Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

UMKM di eks Lokalisasi Dolly Surabaya

Cerita Perjuangan Jarwo dan Para Perintis UMKM eks Dolly Hilangkan Stigma Negatif Warga Putat Jaya

Jarwo bersama penggerak UMKM di kawasan eks Lokalisasi Dolly Surabaya mengaku butuh perjuangan mengilangkan stigma negatif di kampungnya

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
WAWANCARA-Jarwo (45) saat membersihkan kacang kedelai di rumahnya saat ditemui TribunJatim.com di kediamannya kawasan Sawahan Surabaya, pada Rabu (19/11/2025). Jarwo adalah perintis UMKM Tempe Bang Jarwo, pascapenutupan Dolly. 

Jarwo bersaudara, membuka lapak secara tersebar. Luasnya cakupan wisma-wisma di seantero kawasan Jalan Kupang Gunung hingga Jalan Jarak, bak tambang emas yang tak pernah habis menghasilkan cuan.

Bayangkan, sekadar menjual rokok atau minuman ringan dengan harga sedikit lebih mahal ketimbang harga pasarannya, ternyata tetap saja ludes dibeli orang-orang. 

Romantisme masa lalu yang terjadi lebih dari satu dekade silam, diakui Jarwo, manis-manis kecut, bila kembali dikenang. 

Meski keberadaan Gang Dolly dan Jarak memudahkannya memperoleh uang untuk menyambung kehidupan.

Bila dipikir-pikir, tak elok juga terus-terusan mengandalkan penghidupan melalui hiruk-pikuk aktivitas bisnis ilegal dan melanggar norma sosial dan agama. 
 
Jarwo cuma menggelengkan kepala seraya menepok jidat, kalau mengingat-ingat rentetan kejadian beberapa bulan sebelum momen penutupan Dolly 

Momen penting penutupan Dolly itu dideklarasikan oleh pembacaan janji dari 91 eks PSK dan muncikari di Gedung Islamic Center, Rabu (18/6/2014) silam. 

Nah, beberapa bulan sebelum hari deklarasi itu, ia menjadi satu di antara belasan aktor penggerak massa dari ratusan warga Dolly yang getol menolak penutupan.

Cara menyulut api amarah warga sekitar; PSK, dan muncikari di sana, kala itu, mudah saja. Bermodal argumen; seiring dengan penutupan Dolly, penghasilan hidup mereka bakal hilang. Ratusan orang yang sejatinya kebingungan dengan situasi saat itu, langsung naik pitam. 

"Ada penutupan Dolly, kami menolak penutupan Dolly lah. Setelah itu kami diburu sama Polisi, soalnya aku bagian UMKM; PKL-PKL Dolly. Saya koordinator," ungkap Jarwo. 

Puncaknya, ketika aparat kepolisian mulai melakukan penangkapan terhadap sejumlah nama-nama orang yang dianggap sebagai provokator aksi penolakan penutupan Dolly

Peristiwa itu terjadi pada medio sebelum dan sesudah Lebaran tahun itu. Seingat Jarwo, ada sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka karena bertindak sebagai provokator.

Informasi mengenai jumlah orang yang berstatus tersangka itu, didapat dari 29 orang warga yang sempat diamankan aparat, kala itu. Nama Jarwo sejatinya juga masuk dalam buruan target operasi (TO) aparat. Namun, ia keburu kabur. 

Seingat Jarwo, pelariannya itu berlangsung kurun waktu dua bulan. Selama itu, titik baliknya untuk beralih dari ketergantungan mengandalkan kepadatan hiruk pikuk aktivitas prostitusi Gang Dolly untuk mengais rejeki, perlahan sirna.

Selama pelarian menghindari pengejaran aparat, Jarwo acap berpindah-pindah tempat. Mulai dari bersembunyi di rumah teman-temannya hingga kediaman sanak famili lain yang berkenan menampungnya.

Mulai dari bersembunyi di Kecamatan Kenjeran, kemudian berpindah ke Kabupaten Malang. Hingga akhirnya menetap cukup lama di Kabupaten Sidoarjo, yakni kediaman kakak iparnya.

Namanya pelarian, pasti juga butuh 'cuan' agar tetap bisa bertahan menghadapi kehidupan. 

Jarwo yang masih paranoid dengan pengejaran aparat itu, mulai memberanikan diri turut membantu bisnis pembuatan tempe yang dirintis kakak iparnya.

Selama membantu, ia memperoleh sedikit demi sedikit ilmu dan keterampilan membuat tempe dari bahan kacang kedelai.

Ternyata, keterampilan itu menjadi bekal baginya untuk kembali ke rumahnya di Jalan Kupang Gunung Tembusan 1.

Sekembalinya ke rumah. Jarwo mulai mempraktikkan keterampilan pengolahan tempe itu untuk menjadi peluang usaha. 

Awalnya, memanfaatkan tiga kilogram bahan kedelai hasil pemberian dari kakak iparnya, ternyata uji coba pembuatan tempe dari tangannya sendiri berhasil.

Ratusan paket tempe berukuran selebar telapak tangan orang dewasa itu, dibagikan cuma-cuma kepada para tetangga. Alhasil, produk tempe bikinan Jarwo menuai respon positif. 

Rasa tempe buatannya enak. Sejumlah tetangga mulai ketagihan hingga ada yang rela merogoh kocek untuk bisa terus berlangganan pasokan tempe buatannya.

Nah, pada momen itulah Jarwo mulai menemukan tujuan hidupnya yang baru. Ia bertekad membangun rumah produksi tempe miliknya sendiri. 

"Akhirnya saya diburu, sampai dari kejaksaan P21 yang selesai, akhirnya kami berani pulang. Kami sembunyi di Sidoarjo, lalu untuk belajar tempe (sama kerabat). Nah, setelah itu kami itu sudah aman kasusnya. Aku bikin tempe, bikin apalagi kalau Dolly kayak kota mati gitu," terangnya. 

Perjalanan Jarwo memulai bisnis pembuatan Tempe itu, juga tidak melulu berjalan mulus. Modal pertama yang digunakan untuk membeli bahan baku tempe dari kacang kedelai hanya Rp180 ribu.

Uang itu juga bukan uangnya sendiri. Melainkan diberi oleh teman-teman dan anggota keluarganya selama pelarian. Karena merasa iba dengan nasib Jarwo yang terlunta-lunta menjadi buronan.

Jumlah uang itu pun tentunya belum cukup membeli bahan mentah untuk proses produksi. Beruntung, sang kakak ipar masih mau membantu. Jarwo diberi pasokan kacang kedelai yang cukup untuk produksi tempe, pertama kali.

Mulai saat itu, ia menggunakan istilah nama 'Tempe Dolly' sebagai brand dari produk UMKM yang baru dirintisnya, sebagai warga kawasan eks lokalisasi. Jarwo menjualnya secara berkeliling mengendarai sepeda angin, mulai pukul 15.00 -17.00.

Meski bisnisnya itu, sudah mulai berjalan. Jarwo mengaku masih sempat merasakan perasaan gamang dan frustasi.

Karena, ia mulai menjumpai sejumlah kendala. Jarwo selalu kelelahan setiap mengupas kulit kacang secara manual, dengan cara menekan-nekan butiran kedelai. 

Menghadapi situasi tersebut, Jarwo mengaku nyaris menyerah dengan keadaan tersebut. Hingga sampai pada suatu jawaban bahwa solusi dari masalahnya itu, dapat diatasi dengan bantuan Pemkot Surabaya.

Apalagi saat itu, Pemkot Surabaya memberikan sejumlah pelatihan UMKM kepada warga Putat Jaya yang merasakan dampak ekonomi semenjak penutupan Gang Dolly.

Kesempatan itu, tak cuma dimanfaatkan Jarwo untuk menambah ilmu pengetahuan seputar pengembangan bisnis UMKM bagi produksi tempe rumaha miliknya. 

Malahan, ia meminta bantuan alat penggilingan pengupas kulit kacang kedelai agar memudahkan kerjanya memproduksi tempe. Dan, ternyata permintaan itu dikabulkan oleh pihak Pemkot Surabaya. 

"Nah, setelah itu kami ada pelatihan itu, saya ikut. Langsung aku bilang ke pak Camat; Pak Camat Yunus, aku minta minta bantuan mesin giling. Akhirnya disurvei di tempat, dan akhir dibikin, dikasih mesin giling," jelasnya. 

Selain diberikan bantuan alat produksi. Jarwo juga diberi pendampingan usaha dari pihak dinas terkait dan para mahasiswa yang melakukan praktik kerja lapangan di permukiman eks Dolly, kala itu. 

Dari situlah, akhirnya ia mulai mengubah nama brand penyebutan produk tempenya itu menjadi 'Tempe Bang Jarwo'.

Ternyata, brand tersebut dianggap membawa keberuntungan. Selain karena penyebutan terdengar lebih gaul dan membumi, nama itu seperti sekaligus menjadi simbol melepas stigma negatif dari kata Dolly yang terlanjur melekat kuat diingatan masyarakat di luar kawasan Putat Jaya.

"Akhirnya dapat pendampingan dari dinas Pemkot Surabaya, bersama mahasiswa GEMA untuk membantu untuk dipasarkan mulai promosi, media digital, itu ada pelatihan. Akhirnya mandiri sampai hingga sekarang," pungkasnya. 

Sementara itu, dikutip dari surabaya.go.id, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, Pemkot Surabaya masih melakukan evaluasi agar sentra UMKM dan wisata edukasi di eks lokalisasi Dolly kembali ramai, sehingga warga bisa memiliki kegiatan positif dan menghasilkan.

Bahkan, Eri mengaku sudah memerintahkan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, untuk mengevaluasi semua Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan UMKM di kawasan eks Dolly

"Jika tempatnya sepi, maka jenis dagangan (komoditas) harus diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar," ujarnya, pada Kamis (20/11/2025). 

Kemudian, mengenai program wisata edukasi di eks Kampung Dolly, Eri berjanji akan kembali digerakkan melalui kolaborasi dengan Karang Taruna dan komunitas pemuda setempat. 

Komitmen tersebut sejalan dengan rencana alokasi anggaran lima juta rupiah pada tahun 2026 untuk anak-anak GenZ di masing-masing wilayah untuk menggerakkan wisata edukasi lokal.

"Kami tidak ingin Pemkot yang menggerakkan, tapi pemuda di sana (Karang Taruna) yang menempati dan menggerakkan wisata edukasinya supaya mereka juga ikut memiliki dan menjaga," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved