Berita Viral
Dituduh Ambil Rp11 Juta dari Iuran Komite Sekolah, Guru Abdul Muis Luruskan: Inisiatif Orang Tua
Abdul Muis dan Rasnal kembali meluruskan sejumlah informasi yang selama ini berkembang soal dugaan gratifikasi.
Ringkasan Berita:
- Abdul Muis dan Rasnal meluruskan sejumlah informasi yang selama ini berkembang terkait dugaan gratifikasi yang menjerat mereka hingga berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
- Abdul Muis menjelaskan soal angka Rp11 juta yang dipersepsikan keliru seolah merupakan penerimaan rutin setiap bulan.
TRIBUNJATIM.COM - Dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis Muharram dan Rasnal, disebut menerima bagian pribadi sebesar Rp11.100.000 dari dana komite.
Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, disebutkan bahwa Abdul Muis selaku Wakil Kepala Sekolah sekaligus bendahara komite bersama Kepala Sekolah Rasnal memungut iuran komite sekolah dari orang tua siswa sejak 2018-2021.
Baca juga: Semprot Dirut Pertamina, Anggota DPR RI Singgung Ucapan Menkeu Purbaya: Kalah Sama Mafia
Kedua guru tersebut lantas dilaporkan aktivis LSM, Faisal Tanjung, terkait kasus dugaan pungutan liar (pungli) Rp20 ribu per bulan dari orang tua siswa demi membantu paraguru honorer yang tak digaji.
Dalam putusan Mahkamah Agung, dua guru terbukti bersalah.
Dua guru tersebut disebut-sebut menerima uang Rp11.100.000 dari dana yang terkumpul Rp770.808.000 pada periode 2018–2021.
Menanggapi hal itu, Ketua MA, Sunarto mengatakan, proses pidana terhadap dua guru tersebut telah berjalan.
Mulai dari proses penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa, sidang pengadilan, hingga kasasi.
Setelah membaca kasus terkait dua guru tersebut, kata Sunarto, terbukti ada penarikan dana sekitar Rp780 juta.
Sunarto mengatakannya setelah menghadiri acara Konferensi Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (ADHAPER) 2025 & Upgrading Hukum Acara Perdata Tahun 2025 di Aula Gedung GRHA William Soeryadjaya Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Dikatakan Sunarto, kedua guru tersebut menikmati uang sebesar Rp11 juta dari iuran komite.
"Terus, kalau saya baca kasusnya, ada Rp 11 juta yang dinikmatin oleh pelaku," ujar Sunarto, melansir Tribun Sumsel, Kamis (20/11/2025).
"Otomatis dihukum, setelah dihukum, selesai menjalani, itu proses hukum selesai," lanjutnya.
"Tapi Presiden punya hak prerogatif untuk memberikan rehabilitasi (memulihkan nama baik). Tidak ada tumpang tindihnya, Presiden punya hak," ungkapnya.
Kedua guru tersebut, kata dia, juga telah menjalani putusan pengadilan.
Kendati begitu, ia menegaskan, putusan MA terbukti benar.
"Apakah salah? Ya, putusan pengadilan tetap harus dianggap benar, sampai dengan adanya putusan lain yang menyatakan itu putusan salah."
"Jadi memang putusannya benar-benar terbukti kok," ucapnya.
"Tapi tidak tahu, ternyata beritanya seperti itu. Kalau saya baca, saya kan baca berkasnya. Itu seperti itu kondisinya."
"Jadi tidak ada pertentangan antara putusan pengadilan dengan keputusan Presiden, tidak ada," pungkasnya.
Klarifikasi
Setelah kembali mengajar usai mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto, Abdul Muis dan Rasnal kembali meluruskan sejumlah informasi yang selama ini berkembang terkait dugaan gratifikasi yang menjerat mereka hingga berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Angka Rp11 juta, menurut Abdul Muis, kerap dipersepsikan keliru seolah merupakan penerimaan rutin setiap bulan.
"Yang perlu diluruskan itu angka Rp11.100.000 itu. Seakan-akan kami menerima itu per bulan," ujar Abdul Muis saat dikonfirmasi usai hari pertama kembali mengajar, Kamis (20/11/2025).
"Padahal itu akumulasi insentif untuk tugas-tugas tambahan selama bertahun-tahun," imbuhnya, melansir Kompas.com.
Abdul Muis menjelaskan, insentif yang diterima guru bukan berasal dari permintaan pihak sekolah, melainkan hasil kesepakatan orang tua siswa dalam rapat komite.
Para orang tua, kata dia, mengusulkan adanya insentif untuk wali kelas, petugas laboratorium, hingga wakil kepala sekolah (wakasek) yang memegang tanggung jawab tambahan.
"Wali kelas itu Rp150.000 per bulan, humas dan wakasek Rp200.000 per bulan. Cairnya per triwulan. Sebagai bendahara, uang jalan atau transportasi saya Rp125.000 per bulan," ucapnya.
Jika dihitung, kata dia, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp975.000, dikalikan empat triwulan dalam setahun, lalu dikalikan tiga setengah tahun.
"Polisi hanya memunculkan angka Rp11.100.000 tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan," kata Muis.
Ia menegaskan, insentif itu murni inisiatif para orang tua yang menilai guru menjalankan tugas tambahan yang menyita waktu dan tenaga.
"Orang tua siswa bilang: Yang penting anak kami diajar dengan baik, diurus dengan baik. Ini kami kasih insentif. Kami pun tidak pernah meminta," tambahnya.
Baca juga: Minta Uang untuk Anak, Istri Malah Babak Belur Dihajar Suami, Pelaku Sudah 3 Hari Tak Pulang
Ketua Komite SMAN 1 Luwu Utara, Muhammad Sufri Balanca, yang saat itu masih menjadi anggota komite, membenarkan bahwa insentif dan iuran komite telah dibahas bersama orang tua secara terbuka.
Ia mengatakan, tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite.
Bahkan, ketika perhitungan, komite menetapkan iuran hanya Rp17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp20.000.
"Rp20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orang tua malah bilang cukupkan Rp20.000, karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka," ujar Sufri.
Ia mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut.
"Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan," ujar Sufri.
Sufri juga mengungkap bahwa ketika berkas perkara disebut sudah P21 karena tidak ditemukan kerugian negara, muncul pemeriksaan tambahan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Luwu Utara.
Padahal, katanya, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.
"Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda Kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara," ujarnya.
"Saya menduga langkah itu dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru. Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan," kata Sufri.
MA lalu menjatuhkan pidana penjara satu tahun kepada Abdul Muis dan Rasnal, karena menganggap keduanya melakukan tindakan korupsi.
Dalam salinan putusan kasasi MA nomor 4999 K/Pid.Sus/2023, MA menilai, kedua guru tersebut mengantongi Rp11 juta dari uang iuran Rp770 juta yang dikumpulkan untuk membantu guru honorer.
MA juga menyebutkan bahwa siswa yang tidak membayar iuran komite sekolah tidak mendapatkan kartu ujian semester.
Tindakan ini melanggar Peraturan Mendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Anggota Komite Sekolah tidak boleh berasal dari unsur pendidik atau tenaga kependidikan.
Atas dasar itulah, Rasnal dan Abdul Muis dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman pidana.
Keduanya juga terbukti melanggar Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Putusan MA ini membatalkan putusan PN Makassar yang membebaskan keduanya.
Keduanya juga sudah menjalani hukuman penjara.
| Sosok ASN Kadis yang Dimutasi Jadi Staf, Pemberat Penderitaan Bupati Sugiri, Harta di Bawah Rp 1 M |
|
|---|
| Propam Bongkar Nasib Karir AKBP Basuki usai Terkuak Satu KK dengan Dosen Untag, Terancam Imbas 1 Hal |
|
|---|
| Purbaya Ngotot Tak Bakal Legalkan Thrifting Barang Impor, Menkeu: Barang Masuk Saya Tangkap |
|
|---|
| Nama Baik Abdul Muis dan Rasnal Telanjur Dipulihkan Presiden, MA Buktikan Rp 11 Juta Telah Dinikmati |
|
|---|
| Reaksi Kepala BGN Soal Yasika Anak Anggota DPRD Sulsel Kelola 41 Dapur MBG: 1 Provinsi Cuma Boleh 10 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Abdul-Muis-menjelaskan-soal-tudingan-ambil-Rp11-juta-dari-uang-iuran-komite-sekolah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.