UMKM di eks Lokalisasi Dolly Surabaya
Cerita Perjuangan Jarwo dan Para Perintis UMKM eks Dolly Hilangkan Stigma Negatif Warga Putat Jaya
Jarwo bersama penggerak UMKM di kawasan eks Lokalisasi Dolly Surabaya mengaku butuh perjuangan mengilangkan stigma negatif di kampungnya
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
Pengunjung juga diajak untuk melihat kondisi aset-aset tempat hiburan yang menjamur di Gang Putat Jaya atau eks Gang Dolly itu diambil alih oleh Pemkot Surabaya dan difungsikan sebagai pusat mengembangkan UMKM yang dirintis oleh masyarakat.
Salah satunya Gedung Wisma New Barbara yang kini telah dirombak untuk menjadi pusat pembuatan alas kaki dan bed cover hotel, dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya.
Bukan hanya cuma berkunjung melihat dia dan menyimak perjalanan dan perjuangan warga eks Dolly melepas dan merubah 'image' buruk sebagai perkampungan prostitusi menjadi perkampungan yang lebih sehat, ramah anak dan tentunya mandiri secara ekonomi
"Dalam 1 dekade kemarin itu saya sudah berusaha penuh selama 10 tahun. Nah, untuk mejuangkan Dolly untuk berubah lebih baik setelah kami itu, wah saya pikir ya sudah warga lokalisasi Dolly itu itu keluar tadi itu sudah wis ramah dan tenang untuk keadaan ekonominya," katanya.
Namun sayang, ungkap Jarwo, program trip edukasi kampung eks Dolly wilayah tersebut, belakangan sudah jarang memperoleh kunjungan wisata dari masyarakat atau instansi kelembagaan lain.
Situasi yang semacam itu terjadi bersamaan juga saat dirinya memutuskan berhenti menjadi ketua pokdarwis untuk digantikan oleh warga yang lain di permukiman tersebut.
Lahir Tempet Bang Jarwo
Tak ayal, berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan tersebut, tak menyebabkan juga penurunan daya beli yang tentunya berimbas pada omset pendapatan yang diperoleh para UMKM rintisan warga eks Dolly.
Kondisi tersebut juga dirasakan langsung oleh Jarwo dalam bisnis UMKM tempe bermerek 'Tempe Bang Jarwo'.
Biasanya produksi tempenya itu bisa menghabiskan sekitar 20-30 kg kedelai untuk menghasilkan sekitar 2.000 hingga 3.000 pak tempe.
Namun seiring berlalu, situasi penurunan tersebut menyebabkan jumlah produksi tempenya menurun menjadi sekitar 15 kg tempe untuk menghasilkan 1.000 pak tempe.
Baca juga: Kisah Sutrisno Warga di Kawasan eks Dolly Temukan Harapan Baru Jadi Pelatih Batik
Jarwo cuma bisa mempertahankan produk tersebut. Padahal sejatinya, ia memiliki beberapa olahan jajanan dan makanan berbahan tempe lainnya, seperti keripik dan oseng kering tempe.
Padahal, proses produksi beberapa olahan jajanan dan makanan berbahan tempe tersebut dapat menyerap banyak partisipasi tenaga dari belasan orang tetangganya.
"Kalau olahan olahan, saya enggak produksi dulu. Saya fokus pada usaha tempe saya dulu," ungkapnya.
Lantas apa penyebab lesunya gerak ekonomi para UMKM rintisan warga eks Kampung Dolly. Jarwo memperkirakan, penyebabnya begitu komplek dan banyak aspek yang berkelindan saling mempengaruhi.
Selain perkembangan dan situasi zaman pascapandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, diakuinya juga merubah banyak aspek dari gerak ekonomi masyarakat, sehingga berdampak pada penurunan daya beli UMKM.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/perjuangan-jarwo-di-kawasan-eks-lokalisasi-dolly-surabaya.jpg)