Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Awal Perkara Guru Paimen Dihajar Bos Tambang Emas di Sekolah, Perkara Izin Tanah Dilewati Alat Berat

Viral kasus guru dihajar bos tambang emas ilegal di SMPN 32 Merangin. Sekolah itu berada di Muara Jernih, Tabir Ulu, Merangin, Jambi.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Ani Susanti
ISTIMEWA - Tribunjambi.com/Frengky Widarta
VIRAL GURU DIANIAYA - Guru SMPN 32 Merangin, Jambi yang dianiaya bos penambangan emas tanpa izin (PETI) berinisial A, dan perwakilan keluarga A memberikan penjelasan terkait duduk perkaranya, Selasa (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Viral kasus guru dihajar bos tambang emas ilegal perkara izin tanah dilewati alat berat
  • Kondisi guru Paimen setelah perkelahian dengan bos tambang emas ilegal
  • Klarifikasi keluarga bos tambang emas ilegal tentang duduk perkara masalahnya

TRIBUNJATIM.COM - Viral kasus guru dihajar bos tambang emas ilegal di SMPN 32 Merangin.

SMPN 32 Merangin berada di Muara Jernih, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Jambi.

Guru yang diduga menjadi korban itu adalah Paimen.

Guru Paimen viral dianiaya oleh seorang bos penambangan emas tanpa izin (PETI) berinisial A. 

Baca juga: Tak Terima Disalahkan usai Laporkan 2 Guru Gegara Uang Rp20 Ribu, Faisal Tanjung LSM: Saya Ditantang

Peristiwa guru dianiaya bos tambang emas ilegal itu terjadi di halaman sekolah. 

Aksi kekerasan itu bahkan disaksikan langsung oleh murid-murid kelas IX yang saat itu sedang mengikuti pelajaran.

Pelaku A dikenal sebagai pemain PETI di wilayah Tabir Ulu. 

Dia datang ke sekolah untuk mencari Paimen, setelah sebelumnya beberapa kali mendatangi SMPN 32 Merangin.

Menurut keterangan Saidina Ali, menantu korban, A sempat masuk ke ruang guru untuk menanyakan keberadaan Paimen. 

Tidak lama setelah pelaku keluar, seorang murid berlari ke ruang guru dan memberitahukan bahwa Paimen sedang dipukul.

Kesaksian siswa menyebutkan bahwa pelaku terlebih dahulu memanggil Paimen keluar kelas. 

Setelah terjadi percakapan singkat, A langsung menampar telinga kiri Paimen hingga korban tersungkur di depan murid-muridnya. 

Akibat tamparan itu, telinga Paimen berdengung dan mengalami luka yang kemudian divisum di RSUD Kolonel Abunjani Bangko.

Saat kejadian, hanya dua guru laki-laki yang berada di sekolah, yakni Paimen dan adik iparnya. 

Keduanya tidak mampu melawan karena situasi berlangsung cepat dan mendadak.

Baca juga: Nasib Guru SD Banting Nasi Kotak Pemberian Dinas Pendidikan di Depan Murid, Ada Perselisihan

Dari penuturan keluarga, konflik ini bermula dari razia PETI oleh Polda Jambi pada Oktober 2025. 

Pelaku A meminta izin kepada guru Paimen untuk melintas menggunakan alat berat melewati lahan milik keluarga Paimen menuju kebun sawitnya. 

Izin diberikan.

Namun, ternyata alat berat itu terus menggunakan jalan yang sama secara berulang hingga merusak kebun.

Akhirnya, Paimen meminta pelaku membuat jalan sendiri atau membeli sebagian tanah sebagai akses. 

Luasan yang diusulkan adalah 3 meter x 63 meter dengan harga Rp28 juta. 

Namun A menolak, dan perundingan dianggap selesai, hingga akhirnya berujung pada tindakan kekerasan di sekolah.

Penjelasan Keluarga A

Keluarga A menjelaskan bahwa peristiwa itu berawal dari masalah tanah kebun.

A memiliki sebidang tanah yang rencananya akan diubah dari kebun karet menjadi kebun sawit menggunakan alat berat jenis ekskavator.

Untuk mencapai lokasi, akses terdekat melalui lahan milik P atau Paimen.

“Karena lahan kebun bapak inisial P merupakan jalur terdekat menuju lokasi, bapak inisial A meminta izin untuk melintas. Setelah perundingan, bapak inisial P mengizinkan, sehingga bapak A membawa alat beratnya ke lokasi kebunnya,” jelas keluarga, melansir dari TribunJambi.

Tujuan penggunaan alat berat adalah untuk membuka lahan kebun karet menjadi sawit melalui metode 'staking'.

“Setelah alat berat masuk, pihak bapak inisial P kembali mengajak berkomunikasi. Karena jalan tersebut akan digunakan jangka panjang, bapak P menawarkan bapak A untuk membeli lahan jalan yang dilalui kendaraan beratnya,” lanjutnya.

Baca juga: Nasib Firman, Guru SD Disuruh Minta Maaf usai Merekam Video Kelas yang Plafonnya Ambruk

Kesepakatan awal harga lahan yang diukur 3 meter x 63 meter dari jalan aspal hingga perbatasan lahan A, awalnya ditawarkan Rp30 juta.

Keluarga korban menawar Rp10 juta, dan negosiasi akhirnya mencapai kesepakatan Rp28 juta. 

Namun, kesepakatan itu menemui jalan buntu.

“Karena tidak tercapai kesepakatan, keluarga kami memutuskan membuka jalan alternatif sekitar 200 meter dari lahan milik bapak P,” ungkap keluarga A.

Pada Rabu (12/11/2025), keluarga bapak A mendatangi SMPN 32 untuk bertemu bapak P. 

Setelah menunggu sekitar 10 menit, mereka bertemu dan menyampaikan bahwa akses jalan ke kebun milik A telah dibuat sendiri, namun bapak P tidak diperkenankan melewati tanah milik A. 

Diduga, hal inilah pemicu cekcok antara keduanya.

“Kami mengklarifikasi bahwa tuduhan penganiayaan terhadap bapak P tidak sepenuhnya benar. Keluarga kami juga menjadi korban, bapak A mengalami luka di kepala, tangan, muka, dan perut, sehingga harus dirawat di rumah sakit beberapa hari hingga tidak sadarkan diri,” ujar keluarga A.

Keluarga A menegaskan kesiapannya mengikuti proses hukum dan meminta kepolisian bertindak adil.

“Kasus ini tidak ada kaitannya dengan PETI. Alat berat yang digunakan adalah milik keluarga bapak A, untuk membuka kebun karet menjadi sawit, bukan untuk aktivitas PETI,” tegasnya.

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Merangin, IPTU Eka Putra Yuliesman Koto, menyatakan bahwa kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan.

“Untuk peristiwa dugaan kasus kekerasan ini, kami sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut,” kata IPTU Eka.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved