Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Kepsek SD Bantah Ancam Wali Murid karena Protes soal Beli LKS Rp 140 Ribu: Guru Tidak Boleh Dendam

Protes sejumlah wali murid soal sekolah jual LKS atau Lembar Kerja Siswa Rp 140 ribu akhirnya mendapat tanggapan.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT
SEKOLAH JUAL LKS - Foto ilustrasi terkait berita polemik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) Rp 140.000 di SDN 017 Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur. Pihak sekolah menegaskan buku itu bersifat opsional, bukan kewajiban, setelah diprotes sejumlah wali murid. 

“Itu hanya cara kami menjelaskan. Kalau mau materi lebih banyak, silakan membeli. Kalau tidak, tetap belajar di kelas seperti biasa,” ucapnya.

Dahlina menambahkan pihaknya melindungi semua siswa dari potensi perundungan, termasuk anak Shanty. Ia juga meminta maaf jika komunikasi guru menimbulkan kesalahpahaman.

“Kami guru tidak boleh dendam. Kalau ada salah ucap, kami berbesar hati meminta maaf,” kata Dahlina.

Kasus ini mencuat setelah Shanty mempertanyakan pembelian LKS di tengah kebijakan Pemkot Samarinda yang menggratiskan LKPD bagi siswa sekolah negeri.

Ia sempat melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang.

Baca juga: Wali Murid Heran Disuruh Bayar LKS Rp 140 Ribu Padahal Pemkot Sudah Gratiskan, Malah Dibentak Guru

Shanty menuturkan, informasi pembelian LKS itu beredar melalui grup percakapan paguyuban orang tua murid sejak awal September 2025.

Pesan tersebut berisi rekomendasi pembelian buku di rumah salah satu guru, lengkap dengan tautan lokasi.

“Awalnya saya kira tidak wajib, karena tulisannya hanya direkomendasikan. Tapi kemudian dijelaskan kalau buku ini penting untuk menunjang nilai. Kepala sekolah bahkan mengibaratkan, ‘Ibu mau nilainya setengah gelas atau penuh sampai bibir?’,” kata Shanty saat ditemui, Jumat (26/9/2025).

Menurut Shanty, setiap buku LKS dijual Rp 20.000 dengan total Rp 140.000 untuk tujuh mata pelajaran.

Buku tersebut bukan bagian dari paket LKS yang disediakan Pemkot, melainkan terbitan penerbit swasta.

Ia mengaku sempat mempertanyakan hal ini kepada wali kelas melalui pesan pribadi, tetapi tidak mendapat jawaban.

Shanty kemudian mendatangi sekolah dan bertemu dua guru, sebelum akhirnya berbicara dengan kepala sekolah melalui telepon.

“Kepala sekolah bilang tidak wajib, tapi menegaskan buku itu penting untuk menambah nilai. Kalau begitu, kan tetap terasa wajib,” ujar Shanty.

Shanty juga mengungkap adanya intimidasi saat pertemuan.

Ia menyebut dihadapkan dengan sekitar 10 guru yang meminta dirinya melapor langsung kepada Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved