Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

OTT KPK di Probolinggo

Eksepsi Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Suaminya Hasan Aminuddin Ditolak Hakim

Eksepsi eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana dan suaminya, Hasan Aminuddin ditolak hakim, JPU 'skakmat' terdakwa yang ragukan kredibilitas jaksa

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
Eks Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, dan suaminya, eks Anggota DPR RI, Hasan Aminudin saat di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Kamis (4/7/2024) siang. 

Dalam perkara pertama, keduanya divonis empat tahun penjara di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya pada Januari 2023.

Keduanya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001. 

Kasus yang menjerat mereka adalah dugaan suap terkait dengan seleksi atau jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada tahun 2021. 

Hasan dan istrinya terjerat sebagai penerima suap bersama Camat Krejengan, Doddy Kurniawan dan Camat Paiton, Muhamad Ridwan. 

Di lain sisi, Ketua Tim Penasihat Hukum (PH) Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, eks Anggota DPR RI Hasan Aminuddin menganggap, JPU tidak jelas dalam menguraikan perbuatan gratifikasi yang didakwakan kepada kedua terdakwa. 

"Menurut uraian jaksa, gratifikasi dilakukan melalui perantara orang lain. Ternyata kebanyakan dari penerimaan uang atau barang tersebut kepada lembaga pesantren dan ormas, tanpa mengurai lebih lanjut keterkaitan penerimaan uang atau barang oleh pihak lain tersebut dengan para terdakwa," ujarnya di Kantor PN Tipikor Surabaya, Kamis (20/6/2024). 

Akibat ketidakjelasan dakwaan itu, lanjut Diaz, maka hal tersebut akan merugikan hak-hak terdakwa di dalam melakukan pembelaan, dan berpotensi akan menyesatkan hakim di dalam mengambil keputusan.

Selain dianggap tidak jelas dan kabur, para terdakwa dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun oleh jaksa dianggap bersifat ne bis in idem

Artinya, perkara yang diajukan saat ini sama dengan perkara sebelumnya yang telah diputus oleh hakim. Apalagi, vonis pada perkara pertama, juga telah berkekuatan hukum tetap.

"Ne bis in idem merupakan asas hukum yang mengandung pengertian bahwa seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim," katanya.

Ia menjelaskan, saat ini kedua terdakwa sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No 30 K/Pid.Sus/2023 tanggal 31 Januari 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap. 

Berdasarkan putusan pengadilan tersebut, kedua dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU Tipikor.

"Dengan adanya frasa suap tersebut, maka pada prinsipnya penerimaan gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 B UU Tipikor tersebut adalah sama dengan penerimaan suap," tegasnya.

Ia menyebut, menurut prinsip dan karakteristiknya perbuatan penerimaan gratifikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 B UU Tipikor adalah sama atau serupa dengan perbuatan penerimaan suap sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, dan Pasal 12 huruf b UU Tipikor.

"Sama-sama merupakan perbuatan penerimaan suap, maka perkara pidana yang saat ini didakwakan pada kedua terdakwa masuk kategori ne bis in idem. Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Ayat 1 KUHP dan Pasal 18 Ayat  5 UU HAM, tidak dapat lagi dilakukan penuntutan," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved