Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Yusra Operator SDN Lega Lolos PPPK setelah 19 Tahun Bekerja, Selama ini Gaji Tak Jelas

Yusra, operator SD Negeri 2 Lapang, Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara adalah satu di antara honorer yang lolos PPPK.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/MASRIADI SAMBO
LOLOS PPPK - Honorer mengurus surat kesehatan dari Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Kabupaten Aceh, Provinsi Aceh, Selasa (16/9/2025). Satu di antara yang lolos bernama Yusra, operator SD Negeri 2 Lapang, Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara, yang sudah bekerja selama 19 tahun. 

TRIBUNJATIM.COM - Masih banyak tenaga pendidik yang statusnya masih honorer.

Yusra, operator SD Negeri 2 Lapang, Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara adalah satu di antaranya.

Namun, Yusra kini bisa bernafas lega.

Yusra akhirnya menjadi satu di antara 8.154 honorer yang dinyatakan lolos sebagai Pegawai Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.

Sejak 2006, dia berbakti, dengan status pegawai bakti data pokok pendidikan di sekolah pesisir kabupaten itu.

Praktis, 19 tahun dia mengabdi dengan sebutan “lillahi taala”.

Tak ada gaji yang jelas dan tak mengenal istilah tanggal muda laiknya pegawai negeri sipil (PNS).

“Hanya berharap dari Allah SWT. Tidak bicara cukup untuk belanja rumah. Terpenting, ini pengabdian tulus untuk pendidikan,” kata Yusra, Selasa (16/9/2025).

Kini, dia sedang mengisi daftar riwayat hidup, sebagai syarat untuk menerima nomor induk pegawai (NIP).

Meski berstatus PPPK Paruh Waktu, Yusra sangat bersyukur.

Dokumen yang harus diisi berupa surat kesehatan dari Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Kabupaten Aceh Utara dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Polres Aceh Utara. 

“Kami bersyukur sudah diberikan ruang oleh Bupati Aceh Utara Ayahwa (Ismail A Jalil). Masih banyak daerah yang tidak mengakomodir status paruh waktu di Indonesia,” terangnya.

Baca juga: 1.823 Pegawai Pemkab Ponorogo Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu, Honorer Resmi Dihapus

Ribuan orang kini memenuhi Polres Aceh Utara dan RSUCM Aceh Utara untuk melengkapi administrasi.

Polres bahkan membuka layanan hingga malam hari.

Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil bahkan membuat video khusus untuk mengingatkan seluruh PPPK Paruh Waktu melengkapi dokumen itu.

Dalam video berdurasi 1,17 menit yang diposting di akun media sosial pribadinya @ismailajalil, Bupati mengingatkan batas akhir pengisian dokumen 22 September 2025.

Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil, menyebutkan 2.329 honorer di kabupaten itu masih diperjuangkan agar bisa diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.

Mereka mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) namun tidak lulus.

Sebaliknya Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) memberikan tenggat penyelesaian honorer di Indonesia hingga 2025.

Artinya, jika tidak ada regulasi khusus untuk 2.329 honorer ini, dipastikan mereka tidak bekerja lagi tahun depan.

Baca juga: Penjelasan Puskesmas soal Sopir Ambulans Lolos PPPK Padahal Bolos 4 Bulan, Pegawai Lain Heran

 Karena itu, Ayahwa mengirimkan surat usulan ke Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini.

Surat itu tertanggal 12 September 2025 dengan nomor 800/1225/2025.

“Kita minta agar Bu Menpan membuka regulasi baru, agar bisa mengangkat mereka menjadi PPPK Paruh Waktu. Kalau tidak ada regulasi baru, kita tidak berbuat apa-apa,” sebutnya.

Politisi Partai Aceh itu berharap Menpan RB segera merespon keluhan dari seluruh honorer di Kabupaten Aceh Utara.

“Semoga perjuangan kita berhasil dan Menpan mengabulkan,” pungkasnya.

Sementara itu, nasib lain dialami Bura (50), yang justru tak lolos Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Padahal Bura telah mengabdi sebagai tenaga honorer di SD Inpres Sangkurio, Lingkungan Tamasapi, Kelurahan Mamunyu, Kecamatan Mamuju, Sulawesi Barat selama 17 tahun.

Ia hanya ingin suaranya didengar pemerintah dan menghargai atas pengabdiannya.

Garis kelelahan tampak jelas di sekitar matanya. 

Rambut hitamnya yang lurus dibiarkan tergerai di tengah memperjuangakan nasibnya di DPRD Mamuju.

Masker birunya melorot di leher tak mampu menutupi getir yang ia rasakan. 

Sejak 2008, setiap pagi ia berangkat ke sekolah dengan semangat yang sama. 

Baginya, anak-anak di ruang kelas adalah alasan untuk tetap bertahan, meski upah ia terima jauh dari kata layak. 

“Saya digaji Rp500 ribu per enam bulan. Itupun dipotong. Kadang yang saya terima hanya Rp1,2 juta,” ucap Bura dengan suara lirih, saat ditemui ketika berunjuk rasa di Gedung DPRD Mamuju, Senin (15/9/2025), dikutip dari Tribun Sulbar.

Baca juga: Masa Kontrak 1 Tahun, ini Rincian Lengkap Tunjangan PPPK Paruh Waktu

Dengan penghasilan tak menentu, Bura kerap harus mengencangkan ikat pinggang.

Ia tahu, gajinya sebagai honorer tak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Namun, rasa cintanya pada murid-murid membuatnya tetap setia hadir di sekolah. 

“Saya rajin masuk tiap hari. Hanya Sabtu dan Minggu tidak karena saya ibadah,” katanya.

Harapan sempat tumbuh ketika ia melengkapi berkas untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Bura membayangkan, status baru itu bisa menghadirkan sedikit kepastian bagi hidupnya. 

Namun, semua pupus begitu pengumuman keluar. Namanya tak tertera dalam daftar.

“Kami hanya diminta sabar. Tapi sampai kapan saya bisa sabar? Kalau soal pakaian, saya bisa sabar. Tapi kalau perut lapar, bagaimana?” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Baca juga: Tangis Bura Cuma Disuruh Sabar Tak Lolos PPPK Padahal Sudah Mengabdi 17 Tahun: Ingin Dihargai

Bura tak kuasa menahan tangis.

Baginya, sabar bukan lagi kata yang mudah diucapkan ketika usia semakin menua. 

“Kalau saya masih 17 tahun, mungkin bisa lebih sabar menunggu. Tapi sekarang saya sudah 50 tahun,” katanya, suaranya tercekat.

Meski begitu, perempuan sederhana ini tetap berpegang pada satu hal: anak-anak yang diajarnya adalah masa depan. 

Mereka adalah alasan ia terus berdiri di depan kelas, meski penghasilan tak menjanjikan.

“Saya berharap suara kami bisa didengar. Kami hanya ingin dihargai dan diberi kepastian,” kata Bura.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved