Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan, Pakar Hukum Unair : Langkah Revolusioner Pemberantasan Korupsi

Salah satu wacana penting adalah penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan

Penulis: Januar | Editor: Samsul Arifin
istimewa
Pengamat Hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, sebut penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia terus menjadi perhatian serius. 

Salah satu wacana penting adalah penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan.

Langkah ini dinilai mampu memperkuat upaya pemulihan kerugian negara dari hasil tindak pidana korupsi, terutama dalam kondisi di mana pelaku tidak dapat dijerat melalui jalur pidana konvensional.

Namun demikian menurut Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hardjuno Wiwoho, untuk menerapkan penerapan NCB di Indonesia, memerlukan beberapa perbaikan, baik dari sisi regulasi maupun budaya hukum.

Hardjuno menilai, Indonesia membutuhkan regulasi yang secara khusus mengatur mekanisme NCB agar dapat berjalan efektif. 
Saat ini, sebagian besar perampasan aset diatur dalam kerangka hukum pidana melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Baca juga: Dulu Ngaku Kebal Hukum, Kini Anak Bos Toko Roti Ditangkap setelah Viral, Diduga Hendak Kabur

Namun, mekanisme ini mensyaratkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum aset dapat dirampas.

“Dalam banyak kasus, kondisi seperti meninggalnya pelaku atau kurangnya alat bukti sering kali menghambat proses hukum pidana. Di sinilah NCB menjadi relevan, karena memungkinkan negara untuk merampas aset tanpa harus menunggu pelaku dinyatakan bersalah,” jelas Hardjuno di Surabaya, Selasa (17/12).

Menurutnya, regulasi NCB membutuhkan pendekatan hukum perdata yang terpisah dari hukum pidana.
“Jika digabungkan dengan UU Tipikor, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih yang menghambat implementasi NCB,” tambahnya.

Tantangan Implementasi

Meski potensial, Hardjuno menyoroti beberapa tantangan dalam penerapan NCB. 

Salah satunya adalah resistensi politik dan birokrasi.

Baca juga: Dukung RUU Perampasan Aset, Pengamat Minta DPR Undang Ahli Hukum dan Masyarakat Rumuskan Regulasi

“Banyak kasus korupsi melibatkan aktor-aktor dari sektor politik dan birokrasi, yang bisa saja menghambat pelaksanaan instrumen ini. Dibutuhkan keberanian politik dan komitmen yang kuat dari pemerintah,” tegasnya.

Ia juga menekankan perlunya sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. 

“Perampasan aset tanpa pemidanaan harus dilakukan secara transparan, dengan tetap menghormati hak asasi manusia. Proses ini tidak boleh melanggar prinsip keadilan, terutama terhadap pihak ketiga yang tidak terlibat dalam tindak pidana,” ujarnya.

Hardjuno juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam mengimplementasikan NCB.

Baca juga: Gandeng BASE, Fakultas Hukum Unair Bikin Seminar Soal Potensi Bisnis Gas dan Penyelesaian Sengketa

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved