Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Siswa SMP Surabaya Mengaku Disebut Mirip Hama setelah Adukan Kasus Bully, Polisi Ungkap Cerita Lain

Siswa SMP di Surabaya mengaku disebut mirip hama setelah adukan kasus bully yang dialami, polisi ungkap cerita lain dari teradu.

|
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Tony Hermawan
CW (tengah), siswa kelas IX SMP negeri di Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya, menunjukkan bukti pengaduan dugaan kasus bullying yang dialaminya ke polisi, Minggu (8/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - CW (14) siswa kelas IX SMP negeri di Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya, mengaku trauma, setelah berani membuat pengaduan kasus bullying yang dialaminya ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada 1 Oktober 2024.

Hal itu karena CW merasa mendapat intimidasi dari pihak sekolah.

Menurut Johan Widjaja, pengacara CW, setelah membuat laporan polisi, CW dipanggil oleh guru bimbingan konseling (BK) dan wakil kepala sekolah.

Di sana, CW diminta untuk mencabut laporannya.

Ketika CW menolak, ia dicap sebagai siswa yang egois dan dituduh mencemarkan nama baik sekolah.

"Lebih mengejutkan lagi, sekolah menyebut kalau CW mencemarkan nama baik, sama saja seperti hama," kata Johan, Minggu (8/12/2024).

Johan menyebut, bukan hanya ancaman secara verbal, pihak sekolah juga diduga mencoba menyuap CW dengan uang Rp 500.000 jika setuju mencabut pengaduannya.

"Yang bahaya ini CW bolak-balik ingin mengakhiri hidup. Dia merasakan kekosongan hidup, tidak ada yang membantu, malah disalahkan terus," ungkapnya.

Johan menuturkan, bullying yang dialami CW terjadi sejak kelas VII.

Baca juga: 4 Fakta Santri Bakar Pengurus Ponpes, Emosi Sering Di-bully, Korban Kena Luka Bakar 80 Persen

Karena bicaranya yang gagap, CW sering menjadi sasaran ejekan dan kekerasan fisik dari enam teman sekelasnya. Yaitu MR, MIA, AP, KH, MU, dan DR.  

"MR dan kawan-kawannya kerap menghina CW dengan kata-kata kasar seperti babi dan anjing. Bahkan CW pernah diancam dengan pisau. Pukulan dan tendangan juga menjadi bagian dari siksaan yang dialaminya," terang Johan.

CW yang mengaku suka mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) itu telah beberapa kali mengadu kepada guru-guru di sekolahnya.

Namun keluhan CW selalu diabaikan.

Kelas CW dan para teradu tidak pernah dipisah. Mereka satu kelas dari kelas VII hingga IX.

Karena itu, menurut Johan, sekolah seakan menutup mata atas tindakan para teradu.

"Sebenarnya bully ini miris sekali, karena dilakukan di sekolah. Saya berharap teradu bisa diproses, meskipun menggunakan delik Undang-undang Perlindungan Anak. Dan pihak sekolah pimpinannya diganti atau dicopot karena tidak ada solusi apapun bagi korban," tandasnya.

Keterangan Pengadu dan Teradu Beda, Polisi Cari Titik Terang

Kasus dugaan bullying yang dialami CW (14) dan dugaan intimidasi dari pihak SMP negeri di Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya, sedang didalami polisi.

Rencananya, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) akan mempertemukan pengadu, teradu, serta pihak sekolah.

"Saya belum bisa menyimpulkan pengaduan yang diadukan CW benar terjadi atau tidak. Karena pengakuan 6 teradu tidak seperti yang disampaikan CW. Biar jelas, semua rencananya akan saya pertemukan," ujar salah seorang Penyidik PPA Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kepada TribunJatim.com

Menurutnya, keenam teradu saat dimintai keterangan mengaku sering bergaul dengan CW di sekolah.

Mereka berteman akrab.

Bahkan guru yang juga sudah dipanggil menyebut setelah CW mengaku menjadi korban bully, 6 teradu sudah pernah dihukum selama 2 minggu mengikuti pelajaran di ruangan guru bimbingan sekolah (BK).

"Tapi sama CW gak betah di kelas gak ada 6 temannya. Sama CW enam temannya didatangi di ruangan guru BK. Jadi sebenarnya sekolah sudah kasih tindakan," kata penyidik ini.

Kepada penyidik, enam teradu juga mengaku sering membantu CW.

CW di sekolah adalah anak yang pendiam. Para teradulah yang sering mengajak CW bermain.

Si penyidik Penyidik PPA Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ini lantas menceritakan soal tudingan 6 teradu menenggelamkan CW di kolam renang.

Pengakuan teradu berbeda.

"Jadi waktu ada kegiatan di kolam renang, CW gak bawa uang buat bayar tiket kolam renang. CW diminta izin guru olahraga, tapi CW masuk gak bayar," ungkapnya.

Dia mengaku belum bisa percaya 100 persen keterangan yang didapat dari pengadu, teradu, maupun pihak sekolah.

Termasuk soal CW mendapat olokan mirip hama, juga belum bisa disimpulkan benar.

Oleh karena itu, ia mengambil langkah memanggil semua di kantornya  . 

Kesimpulan sementara kasus ini terjadi awalnya saling ejek nama orang tua.

Dengan adanya pertemuan nanti, diharapkan dapat mengungkap kebenaran yang lebih jelas tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved