UMM Gelar Seminar Nasional Bahas Implikasi RUU KUHAP, Prof Deni: Hukum Harus Jelas dan Akurat
Dosen FH Universitas Trunojoyo Madura, Prof Deni menekankan, kewenangan dalam sistem hukum Indonesia harus diberikan dengan penuh kehati-hatian.
Penulis: Januar | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Pada sesi tanya jawab Seminar Nasional yang digelar oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), salah satu audiens, Aulia, bertanya terkait implikasi dari perluasan kewenangan jaksa dalam RUU KUHAP, yang berpotensi mempengaruhi peran Polri sebagai penyidik utama, Kamis (30/1/2025).
Aulia mengutip penjelasan dari satu di antara narasumber, Prof Dr Deni SB Yuherawan, yang menyatakan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 17, tidak ada perundang-undangan yang memberikan kewenangan atribusi kepada jaksa untuk melakukan penyidikan.
Namun, dalam RUU KUHAP Pasal 6, disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu, yang diberi kewenangan melakukan penyidikan.
“Pernyataan ini membuka peluang bagi jaksa untuk melakukan penyidikan di luar institusi Polri, yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” ujar Aulia, menyoroti kemungkinan konflik kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian, dalam rilis yang diterima pada Jumat (31/1/2025).
Aulia kemudian melanjutkan dengan pertanyaan kedua.
"Apakah pemberian kewenangan kepada jaksa untuk menerima laporan masyarakat dan melakukan penyidikan berpotensi melemahkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia?" tanya Aulia.
Menanggapi kedua pertanyaan tersebut, Prof Deni SB Yuherawan yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, dengan tegas menyatakan, yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
“Implikasi dari kewenangan ini, kita tahu persis dampak yuridisnya. Yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Hak asasi manusia bisa terganggu karena persoalan kewenangan yang tidak jelas,” ungkap dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura ini.
Baca juga: Sosok Mochammad Thanthowy Syamsuddin, Dosen Unair yang Viral Ungkap HGB 656 Hektar di Laut Surabaya
Menurutnya, hukum haruslah clear dan precise, yakni jelas, tepat, dan akurat.
Kewenangan harus dibatasi dengan jelas, tanpa adanya ambigu.
“Hidup ini, semua orang mengerti bahwa legalitas hukum itu harus jelas dan tepat. Kewenangan itu harus limitatif, karena kalau tidak, kita justru akan terjebak dalam perebutan kewenangan yang tak jelas arah tujuannya,” tambah Prof Deni.
Lebih lanjut, Prof Deni menekankan, kewenangan dalam sistem hukum Indonesia harus diberikan dengan penuh kehati-hatian.
Ia mengkhawatirkan jika kewenangan tidak dibatasi dengan jelas, peradaban bangsa bisa terganggu.
“Jangan biarkan kewenangan kemana-mana. Kalau satu, ya satu. Jangan ada frasa 'dan lain-lain' yang membuat kewenangan itu kabur dan tidak terarah,” tegasnya.
Prof Deni juga mengkritik sejumlah kelemahan dalam KUHAP Nasional yang berlaku sejak era Orde Baru, yang menurutnya masih banyak celah.
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
RUU KUHAP
Prof Dr Deni SB Yuherawan
Universitas Trunojoyo Madura
TribunJatim.com
berita Jatim terkini
Tribun Jatim
Pamit Jadi TKI, Warga Malah Berakhir Jadi PSK setelah Dijual Rp 10,5 Juta, Diselamatkan Konsulat |
![]() |
---|
Modus Pinjam Sebentar Bikin Motor Wanita ini Raib di Tangan Kenalannya, Sempat Memaksa |
![]() |
---|
Kementerian Haji dan Umrah Resmi Dibentuk, Kemenag Ponorogo Tunggu Juknis dari Pusat |
![]() |
---|
Kasihan usai Dimintai Tolong Sambil Memelas, Pria ini Malah Jadi Korban Begal |
![]() |
---|
Kecelakaan Maut di Wates Kediri, Pengendara Motor Tewas usai Hantam Truk Muat Tebu Parkir |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.