Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tanahnya Diduga Diserobot Pemerintah Desa, Warga Laporkan Kades ke Polisi, Tak Terima Patok Dipindah

Kasus tersebut bermula saat adanya proses pelebaran jalan yang dilakukan Desa Rejowinangun.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Dok Ichvan
WARGA LAPORKAN KADES - Warga Desa Rejowinangun, Ichvan Muchlis, saat menunjukan batas tanah miliknya yang telah bergeser. Ia kini laporkan Kades atas dugaan penyerobotan tanah. 

Langkah nekat itu diambil demi mewujudkan pembangunan gedung serbaguna yang menurutnya sudah menjadi harapan warga sejak lama.

"Gedung serbaguna ini sangat penting sekali. Waktu itu, saat saya dipilih warga jadi kepala desa, mereka minta supaya gedung serbaguna segera diwujudkan," kata Satu kepada Tribun Solo, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, pembangunan gedung tersebut sebelumnya sempat mangkrak di era kepala desa terdahulu.

"Karena waktu itu gedung serbaguna yang lama tidak selesai-selesai, akhirnya saya teruskan pembangunannya," ujar Satu.

UTANG KADES - Tanah Kas Desa Randusari, Boyolali yang menjadi agunan utang Kades Satu Budiyono di Bank Jateng. Satu Budiyono mengambil utang Rp 1,4 miliar dengan mengubah sertifikat tanah desa menjadi namanya, dan kini gagal bayar.
Tanah Kas Desa Randusari, Kabupaten Boyolali, yang menjadi agunan utang Kades Satu Budiyono di Bank Jateng. Satu Budiyono mengambil utang Rp1,4 miliar dengan mengubah sertifikat tanah desa menjadi namanya, dan kini gagal bayar. (via Tribun Jateng)

Budiyono menegaskan, pembangunan gedung serbaguna yang berada di kompleks kantor desa itu sama sekali tidak menggunakan dana APBDes.

"Nah waktu itu, pada proses pembangunan gedung serbaguna. Pembangunan gedung serbaguna tidak menggunakan dana APBDes," kata Satu.

Saat itu, dia dan sekdes kemudian sepakat untuk menjadikan satu dari empat bidang tanah diatasnamakan dirinya lalu dijadikan agunan bank.

"Waktu itu tanggung jawab saya pribadi. Waktu itu saya pinjam sekitar Rp1 miliar," ujarnya.

Ia memanfaatkan pendapatan asli desa serta bantuan pihak ketiga, terutama dari sejumlah pabrik yang berdiri di wilayah Randusari.

"Bantuan dari pabrik saat itu saya hitung sekitar Rp750 juta, tapi masih kurang, akhirnya saya ambil risiko seperti itu."

"Saya sertifikatkan tanah kas desa, lalu ajukan pinjaman di bank,” ungkapnya.

Baca juga: Nasib Pilu Mbah Wardi Penjual Keripik Dirampok saat Terjebak Demo Ricuh, Biasa Tidur di Emperan Toko

Tak dinyana, pinjaman Satu malah gagal bayar karena kondisi ekonomi yang terpuruk.

"Dulu lancar. Waktu pandemi bisa dibilang bangkrut. Sehingga tidak bisa mengangsur kewajiban," ujar Satu.

Sedianya, dari informasi pihak bank, tanah tersebut harusnya dilelang pada pertengahan Agustus lalu.

Namun, karena dia meminta kelonggaran dan menyatakan kesanggupannya, pihak bank akhirnya mau menunda lelang tersebut. 

"Saya dikasih kesempatan untuk melunasi," ucap Satu.

Dia pun blak-blakkan sejak awal tak ada niatan untuk mengemplang utang.

Dia mengaku punya sembilan aset yang siap dijual untuk menutup utang plus bunganya.

Tetapi, dari sembilan aset tersebut, belum ada satu pun yang laku.

Ia juga menyebut bahwa salah satu temannya bersedia membeli aset miliknya untuk membantu pelunasan.

"Saya punya sembilan aset. Termasuk rumah. Sejak awal sudah mau saya jual, tapi belum ada pembeli," ujar Satu Budiyono.

Ia optimistis, dengan terjualnya satu aset saja, utang kepada bank bisa segera dilunasi.

"Pokok plus bunga itu sekitar Rp1,8 miliar. Dalam waktu dekat ini akan saya lunasi," pungkas dia.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved