Polemik Larangan Impor Pakaian Bekas
Kisah Pilu Romli, Hampir 3 Dekade Hidup Jualan Thrifting, Kini Bingung Jika Dagangannya Dilarang
Rencana Pemerintah melarang impor baju bekas ilegal (balpres) atau Thrifting, sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Sudarma Adi
Buktinya, ia dan seluruh pedagang Thrifting di Pasar Gembong mengaku kesulitan memperoleh pasokan bahan pakaian bekas untuk dijual.
Kurun waktu tahun ini, ia sempat kesulitan pasokan selama 4-6 bulan. Informasi yang diperolehnya, suplier di Bandung Jabar, mulai kesulitan memperoleh barang kiriman impor dari luar negeri.
"Barang dari Bandung, ada suplier online gitu. Datang ke saya gak menentu. Lihat situasi di sana, katanya enggak aman," ungkapnya.
Jikalau pada suatu hari pasokan itu tiba, maka harganya bisa naik berlipat-lipat. Sehingga, terpaksa, Romli harus menjual pasokan pakaiannya itu kepada pelanggan dengan harga agak mahal.
"Nah, kalau gitu itu terus apalagi dilarang-larang, barangnya tambah mahal, ya tambah enggak bisa makan," katanya.
Menanggapi rencana tersebut, Romli cuma bisa berharap Pemerintah tidak menutup bisnis penjualan barang bekas. Ia lebih menghendaki, adanya pengaturan ulang penjualan Thrifting, ketimbang pelarangan yang membuat masyarakat terutama para pedagang seperti dirinya bakal gulung tikar.
"Kalau bisa ya diresmikanlah. Dilegalkan. Supaya enggak bingung. Selama ini kan masih dikatakan ilegal. Jadi kalau mau kulakan itu was-was. Khawatir gitu loh maksudnya itu," pungkasnya.
Baca juga: Tanggapan Pakar Ekonomi Unair Prof Rossanto Soal Larangan Impor Pakaian Bekas: Langkah Tepat
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Fadli (44) asal Sampang. Ia baru berjualan Thrifting selama kurun waktu lima tahun lamanya. Bisnis tersebut dimulai tatkala Pandemi Covid-19 menerpa dunia
Ia semula memiliki pekerjaan prestisius sebagai staf biro travel yang tugasnya mendampingi jamaah umrah di Madinah. Gegara pandemi yang sempat melumpuhkan aktivitas ibadah umrah, membuatnya terpaksa pulang dan tak bisa bekerja ke Arab Saudi lagi.
Fadli sempat bekerja sebagai teknisi kontraktor di Bali. Namun, tak berjalan lama. Hingga akhirnya mulai berdagang pakaian bekas; Thrifting, seperti saran dan ajakan beberapa temannya.
Ternyata, perlahan-lahan, bisnis kecilnya ini mulai tumbuh. Ia memperoleh penghasilan yang lumayan untuk sekadar menghidupi istri dan satu anaknya secara layak.
Bahkan, Fadli berhasil menyewa lapak sederhana di pinggir Jalan Gembong Tebasan, meskipun cuma serupa tenda berukuran panjang 5 m x 3 m, beralaskan petak deretan Palet Kayu Forklift.
Paling tidak, bisnis penjualan pakaian Thrifting yang dirintisnya mulai bertumbuh dan terus menerus menghasilkan cuan.
Namun, tatkala membaca berita melalui ponsel bahwa penjualan pakaian Thrifting bakal dilarang oleh 'Menkeu Pak Purbaya', Fadli cuma bisa mengelus-elus dada.
Lalu, ia seraya berdoa dalam setiap ibadah Salat Fardu yang ditunaikannya, agar Pemerintah benar-benar bijak memberlakukan rencana tersebut.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Muhammad-Romli-60-pedagang-Thrifting-di-Pasar-Gembong.jpg)