Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sidang eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

JPU Sebut Gus Muhdlor Tahu Praktik Lancung Anak Buah dan Sengaja Dibiarkan, Malah Diduga Minta Jatah

JPU sebut Gus Muhdlor tahu praktik lancung anak buahnya dan sengaja dibiarkan, malah diduga meminta jatah dengan dalih meminta 'bantuan.'

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
JPU KPK, Andry Lesmana usai sidang eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor di Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (30/9/2024).  

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, disebut oleh JPU KPK mengetahui praktik lancung dugaan pemotongan dana insentif aparatur sipil negara (ASN) Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, yang dilakukan dua anak buahnya. 

Namun, alih-alih menghentikan atau menegur perbuatan tercela tersebut, Gus Muhdlor diduga meminta bagian dari uang hasil praktik rasuah yang dilakukan kedua anak buahnya. 

Diketahui, kedua anak buah terdakwa Gus Muhdlor yang lebih dulu diseret ke meja hijau, adalah terdakwa Ari Suryono, eks Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo. 

Beserta stafnya, terdakwa Siska Wati, eks Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo. 

Terdakwa Gus Muhdlor diduga menerima beberapa bagian uang pemberian dari hasil praktik lancung yang dilakukan terdakwa Ari Suryono dan Siska Wati, sejak triwulan keempat pada tahun 2021 hingga triwulan keempat pada tahun 2023, dengan total keseluruhan Rp 8,544 miliar. 

Pembagian uang yang diterima terdakwa Gus Muhdlor dari terdakwa Ari Suryono sekitar Rp 1,46 miliar, sedangkan terdakwa Ari Suryono mengelola dana tersebut sekitar Rp 7,133 miliar. 

Itulah mengapa JPU KPK mendakwa Gus Muhdlor dengan dakwaan pertama, karena melanggar pasal 12 huruf F, Jo pasal 16 UU RI no 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 kesatu Jo pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Kemudian, mendakwa dengan dakwaan kedua, dengan pasal 12 huruf E Jo pasal 18 UU RI 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 kesatu Jo pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Sidang perdana tersebut dipandu langsung oleh hakim ketua Ni Putu Sri Indayani.

Sedangkan, JPU KPK yang membacakan dakwaan Seva bergiliran Arief Usman dan Andry Lesmana, mulai pukul 10.30 WIB, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (30/9/2024). 

Baca juga: 2 Anak Buah Gus Muhdlor Dituntut Berbeda atas Kasus Pemotongan Dana Insentif ASN Pemkab Sidoarjo

"Pasal 12 F, terkait pemotongan. Kalau Pasal 12 E terkait pemerasan. Kalau 12 F itu, terkait adanya pemotongan tidak sah. Kalau 12 E, adalah pemaksaan terhadap pemberian sesuatu," ujar JPU KPK, Andry Lesmana, di depan ruang sidang, Senin (30/9/2024).

Andry menyebutkan, terdakwa Gus Muhdlor mengetahui adanya pemotongan dana insentif tersebut, dengan nilai total saat dikalkulasikan sekitar Rp 8,44 miliar. 

Namun, bukannya dilarang atau memerintahkan penghentian praktik tersebut, terdakwa Gus Muhdlor diduga turut menikmatinya. 

Modusnya, terdakwa Gus Muhdlor berdalih meminta tolong pendanaan setiap kegiatan ataupun keperluan yang sedang mendesak. 

"Dari uang sebesar itu kan pak bupati mengetahui ada pemotongan. Namun, ada fakta, bupati meminta meminta; ow tolong nanti bantu saya per bulan sekian ya. Terus pak bupati minta juga; kalau nanti ada keperluan mendesak tolong bantu ya. Seperti itu," ungkapnya. 

Andry menambahkan, ada setoran bermodus 'bantuan' yang digelontorkan terdakwa Ari Suryono sejumlah Rp 50 Juta per bulan untuk diberikan kepada Gus Muhdlor

"Per bulan bupati menerima Rp 50 juta. Ada permintaan yang lain," terangnya. 

Jika dikalkulasikan, didapati angka pembagian uang terdakwa Gus Muhdlor memperoleh Rp1,46 miliar, sedangkan terdakwa Ari Suryono mengelola dana sekitar Rp 7,133 miliar. 

"Total pemotongan insentif selama 2021-2023 sebesar Rp 8 miliar. Jadi yang berapa berapanya sih. Beberapa dinikmati oleh bupati. Dan beberapa dikelola pak Ari. Yang dinikmati pak bupati sekitar Rp 1,4 miliar, dan yang dikelola pak Ari, sekitar Rp 7 miliar. Sisanya," katanya. 

Pada hari yang sama untuk pekan depan, persidangan agenda pemeriksaan para saksi bakal memeriksa sekitar 60-an orang saksi. 

Orang-orangnya terbilang sama seperti saksi yang dihadirkan untuk agenda sidang terdakwa Ari Suryono dan Siska Wati beberapa pekan lalu. 

Namun, Andry Lesmana memastikan, ada beberapa saksi baru yang belum pernah dihadirkan untuk agenda sidang kedua terdakwa sebelumnya. 

"Kalau berkas hampir sama seperti siskwa. 60-an saksi. Kami akan pilah yang penting saja. Karena perkara ini sudah disidangkan  sebelumnya. Ada saksi baru. Terkait pak bupatinya. Pasti ada," pungkasnya. 

Sementara itu, Penasehat hukum (PH) Gus Muhdlor, Mustofa Abidin menyebutkan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi karena dakwaan pihak jaksa secara formil sudah sesuai. 

Oleh karena itu, pihaknya akan berfokus pada pembelaan selama jalannya sidang pemeriksaan saksi yang bakal dimulai pekan depan. 

Namun, ia menampik peran signifikan dari kliennya dalam perkara tersebut. Sehingga, Mustofa akan menganalisa secara menyeluruh fakta persidangan yang akan tersaji selama persidangan nantinya. 

"Kami pasti akan melihat bagaimana keterangan para saksi-saksi itu dalam persidangan, BAP kan cuma panduan, nanti lihat fakta persidangan," katanya saat ditemui di depan lorong ruang sidang, Senin (30/9/2024). 

Bahkan, lanjut Mustofa, pihaknya siap menghadirkan saksi meringankan manakala mendapati adanya fakta persidangan cenderung tidak memberikan rasa adil kepada kliennya. 

"Kami akan menganalisa terkait fakta-fakta yang terungkap di persidangan, baik dari keterangan para saksi maupun alat bukti lain, nanti akan kami pertimbangkan apakah kami ajukan saksi a de charge atau meringankan atau tidak," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, pada Jumat (6/9/2024), terdakwa Ari Suryono dituntut oleh JPU KPK dengan pidana penjara 7,6 tahun, beserta denda Rp 500 juta, dan pidana tambahan mengganti uang sekitar Rp 7,1 miliar, subsider penjara enam bulan. 

Sedangkan, terdakwa Siska Wati, cuma dituntut pidana penjara lima tahun, dengan pidana denda Rp 300 juta subsider empat bulan. Tanpa pidana tambahan lainnya. 

Sekadar diketahui, dikutip dari Tribunnews.com, KPK mengungkap modus eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor yang menyunat gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Sidoarjo. 

Ali Fikri, Juru Bicara KPK kala itu, menjelaskan korupsi yang menyeret Gus Muhdlor terungkap setelah KPK menangkap dua anak buah Bupati Sidoarjo tersebut.

Keduanya adalah Siska Wati, yang menjabat Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono

Ari Suryono diduga berperan memerintahkan Siska Wati untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD Sidoarjo sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut.

Pemotongan dana insentif itu, diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari Suryono dan Gus Muhdlor.

Besaran potongan tersebut, berkisar antara 10-30 persen, sesuai besaran insentif yang diterima.

Agar tak dicurigai, Ari Suryono memerintahkan Siska Wati untuk mengatur mekanisme penyerahan uang terdekat dilakukan secara tunai, dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk, yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Ari Suryono disebut aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati.

Khusus pada tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved