Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Hari Pahlawan 2025

Berawal dari Resolusi Jihad hingga Era Reformasi, 3 Pahlawan Nasional dari Rahim Tebuireng Jombang

Diantara gemuruh sejarah bangsa, ada satu pesantren yang jejaknya menembus tiga zaman Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, di Kecamatan Diwek

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO
GUS DUR PAHLAWAN NASIONAL - Makam Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di area komplek pemakaman Makam Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, pada Senin (10/11/2025). Tiga pahlawan nasional lintas generasi dari rahim Tebuireng, Jombang.  

Ringkasan Berita:
  • Lokasi: Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
  • Fakta Unik: Melahirkan tiga Pahlawan Nasional dalam satu garis keturunan (Kakek, Anak, Cucu).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Diantara gemuruh sejarah bangsa, ada satu pesantren yang jejaknya menembus tiga zaman. Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, di Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, bukan hanya saksi lahirnya para ulama besar, tetapi juga rahim yang melahirkan tiga tokoh bangsa dengan gelar Pahlawan Nasional

Seorang kakek, anak, dan cucu yang perjuangannya menjahit benang merah perjalanan Indonesia, KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapatkan gelar kehormatan atas jasa yang diberikan kepada bangsa. 

Baca juga: Gus Dur Dinobatkan Sebagai Pahlawan Nasional, PKB Jombang Gelar Syukuran: Teruskan Perjuangan

Tiga generasi ini mewakili tiga fase perjuangan besar bangsa. Mulai dari revolusi, pembentukan negara, dan pembaruan demokrasi. Dari Tebuireng, nilai-nilai cinta tanah air dan kemanusiaan mengalir, menjadi dasar kokoh kehidupan berbangsa hingga hari ini.

Dari Resolusi Jihad, Api Kemerdekaan Menyala

Nama Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari menjadi awal dari kisah besar ini. Beliau bukan hanya pendiri Pesantren Tebuireng (1899) dan Nahdlatul Ulama (1926), tetapi juga penggerak kebangkitan nasional lewat fatwa bersejarahnya, yakni Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.

Seruan jihad mempertahankan kemerdekaan itu menggugah semangat rakyat untuk melawan penjajah, terutama di Surabaya, yang kemudian meletus menjadi pertempuran 10 November.

Warisan spiritual dan nasionalismenya terangkum dalam satu kalimat yang terus hidup di dada santri, 'Hubbul Wathan Minal Iman', jik diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya, 'Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman'.

Perumus Jalan Tengah Negara Pancasila

Tongkat perjuangan itu diteruskan oleh putranya, K.H. Abdul Wahid Hasyim. Dalam usia muda, beliau menjadi anggota BPUPKI dan PPKI, ikut menulis arah dasar bangsa yang baru lahir.

Keputusan berani Kiai Wahid untuk menyetujui penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta adalah bukti kedewasaan politik dan kelapangan hati ulama pesantren dalam menjaga persatuan.

Selain itu, ia adalah Menteri Agama pertama Republik Indonesia, yang menanamkan harmoni antara agama dan negara. Dari tangannya, lahir banyak kebijakan penting dalam pendidikan Islam dan penguatan moderasi beragama.

Gus Dur, Cucu Sang Pembaharu

Tiga generasi perjuangan itu mencapai puncaknya pada sosok K.H. Abdurrahman Wahid, cucu pendiri Tebuireng. Dikenal luas sebagai Gus Dur, beliau membawa semangat pesantren ke panggung dunia.

Sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia, Gus Dur menegakkan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme di tengah transisi politik yang rapuh pasca-Reformasi 1998.

Baca juga: Rumah Aman Pertama Korban, Fatayat NU Jombang Kukuhkan 38 Kader Pendamping Lindungi Perempuan & Anak

Ia menghapus diskriminasi etnis Tionghoa, mengakui keberagaman agama, dan menegakkan hak-hak minoritas.
Baginya, kemanusiaan adalah agama tertinggi, dan demokrasi adalah bentuk baru dari keadilan sosial.

Tebuireng, Sumber Cahaya yang Tak Pernah Padam

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved