Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

PLN Jombang Tegaskan Tak Pernah Tuduh Nur Hayati Mencuri Listrik, Pastikan Sesuai Prosedur

PLN Jombang menegaskan, tidak pernah ada pernyataan resmi yang menuduh pelanggan, Nur Hayati, warga Dusun Kejombon, melakukan pencurian listrik.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Anggit Pujie Widodo
PLN - Manager PLN ULP Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo saat dikonfirmasi awak media di Kantor PLN ULP, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Senin (13/10/2025). Dia menegaskan, PLN tidak pernah ada pernyataan resmi yang menuduh Nur Hayati melakukan pencurian listrik. 
Ringkasan Berita:
  • PLN Jombang tegaskan tidak pernah ada pernyataan resmi yang menuduh keluarga Nur Hayati melakukan pencurian listrik.
  • Dari hasil pemeriksaan, PLN menetapkan adanya tagihan susulan sebesar Rp 6,9 juta untuk daya 900 VA, berdasarkan analisis administrasi sesuai prosedur yang berlaku.
  • Kegiatan P2TL dilakukan bukan untuk mencari kesalahan pelanggan, tetapi demi memastikan instalasi listrik tetap aman dan tidak membahayakan pengguna. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) menegaskan, tidak pernah ada pernyataan resmi yang menuduh pelanggan, termasuk keluarga Nur Hayati, warga Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, melakukan pencurian listrik.

Hal itu disampaikan Manager PLN ULP Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, sebagai klarifikasi atas munculnya persepsi dari masyarakat terkait pemutusan aliran listrik di rumah Nur Hayati.

"Kami perlu tegaskan bahwa tidak ada pernyataan dari PLN yang menuduh pelanggan mencuri listrik, termasuk atas nama Ibu Nur Hayati. PLN tidak pernah membuat pernyataan seperti itu,” ucap Dwi saat dikonfirmasi di Kantor ULP PLN Jombang pada Senin (13/10/2025). 

Menurutnya, pemeriksaan instalasi listrik dilakukan oleh tim P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik) yang rutin bekerja setiap hari, dan selalu didampingi oleh pihak kepolisian untuk memastikan keamanan serta keselamatan kelistrikan di sisi pelanggan.

“Pemeriksaan dilakukan bersama pelanggan dan disaksikan oleh pendamping dari kepolisian. Dalam kasus Ibu Nur Hayati, tim menemukan kabel meteran yang berubah dari standar. Karena itu, peralatan tersebut diamankan untuk diperiksa lebih lanjut,” jelasnya.

Dari hasil pemeriksaan, PLN menetapkan adanya tagihan susulan sebesar Rp 6,9 juta untuk daya 900 VA, berdasarkan analisis administrasi sesuai prosedur yang berlaku.

Tagihan tersebut sudah dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pihak pelanggan serta saksi di lokasi.

“Pelanggan bersangkutan sudah menandatangani berita acara dan membayar uang muka sebesar 30 persen atau sekitar Rp 2,2 juta. Sisanya disepakati dicicil enam kali dengan besaran Rp 732 ribu per bulan,” ungkapnya.

Setelah pembayaran uang muka tersebut, PLN kembali memasang meteran baru yang sesuai standar dan aman bagi pelanggan.

Namun, pihak pelanggan sempat mengajukan surat keberatan atas tagihan susulan itu.

Baca juga: Tanggapi Polemik Nur Hayati dan PLN, Praktisi Hukum Jombang Singgung Potensi Melanggar Hukum

Menanggapi hal tersebut, PLN menyebut keberatan tersebut tetap diterima, namun disertai dengan keringanan pembayaran berupa perpanjangan tenor cicilan hingga 12 bulan.

“Kami tetap terbuka terhadap keberatan pelanggan. Hanya saja, penghapusan tagihan tidak bisa dilakukan sepihak karena semua data sudah tercatat secara sistem di aplikasi pusat (AP2T). Kami hanya menjalankan prosedur yang berlaku,” terang perwakilan PLN Jombang.

Pihaknya juga menegaskan, kegiatan P2TL dilakukan bukan untuk mencari kesalahan pelanggan, tetapi demi memastikan instalasi listrik tetap aman dan tidak membahayakan pengguna.

“Setiap pemeriksaan dilakukan untuk memastikan keselamatan pelanggan. Bila ada anomali atau perubahan instalasi, kami wajib menindaklanjuti sesuai ketentuan. Jika masyarakat menemukan hal yang mencurigakan, bisa melapor ke call center 123 atau melalui aplikasi PLN Mobile yang aktif 24 jam,” pungkasnya.

Nur Hayati, warga Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, tidak menyangka aliran listrik di rumahnya tiba-tiba terputus pada Agustus 2025 lalu. 

Ia makin terkejut ketika mengetahui penyebabnya dituduh melakukan pelanggaran pemakaian listrik dan diminta membayar denda hampir Rp 7 juta.

Menurut pengakuannya, petugas PLN datang ke rumah tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Mereka kemudian melakukan pemeriksaan pada kWh meter dan menemukan adanya lubang kecil di bagian bawah penutup alat tersebut.

Temuan itu disebut sebagai pelanggaran kategori dua.

“Saya benar-benar tidak tahu ada lubang itu dari mana. Tiba-tiba listrik diputus begitu saja. Saya kaget dan bingung, padahal selama ini saya selalu bayar listrik rutin setiap bulan,” ucap Nur Hayati saat ditemui di rumahnya pada Kamis (9/10/2025).

LISTRIK DIPUTUS - Nur Hayati saat dikonfirmasi di rumahnya di Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (9/10/2025). Nur Hayati terkejut ketika aliran listrik di rumahnya diputus PLN, juga diminta membayar denda Rp 6.944.015.
LISTRIK DIPUTUS - Nur Hayati saat dikonfirmasi di rumahnya di Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (9/10/2025). Nur Hayati terkejut ketika aliran listrik di rumahnya diputus PLN, juga diminta membayar denda Rp 6.944.015. (TribunJatim.com/Anggit Pujie Widodo)

Usai pemutusan, ia diminta datang ke Kantor PLN Jombang untuk klarifikasi.

Di sana, ia mendapat penjelasan bahwa pelanggaran tersebut dianggap sudah berlangsung lama, bahkan sejak tahun 2017.

Total nilai denda yang harus dibayarkan mencapai Rp 6.944.015.

“Katanya saya dianggap curang dari tahun 2017. Padahal tidak pernah ada masalah sebelumnya. Tiap bulan saya bayar sekitar Rp 150 ribu,” tuturnya.

Karena tidak mampu membayar sekaligus, Nur Hayati kemudian disarankan untuk memberikan uang muka sebesar Rp 2,2 juta.

Sisanya akan dicicil melalui tagihan bulanan.

Untuk memenuhi biaya tersebut, ia mengaku harus berutang kepada kerabat.

“Saya hanya ibu rumah tangga, suami kerja serabutan. Untuk makan saja kadang susah. Saya merasa ini tidak adil,” katanya. 

Wanita paruh baya itu berharap pihak PLN dapat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.

Ia menegaskan tidak pernah berniat melakukan tindakan curang dan hanya ingin keadilan.

“Saya tidak pernah mencuri listrik. Harusnya kalau memang ada dugaan pelanggaran, pelanggan diberi penjelasan dulu sebelum diputus,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved