Cerita Arpa 55 Jombang, dari Hobi Naik Gunung, Menjelma Jadi Gerakan Lintas Generasi Penjaga Alam

“Kami ingin gerakan ini hidup terus, tidak berhenti di satu acara. Alam butuh perawatan, bukan sekadar perayaan,” ungkap.

Anggota Arpa 55 datang dari berbagai daerah Jombang, Sidoarjo, Mojokerto, bahkan Malang. Mereka punya latar belakang berbeda, ada buruh, pegawai kantoran, guru, hingga mahasiswa.

Tapi ketika berkumpul, semua melebur tanpa sekat. Yang menyatukan mereka hanyalah satu hal, semangat untuk menjaga alam.

Beberapa anggota muda mengaku bergabung setelah melihat aksi Arpa 55 di media sosial. Bagi mereka, komunitas ini bukan hanya tempat berbagi hobi, tapi juga wadah belajar tentang kehidupan.

“Saya belajar tanggung jawab di sini. Alam itu bukan cuma tempat kita bersenang-senang, tapi juga tempat kita berutang budi,” imbuh Deni.

Dua puluh tahun bukan waktu singkat. Banyak komunitas lahir dan mati, tapi Arpa 55 tetap bertahan. Mereka percaya bahwa menjaga alam bukan sekadar kegiatan, melainkan panggilan hati.

Kini, Arpa 55 telah menjadi inspirasi bagi banyak komunitas serupa di Jombang dan daerah sekitarnya. Dari tenda-tenda kecil yang dulu hanya tempat berteduh, kini lahir gerakan besar yang menumbuhkan kesadaran bahwa bumi ini harus dijaga bersama.

“Kami bukan siapa-siapa. Tapi kalau banyak ‘bukan siapa-siapa’ bergerak bersama, hasilnya bisa luar biasa,” pungkas Ika.