Rukun Kematian Antar Bupati Bojonegoro Raih Gelar Doktor
Ritual itu memberatkan kelompok keluarga miskin, sehingga orang miskin hanya akan semakin miskin.
Penulis: Benni Indo | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Bupati Bojonegoro Suyoto menjalani ujian promosi doktor di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (23/9/2017).
Suyoto adalah mahasiswa Program Doktoral Ilmu Sosial dan Politik UMM angkatan 2012. Ia melakukan penelitian di Desa Pajeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro.
Disertasinya yang berjudul Konstruksi Pemaknaan Ritual Kematian sebagai Perwujudan Nilai-nilai Kebijakan Sosial dalam Perspektif Bergerian itu mengulas sistem demokrasi yang berkembang di desa.
"Saya sedang mencari model pembangunan desa yang mampu mandiri dan berkelanjutan. Ada unsur kemandirian dan berkelanjutan di Desa Pajeng. Setelah saya teliti, semua itu dimulai dari bagaimana mereka melakukan tafsir ulang makna ritual kematian," katanya, saat memberi keterangan sebelum menjalani sidang di aula Biro Administrasi Umum (BAU) UMM.
(Soal Film PKI, Prabowo Subianto Dukung Panglima TNI Gatot Nurmantyo)
Dalam desertasi yang ditulis, dikisahkan pada awal era 1990 an, ada seorang warga di Desa Pajeng meninggal dan berasal dari keluarga miskin. Tidak banyak orang yang takziah ke sana.
Apalagi setelah itu, keluarga dibebani oleh 'kewajiban sosial' untuk memenuhi serangkaian ritual kematian yang sulitnuntuk dipenuhi oleh keluarga yang miskin itu.
Kemudian terjadi pembahasan di antara warga hingga melahirkan Rukun Kematian (RK).
Ritual itu disebut memberatkan kelompok keluarga miskin sehingga orang miskin hanya akan semakin miskin.
(Pencuri Necis ini Ternyata Mahasiswa, Incar Barang Bergerak Milik Warga Sekitar Kampus)
Namun secara demokratis para warga bisa mengahdirkan solusi dengan lahirnya RK.
Ada dua tujuan dari dibentuknya RK. Pertama adalah memperbarui praktik ritual kematian untuk memastikan agar warga yang miskin tidak semakin miskin.
Kedua memastikan RK memiliki manfaat bagi kepentingan bersama.
"Ada kemanfaatan sosial dan kemampuan komibinasi yang melahirkan generaitf self governance," urainya.
(Beri Kuliah Umum di Universitas Pertahanan, Pakde Karwo Beberkan Strategi Pembangunan Khas Jatim)
Studi dari Desa Pajeng itu menggambarkan bahwa demokrasi bisa membawa kemanfaatan kesejahteraan secara nyata.
Namun juga harus dibarengi oleh lima hal lainnya yaitu optimalisasi ruang publik oleh masyarakat, kedua adanya niat bersama untuk mewujudkan kemanfaatan sosial.
Ketiga terciptanya kebijakan sosial, keempat meningkatnya tingkat kualitas representasi dan terakhir terwujudnya dialog generatif.
"Inilah model bagaimana kemampuan masyaramat dan pemerintah lokal untuk mengelola seluruh sumber budaya dan kearifan secara bersama-sama," paparnya.
(Mengintip Sosialita Jatim Arisan, Pilih Dibawa Joko Tole ke Bawah Suramadu Sambil Ditemani Ote-ote)
Menurut Yoto, hal itu justru tidak terjadi di panggung politik di Indonesia saat ini. Para politikus cenderung langsung berdebat terhadap opini-opini yang dikeluarkan.
Sebagai seorang bupati, Yoto mengimplemantasikan pengalaman penelitiannya itu ke dalam lima peraturan bupati (Perbup).
Secara garis besar ia mengatakan kelima perbup itu di antaranya adalah mengarahkan orang desa pada penyelesaian masalah secara demomratis, penyusunan anggaran, laporan kerja dan dialog generarive.
"Sudah tiga tahun terakhir ini diterapkan karena studi ini sudah lama sekali," katanya.
(Terungkap, Inilah Pertanyaan Seks Paling Sering Ditanyakan di Dunia Maya)
Promotor Prof Hotman Siaahan menjelaskan memiliki ketertarikan atas kesepakatan yang dihasilkan warga melalui forum. Menurutnya hal seperti itu muncul dari kearifan lokal masyarakat desa.
"Menjadi sangat penting dalam komunitas. Kesepakatan seperti masyarakat itu yang pentinf bagi saya," terangnya.
Prof Hotman juga mendorong agar temua akademik Suyoto bisa diaplikasikan dalam kebijakan pemerintah daerah mengingat Suyoto adalah seorang bupati.
Tak sekadar menghasilkan kebijakan, jauh dari itu adalah menumbuhkan budaya demokrasi yang baik kepada masyarakat sehingga persoalan yang muncul bisa dicarikan solusi secara bersama-sama.
"Harus bisa diaplimasikan. Itu temuan akademik. Kalau gak bisa buat apa?" tutupnya. (Surya/Benni Indo)