Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kota Malang

Angka Stunting di Kota Malang Turun, Tantangannya Adalah Pola Asuh!

Pemerintah Kota Malang bekerja keras merealisasikan program prioritas penurungan angka stunting.

|
Penulis: Benni Indo | Editor: Sudarma Adi
istimewa
Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat memberikan penghargaan kepada perangkat pemerintah yang dinilai berjasa dalam menurunkan angka stunting. 

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Pemerintah Kota Malang bekerja keras merealisasikan program prioritas penurungan angka stunting.

Dalam lima tahun terakhir, angka stunting di Kota Malang terus mengalami penurunan. Meski trennya menurun, tapi kerja tak pernah kendor.

Pasalnya, Pemkot Malang menargetkan nol stunting untuk mendukung Indonesia Emas 2045.

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka prevalensi stunting di Kota Malang turun dari hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 sebesar 18 persen menjadi 17,3 persen.

Sementara itu, berdasarkan hasil bulan timbang pada Bulan Februari 2024 yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan prevelansi stunting di Kota Malang sebesar 8,38 persen. 

Pj Wali Kota Malang Dr. Ir. Wahyu Hidayat, M.M mengatakan demi mencapai target penurunan stunting, pihaknya juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 227.667.411.371 yang meningkat Rp18,08 miliar (9,01 persen) dibandingkan tahun 2023 lalu.

 

Penanganan stunting di Kota Malang tidak dikerjakan oleh satu pihak saja. Penanganan ini dikerjakan oleh semua pihak. 

Penanganan stunting di Kota Malang tidak dikerjakan oleh satu pihak saja. Penanganan ini dikerjakan oleh semua pihak. 

"Penanganan stunting dilakukan secara kolaboratif melalui pendekatan crosscuting program dan kegiatan. Ini melibatkan perangkat daerah terkait di dalam intervensi spesifik, sensitif, dan pilar," ujar Wahyu, Senin (27/5/2024).

Kolaborasi antar stakeholder itu untuk merealisasikan program-program yang telah dicanangkan. Di antaranya, Pemkot Malang mencanangkan gerakan lima gerakan cegah stunting yang diaksanakan bersama masyarakat, universitas, organisasi kemasyarakatan, dan sektor swasta.

Sejumlah inovasi juga telah diluncurkan. Antara lain, di Puskesmas Gribig, terdapat program Jekfood. Tukang ojek yang mengantarkan makanan kepada keluarga. Jekfood hadir sebagai solusi permasalahan makanan bergizi terhadap Balita Bawah Garis Merah (BGM). Melalui peran kader Posyandu yang aktif mendampingi, dalam rangka memberikan makanan tambahan untuk mengatasi kekurangan gizi .

Program ini telah membantu penurunan angka stunting di kawasan Puskesmas Gribig hingga 50 persen persen. Angka yang cukup tinggi sebagai kemajuan menekan angka stunting. Program lainnya adalah Gunting MasJO dan Gemas Si Keliling. 

Berbagai inovasi juga diciptakan dalam mendukung upaya-upaya penurunan stunting oleh kelurahan. Beberapa di antaranya adalah Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting) dari Kelurahan Oro-oro Dowo, Klenting Donasi dan Makanan Sehat Atasi Stunting (Masting) di Kelurahan Samaan, dan Gerakan Ting Tong (pukul tiang besi) sebanyak 5 kali setiap pukul 20.00 WIB untuk mengingatkan minum tablet tambah darah setiap hari.

Baca juga: Angka Pelanggar Lalu Lintas di Kota Malang Masih Tinggi, Pengguna Knalpot Brong Langsung Ditilang

"Angka stunting sudah turun. Sesuai konsep pentahelix, kami upayakan untuk bergerak bersama karena kalau tidak ada sinergi, itu juga akan sulit,” kata Wahyu.

Pemkot Malang terus mendorong kecamatan dan kelurahan untuk melahirkan inovasi guna penurunan angka stunting. Dengan kolaborasi antara kecamatan dan kelurahan dengan puskesmas setempat serta komunitas juga institusi telah lahir berbagai inovasi dan strategi di beberapa kelurahan dengan satu tujuan yang sama yakni menurunkan stunting.

Kesalahan Pola Asuh

Kepala Puskesmas Cisadea, Widjatmiko mengungkapkan, kerjasama antar pihak telah berhasil menurunkan angka stunting. Berdasarkan pengalamannya menangani stunting di wilayah kerja Puskesmas Cisadea, pola asuh sangat berpengaruh terhadap kondisi anak.

Ia menemukan sebuah keluarga yang orangtuanya sibuk kerja di luar. Anaknya banyak menghabiskan waktu dengan si nenek. Ia dirawat oleh neneknya. Asupan makanan diberikan oleh nenek. Sayangnya, si nenek tidak memiliki cukup pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan protein cucunya. 

Akibatnya, si anak pun stunting. Pihak Puskesmas mengetahui setelah adanya kolaborasi dengan kader di tingkat kelurahan. Setelah mengetahui titik kasus, kader dari Puskesmas memberikan edukasi kepada keluarga tersebut. 

"Kami telusuri terus dan di lapangan kami temukan. Orangtuanya kerja, yang di rumah dengan neneknya. Neneknya ini kontak dengan balita. Jadi akhirnya kami berpikir, berarti mungkin asupan gizi dari balita ini yang kurang pas karena diasuh oleh neneknya," terang Widjatmiko.

Menurut Widjatmiko, kebanyakan keluarga yang ia temui memiliki kemampuan membeli makanan bergizi kepada anaknya. Menurutnya, penanganan pola asuh sangat penting untuk menentukan anak terhindar dari stunting.

"Saat ini, kami mendampingi 58 anak balita. Persentasenya dikisaran 4 persen sampai 5 persen," ujar Widjatmiko.

Pada akhir tahun lalu, persentase anak stunting di wilayah Puskesmas Cisadea berada di angka 6,1 persen dari target minimal 14 persen. Angkanya naik turun karena mobilitas penduduk yang berubah-ubah.

"Ya kadang ada anak yang masuk, terus keluar dari wilayah Kota Malang. Itu kan memengaruhi juga," katanya.

Puskesmas Cisadea pun diganjar penghargaan Pencegahan Stunting Terbaik 2023 kategori Puskesmas. Selain Puskesmas Cisadea, ada Puskesmas Rampal dan Kendalsari. Saat ini, Puskesmas Cisadea tengah menekankan edukasi kepada masyarakat agar pola asuh kepada anak benar.

"Sistem pola asuh, kurang paham secara gizi. Ada uang, tapi keliru belinya. Oleh karena itu, kami gencarkan penyuluhan, lalu mengumpulkan orangtua. Kami latih pemahaman gizinya. Kadang dari kader-kader mengingatkan agar putra-putri rajin diukur berat bedan." paparnya.

Camat Lowokwaru, Rudi Cahyono juga bercerita bahwa pola asuh justru memengaruhi kondisi tumbuh kembang anak. Berdasarkan realitas yang ia alami, ada anak yang orangtuanya bekerja di sektor kesehatan masuk kategori rawan stunting. Meskipun orangtuanya memiliki pekerjaan dengan latar belakang kesehatan, tidak menjamin anaknya bisa terhindar dari stunting.

"Orangtua latar belakang kesehatan, anaknya mendekati kriteria stunting. Supaya tidak jadi stunting, keluarga akhirnya kami diedukasi. Memang kalau dari sisi ekonomi mereka bisa menjangkau kebutuhan protein yang dibeli," terapnya.

Kecamatan Lowokwaru melaksanaka program Sekolah Orangtua Hebat. Program ini menyasar para orangtua yang memiliki anak usia dua tahun dan orangtua yang dalam masa subur.

"Ketika bicara stunting menjadi tanggungjawab kita semua, tidak hanya Dinkes. Pola asuh sangat penting. Di Lowokwaru, hampir semua kelurahan punya jargon. Saya memang minta itu agar diingat oleh warga. Jadi ingat bahwa stunting harus ditangani bersama," terangnya.

Terkait percepatan penurunan, 12 kelurahan yang ada di Kecatan Lowokwaru telah memiliki jargon masing-masing. Pelaksanaan program tetap dilakukan untuk mendukung tercapainya zero stunting. Berdasarkan pengalaman Rudi, stunting yang ia temui bukan karena tidak mampu membeli makanan berprotein, tapi perilaku gaya hidup. ADV

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved