari, baru dirajang. Jadi prosesnya dari petik sampai bisa dijual kurang lebih sampai 6 hari,” urainya.

Dia mengatakan bahwa jika normal, setelah 120 hari bisa mulai memanen. Dia mulai menanam bulan Juni.

“Ini mulai panen. April sampai Mei mulai pengairan. Lalu menanam, setelah 120 bisa panen pertama. Dan selanjutnya  6 sampai 7 kali petik,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved