Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tangis Kushayatun Pertahankan Tanah Leluhur Sejak 1887, Heran Tahun 2004 Muncul Sertifikat

Kushayatun nyaris gagal pertahankan tanah leluhurnya yang dititipkan kepadanya sejak ratusan tahun silam.

|
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Tribun Solo
KEADILAN BAGI RUMAHNYA - Kushayatun didampingi penasihat hukumnya melaporkan ke Satreskrim Polres Tegal Kota, Senin (6/10/2025). Padahal miliki dan tinggal di tanah leluhur yang diturunkan turun temurun sejak 2021, kini Kushayatun tetap terancam diusir. 

 Jadi rakyat pribumi hanya dianggap “menguasai” tanah secara adat, bukan “memiliki” menurut hukum kolonial.

Akibatnya, tidak ada sertifikat kepemilikan pribadi seperti sekarang—yang ada hanyalah izin sewa (erfpacht) bagi pengusaha atau perkebunan.

Baca juga: Kades Kaget Ngadiyem & Tukimin 7 Tahun Tinggal di Gubuk Reyot Berlantai Tanah: Keburu Viral Duluan

Bagi masyarakat pribumi, kepemilikan tanah pada masa itu diatur oleh hukum adat setempat.

Contohnya:

  • Tanah diwariskan turun-temurun dalam satu keluarga.
  • Pengakuan hak dilakukan melalui kesepakatan komunitas desa, bukan dokumen negara.
  • Bukti penguasaan biasanya berupa kesaksian warga, batas alam, atau tanda tradisional (misalnya pohon batas).
  • Karena itu, masyarakat tidak membutuhkan atau mengenal konsep “sertifikat”. Sistem pendaftaran formal baru diperkenalkan oleh Belanda secara terbatas untuk kepentingan ekonomi kolonial.

 Tujuan utama pendaftaran tanah kala itu: pajak dan kontrol kolonial

Pemerintah kolonial mulai melakukan pendataan tanah (kadaster) sejak pertengahan abad ke-19, tapi tujuannya bukan untuk menjamin hak rakyat, melainkan untuk:

  • Menarik pajak tanah (landrente).
  • Menentukan batas wilayah perkebunan dan tambang yang disewa oleh pihak Eropa.
  • Mempermudah pengawasan dan penguasaan tanah negara.
  • Pendaftaran ini terbatas pada wilayah-wilayah penting ekonomi kolonial (misalnya di Jawa Tengah, Deli, dan Jawa Timur), bukan seluruh tanah rakyat.

Baca juga: Mobil Berlogo SPPG di Sumenep Madura Diduga Digunakan Jualan Sembako, Koordinator SPPG Angkat Bicara

Lahirnya sertifikat tanah baru terjadi setelah 1960

Sistem pendaftaran tanah yang menghasilkan sertifikat hak milik baru resmi diatur setelah UUPA 1960 diberlakukan oleh pemerintah Indonesia merdeka.

UUPA ini menggantikan seluruh hukum agraria kolonial dan menyatukan hukum adat serta hukum Barat ke dalam satu sistem nasional.

Sejak itu, setiap orang dapat memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan sebagainya—semuanya dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved