Sosok Mbah Bas yang Teguh Mengabdi di Antara Nisan, Ceritakan Ingatan Pahit saat Pandemi Covid-19
Penjaga makam di Jombang, Mbah Bas ceritakan ingatan pahit saat masa pandemi Covid-19. Saat itu, gelombang kematian datang bertubi-tubi.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
Ringkasan Berita:
- Mbah Bas telah menjaga makam di TPU Gedangan Jombang selama puluhan tahun.
- Ingatan pahit yang hingga kini membekas baginya adalah masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
- Mbah Bas merawat makam dengan sabar, dengan pelan dan ikhlas.
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Basuki (71) atau yang akrab disapa Mbah Bas melangkah pelan di antara barisan nisan makam yang berembun.
Saat sebagian besar warga Desa Gedangan masih lelap dalam gelap subuh atau larut dalam mimpi malam, langkah kakinya telah dimulai.
Setiap sudut TPU Desa Gedangan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Tempat ia mengabdi bukan sehari dua hari, melainkan puluhan tahun.
Bagi sebagian orang, pemakaman adalah ruang yang hanya dikunjungi saat duka.
Namun bagi Mbah Bas, kompleks luas itu justru menjadi “kantor,” ruang kerja yang sekaligus menjadi tempat ia menemukan ketenangan, keikhlasan, dan pengabdian yang diam-diam.
Ia datang sejak pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, tanpa diminta, tanpa jadwal resmi, dan tanpa upah pasti.
Rutinitasnya dimulai dengan menyisir seluruh area makam, memeriksa nisan yang mungkin roboh, menyapu daun kering, merapikan bunga-bunga layu, dan memastikan jalan setapak tetap mudah dilalui peziarah.
"Kalau tidak dibersihkan, kasihan. Makam itu harus tetap dijaga. Tempat istirahat terakhir orang," ucapnya saat dikonfirmasi TribunJatim.com, di lokasi makam Desa Gedangan pada Rabu (19/11/2025).
Dari Pengusaha Genteng ke Penjaga Makam
Jauh sebelum rambutnya mulai memutih, Mbah Bas adalah seorang pengusaha pembuatan genteng batu bata merah.
Ia dikenal cukup berhasil pada masanya.
Namun seiring bertambahnya usia, ia memutuskan untuk mundur dari pekerjaan yang menyita tenaga itu.
Keinginannya sederhana, menikmati masa tua dengan tenang.
Tetapi hidup justru membawanya pada jalan berbeda.
Ia mulai sering membantu juru kunci lama di makam desa.
Sekadar menyapu, mengangkut ranting, atau memperbaiki nisan.
Siapa sangka, pekerjaan kecil itu justru menjadi panggilan hidup.
Dari hari ke hari, kehadirannya di makam semakin rutin.
Dari sekadar “membantu,” ia berubah menjadi seseorang yang selalu ada setiap kali warga membutuhkan bantuan mengurus pemakaman. Bahkan hingga ia lupa tahun berapa tepatnya ia memulai.
Baca juga: Sedih Lihat Tumpukan Buah Lontar Tua Membusuk, Warga Tuban Buat Olahan Jenang Siwalan yang Lezat
Pada tahun 2024, keputusan besar dibuat warga Desa Gedangan itu. Dalam sebuah musyawarah desa, nama Mbah Bas dan Syaiful (54) atau Cak Pul dipilih untuk menjadi juru kunci resmi TPU Gedangan dan Mojojejer.
"Warga menunjuk saya. Mereka bilang saya sudah lama merawat makam, jadi lebih paham kondisinya," kenang Mbah Bas.
Dua Penjaga, Ratusan Makam, dan Tugas Tanpa Jam Kerja
TPU Gedangan tidak hanya melayani satu desa, melainkan dua sekaligus, Desa Gedangan dan Mojojejer.
Luasnya mencapai puluhan petak, dengan ratusan nisan yang harus diawasi dari hari ke hari. Setiap musim hujan, tanah yang gembur membuat banyak makam rawan ambles. Nisan bisa miring dalam semalam.
Di sinilah peran Mbah Bas dan Cak Pul menjadi krusial.
Mereka harus berkeliling lebih sering, memeriksa setiap titik, dan kadang bekerja lebih keras karena hujan turun tanpa henti. Namun tugas terberat bukanlah membersihkan makam. Tugas itu adalah menggali liang lahat.
Menggali Liang Lahat
Sering kali kabar duka datang pada malam hari.
Suara speaker masjid yang mengabarkan kabar dulu atau kabar lisan mendadak membuat Mbah Bas harus bergegas mengambil cangkul dan lampu senter.
Ia dan Cak Pul berjalan ke makam saat desa sudah sepi, menggali tanah yang basah, berat, dan kadang penuh batu.
Jika pemakaman dilakukan siang atau sore, warga masih bisa membantu. Tetapi jika malam hari, hanya dua penjaga malam itulah yang mengerjakan. Meski demikian, mereka tidak pernah menolak.
"Namanya orang meninggal, tidak bisa menunggu. Harus segera dimakamkan," ujarnya melanjutkan.
Ingatan pahit yang hingga kini membekas baginya adalah masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Gelombang kematian datang bertubi-tubi. Tidak jarang sehari ada lebih dari 10 jenazah yang harus dimakamkan.
"Waktu itu sehari bisa 13 jenazah. Saya tidak pulang. Tidur sebentar di makam, lalu bangun lagi untuk menggali," kenangnya.
Di masa itu, Mbah Bas menyaksikan sendiri betapa cepat hidup berubah.
Betapa sunyi makam bisa menjadi hiruk pikuk yang penuh tangis.
Betapa pekerjaan yang ia lakukan begitu berarti, namun tetap sunyi tanpa publikasi, tanpa apresiasi, tanpa jeda.
Mengabdi dengan Ikhlas Meskipun Tanpa Gaji Tetap
Meski bertanggung jawab atas salah satu fasilitas publik terpenting di desa, Mbah Bas tidak memiliki gaji rutin.
Penghasilan hariannya tergantung pada kotak infak yang dibuka tiap bulan. Jika uang infak berjumlah Rp 300.000, maka ia dan Cak Pul masing-masing hanya menerima Rp 150.000.
Kadang keluarga almarhum memberi uang terima kasih. Jumlahnya tidak pernah dipatok.
"Kadang Rp 20.000, kadang Rp 10.000, pernah Rp 5.000. Ya saya terima. Yang penting ikhlas," ungkapnya melanjutkan.
Dalam pengakuannya, Mbah Bas mengatakan jika setahun sekali, ada tunjangan yang mereka terima, nominalnya Rp 1.000.000. Jumlah itu juga harus dibagi dua dengan Cak Pul, rekannya yang setiap menemani Mbah Bas.
Meski kecil, Mbah Bas tidak pernah mempermasalahkan. Ia tidak bekerja demi upah, melainkan demi menjaga amanah.
Keluarga yang Mengerti Pengabdian Sang Ayah
Di rumah, Mbah Bas tinggal bersama anak keduanya.
Sang anak pertama tinggal di Jogoroto, Jombang, sementara anak ketiga merantau ke Kalimantan Timur. Tidak ada satupun dari mereka yang keberatan ayahnya bekerja sebagai penjaga makam.
Mereka tahu benar bahwa pekerjaan itu bukan sekadar profesi, tetapi bentuk keteguhan hati.
"Selama saya bisa, saya kerjakan. Badan ini selama kuat ya dipakai," beber Mbah Bas.
Wujud Penghormatan Terakhir
Setiap makam, bagi Mbah Bas, memiliki ceritanya sendiri. Ia menyaksikan kedatangan orang-orang yang ditinggalkan, mendengar tangis keluarga yang merelakan, dan melihat bagaimana setiap liang lahat menjadi akhir sebuah perjalanan.
Ia merawat semuanya. Dengan sabar. Dengan pelan. Dengan ikhlas.
Tidak ada sorot kamera, tidak ada penghargaan, tidak ada publikasi. Yang ada hanya suara dedaunan, embusan angin, dan langkahnya yang menyusuri jalan setapak setiap pagi.
Di antara ratusan nisan yang berdiri diam, Mbah Bas menjalankan perannya sebagai penjaga kesunyian. Seorang lelaki sepuh yang mengemban tugas mulia tanpa keluhan, tanpa pamrih, dan tanpa henti.
Karena bagi Mbah Bas, menjaga makam bukanlah pekerjaan. Itu adalah amanah hidup. Dan selama ia mampu, tugas itu akan terus ia jalankan, setenang nisan-nisan yang ia jaga setiap hari.
Sementara itu, Pemerintah Desa (Pemdes) memberikan tunjangan dari APBDes sebesar Rp 500.000 sesuai Peraturan Bupati Jombang Nomor 31 Tahun 2023.
Kepala Desa Gedangan, Soekarno, juga mengakui pentingnya peran penjaga makam.
"Ada tunjangan tiap enam bulan, walaupun jumlahnya tidak besar. Tapi kami tetap berupaya memberi yang bisa kami anggarkan," jelasnya.
Desa Gedangan
Kecamatan Mojowarno
Jombang
penjaga makam
human interest story
TribunJatim.com
Berita Jombang Terkini
Tribun Jatim
berita Jatim terkini
| Warga Terdampak Erupsi Gunung Semeru Mengungsi, BPBD Lumajang Pastikan Pengungsian Aman |
|
|---|
| Wakapolri Akui Banyak Polisi Kinerjanya Buruk, Blak-blakan Penyebab Ada Kaitan Kenaikan Pangkat |
|
|---|
| RedTalks Suara Muda Untuk Jatim Keren, PDIP Jatim Libatkan Anak Muda Rumuskan Arah Kebijakan |
|
|---|
| Sedih Lihat Tumpukan Buah Lontar Tua Membusuk, Warga Tuban Buat Olahan Jenang Siwalan yang Lezat |
|
|---|
| Melintas di Jembatan Saat Erupsi Gunung Semeru, Pasutri Asal Kediri Alami Luka Bakar |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Basuki-atau-Mbah-Bas-saat-membersihkan-area-pemakaman-umum-Desa-Gedangan-jombang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.